Firman Tuhan dalam Kitab Amsal seringkali menjadi kompas bagi kehidupan kita, memberikan petunjuk praktis untuk menjalani hari-hari dengan hikmat dan kesalehan. Salah satu ayat yang memuat prinsip fundamental adalah Amsal 12 ayat 1, yang menyatakan: "Siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan, tetapi siapa membenci teguran, adalah dungu." Ayat ini dengan lugas membandingkan dua sikap hati yang berlawanan terhadap bimbingan dan pembelajaran, serta konsekuensi yang menyertainya.
Frasa "mencintai didikan" dan "mencintai pengetahuan" merujuk pada sikap proaktif untuk belajar, bertumbuh, dan menerima ajaran. Didikan (atau "disiplin" dalam beberapa terjemahan) mencakup proses pembentukan karakter, penanaman nilai-nilai moral, dan pemahaman akan kebenaran. Ini bukan sekadar menerima informasi pasif, melainkan terlibat aktif dalam proses menjadi pribadi yang lebih baik. Pengetahuan, dalam konteks ini, adalah hasil dari didikan yang baik – pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip ilahi, etika, dan cara hidup yang berkenan kepada Tuhan.
Orang yang mencintai didikan adalah mereka yang memiliki kerendahan hati untuk mengakui bahwa mereka tidak tahu segalanya. Mereka haus akan pemahaman yang lebih baik, baik tentang dunia maupun tentang Tuhan. Mereka melihat kesempatan belajar di mana saja, entah itu dari pengajaran orang tua, pendeta, guru, sesama, atau bahkan dari pengalaman hidup itu sendiri. Sikap ini adalah bibit dari pertumbuhan spiritual dan intelektual yang berkelanjutan.
Sebaliknya, ayat ini menggambarkan tipe orang kedua: "siapa membenci teguran, adalah dungu." Teguran (atau "kritik", "nasihat", "hukuman" dalam beberapa terjemahan) adalah penyampaian koreksi atau peringatan atas kesalahan atau penyimpangan. Sikap membenci teguran menunjukkan kesombongan dan ketidakmauan untuk belajar dari kesalahan. Orang seperti ini cenderung defensif ketika dikoreksi, menganggap nasihat sebagai serangan pribadi, dan menolak untuk melihat kelemahan dalam diri mereka.
Konsekuensi dari kebencian terhadap teguran ini adalah kedunguan. Kedunguan di sini bukan sekadar kurangnya kecerdasan akademis, melainkan ketidakmampuan untuk bertumbuh dan memperbaiki diri, yang berujung pada kebodohan spiritual dan moral. Mereka mungkin tampak pintar dalam hal-hal duniawi, tetapi dalam hal-hal yang paling penting – kebenaran, kekudusan, dan hubungan dengan Tuhan – mereka tetap bodoh karena menolak alat utama untuk pemurnian dan pertumbuhan.
Amsal 12:1 bukan hanya prinsip teologis, tetapi panduan praktis untuk kehidupan sehari-hari. Dalam keluarga, orang tua yang mencintai didikan akan dengan sabar mendidik anak-anak mereka, dan anak-anak yang bijak akan menerima teguran dengan hati terbuka. Dalam pekerjaan, karyawan yang mencintai pengetahuan akan menerima masukan dari atasan untuk meningkatkan kinerjanya, sementara yang membenci kritik akan stagnan atau bahkan terdegradasi. Dalam pertemanan, kita belajar untuk memberikan dan menerima nasihat yang membangun.
Dalam konteks rohani, gereja adalah tempat di mana didikan dan teguran seharusnya hadir. Kita perlu memiliki kerinduan untuk mendengarkan firman Tuhan, belajar dari para pelayan-Nya, dan menerima teguran dari sesama orang percaya ketika kita menyimpang. Menolak nasihat rohani atau firman Tuhan yang mengoreksi diri adalah tanda bahaya yang menunjukkan kita sedang berjalan di jalan kedunguan, yang menjauhkan kita dari tujuan hidup yang sejati.
Bagaimana kita bisa mengembangkan sikap yang lebih baik dalam menerima didikan dan teguran? Pertama, berdoalah memohon hikmat dari Tuhan agar hati kita terbuka terhadap kebenaran. Kedua, latih diri untuk mendengarkan dengan penuh perhatian ketika seseorang memberikan nasihat, sebelum langsung bereaksi. Ketiga, renungkan nasihat yang diberikan, carilah kebenaran di dalamnya, dan bertindaklah sesuai dengan hikmat yang Tuhan berikan. Keempat, ingatlah bahwa teguran yang membangun seringkali datang dari orang yang peduli pada kita.
Amsal 12:1 mengajak kita untuk merefleksikan sikap hati kita. Apakah kita adalah orang yang haus akan pengetahuan dan terbuka terhadap proses didikan, atau kita cenderung menolak koreksi dan merasa nyaman dalam kebodohan? Pilihan kita hari ini akan menentukan arah pertumbuhan dan berkat yang akan kita alami di masa depan. Mari kita memilih jalan kebijaksanaan, yaitu jalan yang senantiasa belajar, bertumbuh, dan menerima kebenaran yang memerdekakan.