Dalam lautan kehidupan yang penuh dengan berbagai macam aspirasi dan keinginan, seringkali kita dibuat bertanya-tanya: apa sebenarnya yang paling berharga? Di tengah gempuran materi dan kemudahan duniawi, apakah ada sesuatu yang nilainya jauh melampaui emas, perak, atau segala bentuk kekayaan yang bisa dihitung? Kitab Amsal, sebuah gudang kebijaksanaan kuno, memberikan jawaban yang lugas dan mendalam melalui Amsal 16 ayat 16: "Lebih baik memperoleh hikmat daripada emas, bahkan lebih baik memperoleh pengertian daripada perak." Ayat ini bukan sekadar pengingat usang, melainkan sebuah prinsip hidup yang relevan di setiap era, terutama di masa kini yang serba materialistis.
Mari kita bedah makna mendalam dari ayat ini. Kata "hikmat" (atau "kebijaksanaan" dalam terjemahan lain) dan "pengertian" di sini merujuk pada pemahaman yang datang dari Tuhan. Ini bukan sekadar kepandaian intelektual atau pengetahuan akademis, melainkan kemampuan untuk melihat segala sesuatu dari perspektif ilahi, memahami kebenaran, dan bertindak sesuai dengan kehendak-Nya. Ini adalah anugerah yang membimbing langkah kita, menerangi jalan dalam kegelapan, dan memberikan kekuatan untuk menghadapi tantangan hidup.
Perbandingan dengan emas dan perak sangatlah tajam. Emas dan perak adalah simbol kekayaan, kemakmuran, dan keamanan finansial. Manusia sepanjang sejarah berlomba-lomba mengumpulkannya, menjadikannya ukuran kesuksesan dan standar kebahagiaan. Namun, Amsal 16:16 menyatakan dengan tegas bahwa harta benda duniawi ini, betapapun mengkilap dan banyaknya, tidak sebanding dengan nilai hikmat. Mengapa demikian? Harta duniawi memiliki sifat yang fana. Ia bisa dicuri, hilang karena bencana, habis dimakan usia, atau bahkan menjadi sumber keserakahan dan kecemasan yang tak berujung. Kekayaan material tidak bisa membeli kedamaian hati, kebahagiaan sejati, atau hubungan yang langgeng.
"Memperoleh hikmat adalah lebih baik daripada memperoleh emas, dan memperoleh pengertian adalah lebih baik daripada perak."
Sebaliknya, hikmat yang berasal dari Tuhan bersifat abadi. Ia tertanam dalam diri kita, membimbing setiap keputusan, membentuk karakter, dan memberikan kekuatan spiritual. Hikmat memungkinkan kita untuk membuat pilihan yang bijak dalam hal pekerjaan, keuangan, hubungan, dan segala aspek kehidupan. Dengan hikmat, kita belajar menunda kepuasan instan demi tujuan jangka panjang, mengendalikan hawa nafsu, dan membangun fondasi kehidupan yang kokoh, tidak goyah oleh badai kesulitan. Pengertian yang diberikan Tuhan membuat kita mampu melihat tujuan yang lebih besar di balik setiap peristiwa, bahkan yang tampaknya negatif sekalipun. Ini memberikan ketenangan di tengah kekacauan dan keyakinan di hadapan ketidakpastian.
Dalam konteks modern, ayat ini mengajak kita untuk merefleksikan prioritas kita. Apakah kita lebih terobsesi dengan peningkatan gaji, bonus akhir tahun, atau kenaikan aset? Atau apakah kita justru sedang merindukan pertumbuhan rohani, pemahaman yang lebih dalam tentang Firman Tuhan, dan kemampuan untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan-Nya? Mengejar kekayaan duniawi tanpa disertai hikmat seringkali berujung pada kehampaan. Banyak orang yang memiliki segunung harta namun hidup dalam ketidakbahagiaan, kecemasan, atau bahkan kehancuran moral. Sebaliknya, orang yang hidup dalam kesederhanaan namun dipenuhi hikmat ilahi seringkali menunjukkan kedamaian, sukacita, dan kepuasan yang luar biasa.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana cara kita "memperoleh" hikmat dan pengertian ini? Amsal, kitab yang kaya akan ajaran, sering menekankan bahwa takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan (Amsal 1:7). Ini berarti menghormati Tuhan, mengakui kedaulatan-Nya, dan menempatkan Dia sebagai pusat kehidupan. Doa yang tulus, pembacaan Firman Tuhan secara teratur, perenungan, dan ketaatan pada perintah-Nya adalah sarana-sarana untuk membuka diri terhadap aliran hikmat ilahi. Mengakui keterbatasan diri dan berserah pada tuntunan Roh Kudus adalah langkah awal yang krusial.
Kesimpulannya, Amsal 16 ayat 16 adalah pengingat yang sangat kuat tentang apa yang seharusnya menjadi prioritas utama dalam hidup kita. Di dunia yang terus menerus mempromosikan kekayaan materi sebagai kunci kebahagiaan, ayat ini mengarahkan kita pada harta yang sesungguhnya: hikmat dan pengertian yang datang dari Tuhan. Harta ini tidak akan pernah habis, tidak bisa dicuri, dan akan menjadi sumber kekuatan, bimbingan, serta kedamaian abadi. Marilah kita dengan sungguh-sungguh merindukan dan mengejar hikmat ini, karena nilainya jauh melampaui segala kekayaan duniawi yang bisa dibayangkan.
Renungan ini didasarkan pada Amsal 16:16.