Barakallah Fii Umrik Perempuan: Menyelami Makna dan Refleksi Kehidupan
Simbol cahaya petunjuk dan harapan dalam kehidupan.
Ucapan Barakallah Fii Umrik, yang berarti "Semoga Allah memberkahi usiamu," bukanlah sekadar rangkaian kata yang diucapkan sebagai formalitas di hari pertambahan usia. Bagi seorang perempuan Muslimah, frasa ini membawa bobot spiritual dan makna reflektif yang mendalam. Ia adalah sebuah doa, pengingat, dan panggilan untuk evaluasi menyeluruh atas setiap detik yang telah dilalui dan yang akan dihadapi. Bertambahnya usia bukan hanya penambahan angka di KTP, melainkan penanda bahwa kita semakin dekat dengan akhir perjalanan, menjadikan setiap napas, setiap peran, dan setiap amal harus diisi dengan keberkahan yang maksimal.
Perjalanan hidup seorang perempuan, dari masa kanak-kanak hingga usia senja, adalah mozaik indah yang penuh dengan amanah dan peluang untuk meraih ridha Ilahi. Dalam konteks Barakallah Fii Umrik, fokusnya beralih dari perayaan sesaat menuju introspeksi: sudahkah usia ini dimanfaatkan untuk meningkatkan ketaatan, memperluas manfaat, dan memperkuat ikatan dengan Sang Pencipta? Artikel ini akan menelusuri secara komprehensif, pilar-pilar keberkahan dalam kehidupan seorang Muslimah, mengeksplorasi bagaimana usia menjadi modal utama untuk mencapai kesuksesan hakiki di dunia dan akhirat.
I. Hakikat Usia sebagai Amanah Ilahi
Dalam pandangan Islam, waktu atau usia (umr) adalah aset paling berharga yang diberikan Allah SWT. Ia tidak dapat dibeli kembali, diulang, atau disimpan. Usia yang diberkahi (barakah) adalah usia yang panjangnya diiringi oleh kualitas amal yang tinggi, bukan semata-mata kuantitas tahun yang dilewati. Keberkahan usia bagi seorang perempuan terletak pada kemampuannya mentransformasikan waktu fana menjadi investasi abadi.
A. Prinsip Muhasabah (Evaluasi Diri) yang Berkelanjutan
Setiap pertambahan usia adalah momen krusial untuk Muhasabah. Seorang perempuan yang diberkahi usianya akan duduk merenung, membandingkan lembaran hidupnya dari tahun ke tahun. Apakah kualitas shalatnya meningkat? Apakah interaksinya dengan Al-Qur'an semakin intensif? Apakah lisannya semakin terjaga dari ghibah dan perkataan sia-sia? Muhasabah ini harus menjadi proses harian, namun semakin terasa urgensinya saat menandai fase kehidupan baru.
Proses ini melibatkan empat komponen penting: pengakuan atas dosa dan kelalaian masa lalu, penyesalan yang tulus, tekad kuat untuk tidak mengulanginya, dan segera menggantinya dengan amal kebaikan yang lebih baik. Tanpa muhasabah yang jujur, usia bisa menjadi panjang namun kosong, layaknya bejana indah tanpa isi. Seorang Muslimah sejati menyadari bahwa setiap tahun yang berlalu adalah babak baru yang menuntut peningkatan standar ketakwaan.
B. Menghargai Waktu Fana dengan Visi Abadi
Waktu duniawi (dunia) adalah jembatan menuju kehidupan abadi (akhirat). Seorang perempuan dengan visi Barakallah Fii Umrik yang utuh akan melihat setiap aktivitas—mulai dari mendidik anak, melayani suami, bekerja profesional, hingga merawat rumah—sebagai potensi ladang pahala. Dia tidak membedakan antara ibadah ritual (seperti puasa dan shalat) dan ibadah sosial (seperti berbuat baik kepada tetangga atau bersedekah). Semua adalah rangkaian benang emas yang ditenun menjadi bekal akhirat.
Keberkahan usia mengajarkan disiplin waktu. Seorang perempuan yang sukses mengelola usianya adalah ia yang mampu memprioritaskan kewajiban (fardhu) di atas kesenangan (mubah), dan menjauhi hal-hal yang tidak bermanfaat (laghw). Ini memerlukan manajemen emosi dan spiritual yang kuat, terutama di era modern di mana gangguan (distraksi) sangat mudah merenggut fokus pada tujuan hakiki.
II. Pilar Keberkahan dalam Peran Muslimah
Keberkahan usia seorang perempuan terwujud nyata dalam peran-peran utama yang ia jalankan. Keberhasilan dalam menjalankan peran ini bukan diukur dari pengakuan manusia, melainkan dari konsistensi dan keikhlasan dalam mengaplikasikan ajaran agama dalam kesehariannya. Peran-peran ini saling berkaitan dan membentuk pribadi yang utuh.
A. Peran Sebagai Hamba Allah: Fondasi Utama Ketaatan
Peran paling mendasar seorang Muslimah adalah sebagai hamba Allah ('abidah). Tanpa fondasi ini, keberkahan pada peran lain akan rapuh. Bertambahnya usia harus berbanding lurus dengan peningkatan kualitas interaksi hamba dengan Khaliqnya.
1. Shalat dan Kekhusyu'an
Shalat adalah tiang agama. Keberkahan usia terlihat jelas pada cara seorang perempuan menjaga shalat lima waktunya. Apakah ia hanya menunaikan kewajiban, ataukah ia benar-benar mencari ketenangan dan komunikasi mendalam (munajat) di dalamnya? Seiring bertambahnya usia, seharusnya intensitas dan kualitas khusyu' semakin dalam. Ia mulai menyadari bahwa shalat adalah jeda damai dari hiruk pikuk dunia, tempat energi spiritualnya diisi ulang. Selain shalat wajib, ia juga menghidupkan shalat sunnah, seperti Dhuha, Tahajjud, dan Rawatib, sebagai bentuk investasi tambahan untuk mengisi pundi-pundi keberkahan usianya.
2. Kedekatan dengan Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah petunjuk hidup. Usia yang diberkahi adalah usia yang digunakan untuk membaca, memahami (tadabbur), dan mengamalkan ajaran Al-Qur'an. Ini bukan hanya tentang berapa juz yang telah dikhatamkan, melainkan seberapa dalam ayat-ayat itu membentuk karakter, keputusan, dan perilakunya. Bagi seorang perempuan yang sibuk, menemukan waktu sunyi untuk berinteraksi dengan Kalamullah adalah tanda kesungguhan dalam mencari keberkahan. Ia menjadikan Al-Qur'an sebagai penawar bagi hati yang gundah, dan sebagai peta jalan saat ia merasa tersesat dalam pilihan hidup.
3. Dzikir dan Syukur yang Tak Putus
Dzikir (mengingat Allah) adalah makanan ruhani. Perempuan yang bijak menggunakan usianya untuk membasahi lisan dan hatinya dengan dzikir. Rasa syukur (syukur) atas nikmat kesehatan, keluarga, rezeki, dan kesempatan beramal adalah kunci pembuka keberkahan. Ketika menghadapi ujian, ia tidak larut dalam keluh kesah, melainkan menyandarkan diri pada sabar (sabr) dan tetap melihat hikmah di balik kesulitan. Ini adalah tanda kematangan spiritual; mampu bersyukur di saat lapang dan bersabar di saat sempit, membuktikan bahwa ia telah benar-benar memahami hakikat ujian dan nikmat.
B. Peran Sebagai Istri dan Ibu: Madrasah Pertama
Sebagian besar keberkahan usia seorang perempuan Muslimah terikat pada perannya di dalam keluarga. Rumah tangga adalah madrasah pertama, dan ibu adalah guru utamanya. Tanggung jawab ini menuntut pengorbanan, kebijaksanaan, dan cinta tanpa batas. Barakallah Fii Umrik dalam konteks ini berarti keberhasilan dalam menakhodai bahtera keluarga menuju surga.
1. Keharmonisan dan Ketaatan pada Suami
Peran istri adalah peran yang mulia. Ketaatan kepada suami (selama tidak bertentangan dengan syariat) adalah jalan pintas menuju keridhaan Allah. Keberkahan usia tercermin dalam kemampuannya menciptakan ketenangan (sakinah), cinta (mawaddah), dan kasih sayang (rahmah) di dalam rumah. Ia adalah penasihat yang lembut, penenang saat badai, dan mitra yang mendukung visi akhirat suaminya. Manajemen konflik dengan hikmah, kesabaran dalam menghadapi kekurangan pasangan, dan menjaga kehormatan keluarga adalah ciri utama istri yang diberkahi usianya.
2. Mendidik Generasi Terbaik (Tarbiatul Aulad)
Jika ada peran yang paling menuntut keberkahan usia, itu adalah peran ibu. Ibu adalah arsitek jiwa anak-anaknya. Usia yang diberkahi dihabiskan untuk menanamkan tauhid yang murni, akhlak yang mulia, dan kecintaan pada ilmu. Pendidikan yang ia berikan tidak hanya terbatas pada pengetahuan akademis, tetapi mencakup pembentukan karakter, mengajarkan tanggung jawab, dan melatih kemandirian spiritual.
Seorang ibu yang bijak tahu bahwa ia tidak hanya mendidik anak untuk sukses di dunia, tetapi mendidik calon pemimpin umat yang akan menjadi amal jariyah (pahala yang terus mengalir) setelah ia tiada. Setiap suapan makanan, setiap cerita pengantar tidur, setiap teguran yang dilandasi cinta, adalah investasi keberkahan yang tak ternilai harganya. Ia menggunakan usianya untuk menjadi teladan nyata, bukan hanya pemberi perintah.
Siluet refleksi diri dan ketenangan batin dalam muhasabah.
III. Kematangan Spiritual: Mencari Istiqamah dan Tawakkal
Seiring bertambahnya usia, kedewasaan spiritual menjadi indikator utama keberkahan. Kematangan ini ditandai dengan dua sifat fundamental: Istiqamah (konsistensi) dan Tawakkal (penyerahan diri penuh kepada Allah).
A. Istiqamah dalam Kebaikan
Banyak orang memulai kebaikan dengan semangat membara, tetapi sedikit yang mampu mempertahankan momentum itu seumur hidup. Istiqamah berarti konsisten dalam melaksanakan amal shalih, meskipun sedikit, namun dilakukan secara berkelanjutan. Bagi seorang Muslimah, ini berarti menjaga kebiasaan baik seperti membaca satu lembar Al-Qur'an setiap hari, menjaga shalat Dhuha, atau rutin bersedekah, bahkan ketika kesibukan duniawi memuncak.
Keberkahan usia bukanlah tentang melakukan amal besar sesekali, melainkan tentang membangun kebiasaan kecil yang membentuk gunung pahala dari waktu ke waktu. Perempuan yang beristiqamah menyadari bahwa setan bekerja perlahan, merusak konsistensi sedikit demi sedikit. Oleh karena itu, ia terus menerus memperbaharui niat dan mencari lingkungan yang mendukung ketaatannya.
Istiqamah adalah jaminan bahwa usia yang kita miliki akan terus produktif secara spiritual, menjauhkan kita dari penyakit futur (lemah semangat) yang sering menyerang di tengah perjalanan hidup.
B. Tawakkal Penuh dalam Menghadapi Ujian
Bertambahnya usia seringkali diiringi dengan bertambahnya tanggung jawab dan kompleksitas masalah, baik kesehatan, ekonomi, maupun hubungan keluarga. Kematangan spiritual mengajarkan Tawakkal—penyerahan total kepada kehendak Allah setelah melakukan usaha maksimal (ikhtiar). Perempuan yang usianya diberkahi tidak mudah goyah oleh perubahan nasib. Ia meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana Ilahi yang sempurna, bahkan jika ia tidak mampu memahaminya saat ini.
Tawakkal memberikan kekuatan batin luar biasa. Ia mengikis kekhawatiran yang tidak perlu, mengurangi stres, dan membebaskannya dari belenggu hasil yang ia tidak bisa kendalikan. Ketika ia menghadapi kehilangan, sakit, atau kegagalan, ia kembali kepada Allah dengan hati yang tenang, mengetahui bahwa Dia adalah sebaik-baiknya Pelindung dan Penolong. Tawakkal adalah puncak dari keberkahan, karena ia mengubah penderitaan menjadi peningkatan derajat di sisi Allah.
IV. Kesehatan Holistik: Menjaga Wadah Keberkahan
Usia yang diberkahi harus didukung oleh kesehatan yang holistik. Kesehatan bukan hanya bebas dari penyakit fisik, melainkan keseimbangan antara jiwa, akal, dan raga. Seorang Muslimah yang bijak menggunakan usianya untuk merawat "wadah" amal ini agar mampu beribadah dan memberi manfaat dalam jangka waktu yang lebih lama.
A. Perawatan Jiwa: Tazkiyatun Nafs
Perawatan jiwa (Tazkiyatun Nafs) adalah upaya memurnikan hati dari sifat-sifat tercela (seperti iri, dengki, riya, sombong) dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji (seperti ikhlas, qanaah, husnudzon). Kualitas usia ditentukan oleh kualitas hati. Semakin bersih hati seorang perempuan, semakin damai hidupnya, dan semakin besar energi positif yang ia sebarkan kepada lingkungannya.
Tazkiyatun Nafs dilakukan melalui tiga langkah utama: Mujahadah (perjuangan melawan hawa nafsu), Murawah (pengawasan diri), dan Muhasabah (evaluasi). Proses ini berkelanjutan. Ia tahu bahwa penyakit hati tidak mengenal usia; bahkan di usia senja, godaan untuk riya atau ghibah tetap ada, sehingga ia harus senantiasa waspada dan memohon perlindungan Allah SWT.
B. Kesehatan Mental dan Emosional
Di tengah tekanan peran ganda—sebagai ibu, pekerja, dan pengurus rumah tangga—kesehatan mental sering terabaikan. Keberkahan usia juga berarti kemampuan mengelola stres, menetapkan batasan yang sehat (boundaries), dan mencari dukungan spiritual serta sosial ketika dibutuhkan. Seorang Muslimah yang matang menyadari bahwa ia tidak harus sempurna; ia mengizinkan dirinya merasa lelah, tetapi ia segera kembali mencari kekuatan melalui ibadah dan koneksi positif.
Ia menggunakan usianya untuk belajar memaafkan—bukan hanya orang lain, tetapi juga diri sendiri atas kesalahan masa lalu. Melepaskan beban dendam dan penyesalan adalah bagian penting dari menjaga kesehatan mental yang diberkahi. Dengan hati yang lapang, ia mampu fokus pada amal hari ini dan harapan untuk esok.
C. Menjaga Kesehatan Fisik
Tubuh adalah amanah. Menjaga kebugaran melalui pola makan yang halal dan baik (thayyib), olahraga teratur, dan istirahat yang cukup adalah bentuk syukur. Keberkahan dalam usia fisik memungkinkan seorang perempuan untuk lebih aktif dalam beribadah (misalnya, mampu berdiri lama saat shalat, mampu berpuasa sunnah, atau melakukan haji/umrah). Ia berinvestasi pada kesehatannya bukan karena obsesi kecantikan duniawi, melainkan agar ia dapat melayani keluarga dan Tuhannya dengan prima hingga usia lanjut.
V. Ekstensi Keberkahan: Kontribusi Sosial dan Ilmu
Usia yang diberkahi tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri dan keluarga inti, tetapi juga bagi masyarakat luas. Seorang Muslimah yang semakin dewasa seharusnya semakin luas jangkauan manfaatnya (nafi').
A. Ilmu dan Pembelajaran Sepanjang Hayat
Menuntut ilmu (thalabul 'ilmi) adalah kewajiban sejak buaian hingga liang lahat. Keberkahan usia diraih melalui semangat belajar yang tak pernah padam. Ini bisa berupa pendalaman ilmu agama (fiqih, hadits, tafsir), maupun pengembangan keterampilan profesional yang bermanfaat bagi umat.
Ilmu yang dipelajari harus diiringi dengan pengamalan. Perempuan yang diberkahi usianya tidak sekadar mengumpulkan informasi, tetapi menjadi agen perubahan, menggunakan ilmunya untuk mengatasi masalah dalam keluarga, komunitas, atau bahkan di ranah profesionalnya. Ia menjadi sumber referensi kebaikan dan hikmah.
B. Amal Jariyah dan Kontribusi Umat
Semakin bertambah usia, semakin mendesak kebutuhan untuk menanam Amal Jariyah (amal yang pahalanya terus mengalir). Ini adalah strategi keberkahan yang paling canggih. Seorang perempuan dapat menanam amal jariyah melalui banyak cara, seperti:
- Pendidikan: Mendidik anak-anak menjadi generasi shalih yang terus mendoakan orang tua.
- Sedekah Jariyah: Berkontribusi dalam pembangunan sarana ibadah, sekolah, atau sumur.
- Menyebarkan Ilmu Bermanfaat: Mengajarkan Al-Qur'an, berbagi keterampilan, atau menulis buku yang bermanfaat.
- Wakaf Produktif: Menanamkan harta di jalan Allah yang menghasilkan manfaat berkelanjutan.
Ia menyadari bahwa keberkahan usianya akan terus 'bekerja' bahkan setelah ia kembali kepada Allah, melalui jejak-jejak kebaikan yang ia tinggalkan di dunia.
Pohon kehidupan melambangkan pertumbuhan, akar yang kuat, dan jejak kebaikan.
VI. Mendalami Filosofi Syukur dan Sabar
Dua konsep kunci yang menjadi penentu keberkahan usia adalah Syukur (terhadap nikmat) dan Sabar (terhadap musibah). Kedua sifat ini adalah sayap spiritual yang membawa seorang perempuan terbang tinggi menuju keridhaan Ilahi, menjaga keseimbangan mental dan emosionalnya dari berbagai gejolak kehidupan yang pasti datang seiring bertambahnya usia.
A. Implementasi Syukur dalam Setiap Fase Hidup
Syukur bukanlah sekadar mengucapkan alhamdulillah; ia adalah pengakuan hati, ungkapan lisan, dan implementasi anggota badan. Seorang perempuan yang usianya diberkahi akan mengimplementasikan syukur dalam dimensi yang luas:
1. Syukur atas Kesehatan dan Kekuatan
Ia menggunakan mata untuk membaca Al-Qur'an, tangan untuk memberi, kaki untuk melangkah ke majelis ilmu, dan lidah untuk berdzikir, sebelum semua nikmat ini dicabut. Syukur fisik ini menghindarkannya dari keluhan yang berlebihan dan mendorongnya untuk memelihara tubuhnya dengan baik, menjadikannya sarana terbaik untuk beribadah.
2. Syukur atas Keluarga dan Ujian Hubungan
Syukur tidak hanya pada kebahagiaan keluarga, tetapi juga pada setiap gesekan dan ujian dalam hubungan. Ia bersyukur karena melalui ujian tersebut, ia belajar sabar, memaafkan, dan memperbaiki dirinya sendiri. Ia memandang suaminya, anak-anaknya, dan orang tuanya sebagai permata, meskipun ada kekurangan, karena mereka adalah ladang pahala terbesar baginya.
3. Syukur atas Kesempatan Bertaubat
Setiap hari yang baru adalah nikmat besar karena Allah memberinya kesempatan bertaubat dari dosa-dosa kemarin. Syukur atas kesempatan ini mendorongnya untuk segera beristighfar dan mengganti kesalahan dengan kebaikan, memastikan bahwa catatan amal hariannya selalu diakhiri dengan saldo positif.
B. Sabar sebagai Mahkota Kematangan
Sabar adalah menahan diri di saat cobaan pertama datang. Seiring bertambahnya usia, ujian yang dihadapi cenderung lebih berat, membutuhkan ketahanan spiritual yang lebih kuat. Sabar bagi seorang Muslimah bukan berarti pasif menerima nasib, tetapi aktif mencari pertolongan Allah sambil tetap berprasangka baik (husnudzon) kepada-Nya.
1. Sabar dalam Ketaatan (Sabar 'alal Tha'ah)
Ini adalah sabar dalam menjalankan kewajiban. Contohnya adalah bangun malam untuk Tahajjud di tengah kantuk yang mendera, atau menjaga hijab sempurna di tengah lingkungan yang permisif. Ini menunjukkan kualitas imannya yang tidak terpengaruh oleh kenyamanan diri.
2. Sabar dalam Menghindari Maksiat (Sabar 'anil Ma'shiyyah)
Semakin tua, godaan untuk berbuat maksiat mungkin berubah bentuk—dari godaan syahwat fisik menjadi godaan lisan (ghibah), harta (kikir), atau hati (riya). Keberkahan usia tercermin pada kemampuannya menahan diri dari godaan-godaan halus ini, menjaga kehormatan spiritualnya hingga akhir hayat.
3. Sabar dalam Menghadapi Takdir (Sabar 'alal Qadar)
Ini adalah sabar ketika kehilangan, sakit, atau kegagalan datang. Sabar ini disertai keyakinan bahwa Allah tidak akan membebani hamba-Nya melebihi batas kemampuannya, dan bahwa di balik setiap kesulitan, ada pelajaran berharga dan penggugur dosa.
VII. Menggapai Husnul Khatimah: Tujuan Akhir Keberkahan
Puncak dari doa Barakallah Fii Umrik adalah mendapatkan akhir yang baik (Husnul Khatimah). Semua upaya yang dilakukan—muhasabah, istiqamah, syukur, sabar, dan kontribusi sosial—adalah persiapan untuk momen penting ini. Seorang perempuan yang usianya diberkahi hidup dalam kesadaran bahwa setiap hari bisa menjadi hari terakhirnya.
A. Hidup dengan Kesadaran Kematian
Kesadaran akan kematian (dzikrul maut) bukanlah hal yang menakutkan, melainkan pendorong utama untuk beramal shalih. Ia memotivasi Muslimah untuk tidak menunda-nunda kebaikan dan segera memperbaiki hubungan yang rusak. Kesadaran ini membebaskannya dari perbudakan materi dan ego duniawi, karena ia tahu bahwa satu-satunya yang akan menemaninya di kubur hanyalah amal perbuatannya.
B. Mempersiapkan Wasiat dan Urusan Fiqih
Seiring bertambahnya usia, keberkahan juga mencakup penataan urusan dunia agar tidak menjadi beban bagi ahli waris. Ia memastikan bahwa semua hutang-piutang telah lunas, wasiat telah dituliskan dengan benar sesuai syariat, dan ia telah memohon maaf kepada siapa pun yang pernah ia zalimi. Kerapian urusan dunia ini mencerminkan ketenangan jiwa dan kesiapannya menghadap Allah.
Ia juga menggunakan usianya untuk memastikan bahwa ia meninggalkan warisan spiritual yang kuat: anak-anak yang shalih, sahabat-sahabat yang saling mengingatkan dalam kebaikan, dan jejak ilmu yang terus bermanfaat. Inilah esensi sejati dari Barakallah Fii Umrik, di mana usia yang diberikan menjadi jembatan kemuliaan yang kokoh.
***
Doa Penutup: Memohon Keberkahan Usia yang Sempurna
Ya Allah, limpahkanlah keberkahan yang hakiki atas usia hamba-Mu ini. Jadikanlah setiap tarikan napasnya sebagai dzikir, setiap langkahnya sebagai ibadah, dan setiap detik kehidupannya sebagai penambah timbangan kebaikan di sisi-Mu. Lindungilah ia dari usia yang panjang namun penuh kelalaian, dan jauhkanlah ia dari penyesalan di hari perhitungan.
Berkahilah ia dalam perannya sebagai hamba-Mu yang taat. Berkahilah lisannya agar senantiasa mengeluarkan kata-kata yang baik dan bermanfaat. Berkahilah matanya agar ia hanya melihat hal-hal yang Engkau ridhai. Berkahilah kedua tangannya agar selalu ringan memberi dan berbuat kebaikan. Berkahilah hatinya agar dipenuhi dengan keikhlasan, ketenangan, dan rasa syukur yang tiada henti.
Jadikanlah ia mata air kebaikan bagi keluarganya, penyejuk bagi suaminya, dan madrasah terbaik bagi anak-anaknya. Kuatkanlah ia untuk beristiqamah dalam menjalankan perintah-Mu, dan karuniakanlah kesabaran yang luas dalam menghadapi setiap takdir yang Engkau tetapkan.
Ya Rabb, jika usianya masih tersisa, jadikanlah sisa umurnya sebagai usia yang penuh manfaat dan taubat yang sempurna. Jika ajalnya telah dekat, wafatkanlah ia dalam keadaan terbaik dan termulia, dengan husnul khatimah. Terimalah amal ibadahnya, ampunilah segala kekhilafannya, dan masukkanlah ia ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang Engkau cintai dan yang berbahagia di Jannah-Mu yang tertinggi. Barakallah Fii Umrik.