Dalam kehidupan yang serba cepat ini, seringkali kita terpaku pada pencapaian pribadi, kesuksesan materi, dan pemenuhan kebutuhan diri sendiri. Nasihat-nasihat bijak dari kitab suci, seperti yang tertuang dalam Amsal, mengingatkan kita akan dimensi lain yang tak kalah penting: hubungan sesama dan dampak dari tindakan kita terhadap orang lain. Salah satu ayat yang sangat menggugah adalah Amsal 11:17, yang berbunyi:
"Orang yang berbaik hati berbuat baik kepada dirinya sendiri, tetapi orang yang bengis mengacaukan dirinya sendiri."
Ayat ini menawarkan sebuah prinsip universal tentang bagaimana cara kita berinteraksi dengan sesama akan berbalik memengaruhi diri kita sendiri. Kata "berbaik hati" di sini tidak hanya merujuk pada tindakan memberi sumbangan atau bantuan materi, tetapi juga mencakup sikap, perkataan, dan niat yang tulus untuk kebaikan orang lain. Sebaliknya, "bengis" menggambarkan sikap egois, kasar, tidak peduli, atau bahkan berniat jahat terhadap sesama.
Penulis Amsal, melalui hikmat ilahi, mengajarkan bahwa ketika kita memilih untuk berbuat baik, kita sebenarnya sedang berinvestasi pada kesejahteraan diri kita sendiri. Kebaikan yang kita sebarkan akan kembali dalam berbagai bentuk. Mungkin bukan dalam bentuk balasan langsung atau materi, tetapi dalam bentuk kedamaian hati, hubungan yang harmonis, kepercayaan dari orang lain, dan rasa puas yang mendalam karena telah melakukan hal yang benar.
Ketika kita membantu orang lain yang sedang kesulitan, kita tidak hanya meringankan beban mereka, tetapi juga membangun jembatan empati. Kita merasakan kepuasan spiritual dan emosional yang tak ternilai. Kebaikan yang kita tunjukkan dapat menular, menciptakan efek domino positif di lingkungan sekitar. Orang yang kita bantu mungkin akan terinspirasi untuk membantu orang lain, dan seterusnya. Ini adalah siklus kebaikan yang memperkaya kehidupan semua pihak yang terlibat.
Di sisi lain, ayat ini juga secara tegas memperingatkan tentang konsekuensi dari sikap bengis. Orang yang egois, yang hanya memikirkan keuntungan diri sendiri, yang kasar dalam perkataan dan perbuatan, pada akhirnya akan merugikan dirinya sendiri. Sikap bengis dapat menciptakan permusuhan, merusak reputasi, mengisolasi diri dari pergaulan, dan menimbulkan perasaan bersalah atau penyesalan di kemudian hari. Kebencian yang ditabur akan menghasilkan buah kebencian yang akhirnya memakan dirinya sendiri.
Secara psikologis, sikap negatif seperti iri hati, kemarahan, dan ketidakpedulian dapat menggerogoti kesehatan mental dan emosional seseorang. Hal ini dapat menyebabkan stres, kecemasan, depresi, dan isolasi sosial. Lingkungan yang tercipta di sekitar orang yang bengis seringkali penuh dengan ketegangan dan ketidakpercayaan, yang pada gilirannya akan membuat dirinya sendiri tidak nyaman dan tidak bahagia.
Penerapan prinsip Amsal 11:17 dalam kehidupan sehari-hari bisa sangat beragam:
Amsal 11:17 mengajarkan kita sebuah kebenaran fundamental: cara kita memperlakukan orang lain mencerminkan cara kita memperlakukan diri sendiri. Ketika kita memilih jalan kebaikan, kita sedang menata jalan bagi kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup kita. Sikap murah hati, empati, dan kasih sayang bukan hanya tentang memberi kepada orang lain, tetapi juga tentang membangun fondasi kokoh bagi kesejahteraan diri kita sendiri. Mari kita renungkan ayat ini dan menjadikannya panduan dalam setiap interaksi kita, sehingga kita dapat terus menuai kebaikan dalam kehidupan.
Ingatlah, setiap tindakan kebaikan, sekecil apapun, memiliki resonansi. Mari kita pilih untuk menjadi agen kebaikan, karena pada akhirnya, kebaikan yang kita tebarkan akan kembali kepada kita, memperkaya jiwa dan kehidupan kita.