Simbol Ilmu dan Kelulusan
Kata-kata yang diucapkan saat momen wisuda sering kali hanya bersifat seremonial, padahal, dalam tradisi Islam, setiap ucapan adalah doa. Ungkapan "Barakallah fii ilmi" (Semoga Allah memberkahi ilmumu) adalah salah satu doa terindah dan terlengkap yang dapat disampaikan kepada seorang lulusan. Ini bukan sekadar ucapan selamat atas perolehan gelar, melainkan permohonan agar ilmu yang telah diperoleh tidak hanya menjadi hiasan di dunia, tetapi juga bekal yang menyelamatkan di akhirat.
Untuk memahami kedalaman ucapan ini, kita harus memahami apa itu Barakah. Barakah (keberkahan) bukanlah sekadar peningkatan kuantitas. Seseorang mungkin memiliki banyak harta, waktu luang, atau ilmu, namun tanpa keberkahan, semua itu terasa kurang, cepat habis, atau bahkan membawa musibah. Keberkahan adalah bertambahnya kebaikan, kualitas, dan manfaat yang berlipat ganda dari sesuatu, meskipun jumlahnya sedikit.
Dalam konteks ilmu, keberkahan ilmu berarti:
Firman Allah SWT dalam QS. Al-Mujadilah [58]: 11: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Maka, ucapan Barakallah fii ilmi adalah permohonan agar ilmu yang diperoleh sang wisudawan tidak hanya mengangkat derajatnya di dunia (melalui karir dan posisi), tetapi yang jauh lebih utama, mengangkat derajatnya di sisi Allah SWT.
Dalam pandangan Islam, ilmu yang diucapkan dalam konteks wisuda (baik ilmu agama maupun ilmu dunia seperti teknik, kedokteran, atau ekonomi) harus dilihat sebagai jembatan menuju ibadah. Ilmu bukanlah tujuan akhir; ijazah hanyalah simbol formalitas bahwa seseorang telah memenuhi kualifikasi studi. Tujuan sesungguhnya adalah mengaplikasikan ilmu tersebut dalam rangka menjalankan fungsi kekhalifahan di bumi (Khalifatullah fil Ardh).
Ilmu yang tidak diiringi dengan keberkahan berpotensi menjadi bumerang. Ilmu tanpa akhlak akan melahirkan keangkuhan. Ilmu tanpa tanggung jawab sosial akan melahirkan individualisme dan eksploitasi. Ucapan Barakallah fii ilmi bertujuan untuk menjamin bahwa hasil studi bertransformasi dari sekadar data dan teori menjadi kebajikan (hikmah) dan perilaku yang lurus (adab).
Momen kelulusan sering disalahartikan sebagai akhir dari proses belajar. Padahal, wisuda adalah gerbang menuju medan pengabdian sesungguhnya. Ilmu yang berkah akan menuntut tujuh tanggung jawab utama dari pemiliknya.
Keberkahan ilmu sangat bergantung pada niat awal. Setelah wisuda, seringkali fokus bergeser dari mencari rida Allah menjadi mencari gaji, jabatan, atau pujian. Ilmu yang berkah menuntut pembaruan niat secara terus-menerus. Sang wisudawan harus meniatkan pekerjaannya, profesinya, dan aplikasinya sebagai ibadah.
Jika niat kembali lurus, setiap langkah, keringat, dan waktu yang dihabiskan untuk bekerja setelah wisuda akan tercatat sebagai ibadah yang pahalanya terus mengalir.
Ilmu ibarat pohon, dan pengamalan adalah buahnya. Ilmu yang menumpuk di kepala tanpa turun ke hati dan tangan adalah beban, bukan berkah. Rasulullah SAW berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmu yang berkah adalah yang segera diimplementasikan, baik dalam skala pribadi (memperbaiki shalat, menjaga lisan) maupun skala profesional (berbuat jujur, adil, dan profesional).
Zakat atas ilmu adalah mengajarkannya. Ilmu yang ditahan atau disembunyikan akan hilang keberkahannya. Tugas seorang lulusan adalah menjadi mercusuar di lingkungannya, membagikan keahlian, dan mencerahkan masyarakat. Penyebaran ilmu tidak harus selalu melalui mimbar akademik, tetapi bisa melalui:
Dunia bergerak cepat. Ilmu yang berkah harus dinamis. Ia harus mendorong pemiliknya untuk terus belajar (long life learning). Wisuda bukanlah garis akhir, melainkan pit stop untuk mengisi ulang semangat dan mulai meneliti atau mengkaji lebih dalam. Keberkahan ilmu terlihat ketika lulusan terus berinovasi, memperbarui metode, dan mencari solusi kreatif yang sesuai dengan ajaran Islam (tajdid).
Salah satu tanda terbesar ilmu yang berkah adalah kembalinya pemilik ilmu kepada adab (etika). Ilmu yang tinggi tanpa adab hanya akan melahirkan kesombongan intelektual. Etika dalam berinteraksi dengan orang yang lebih tua, lebih muda, guru, kolega, dan bahkan rival, adalah bukti nyata bahwa ilmu tersebut telah menyentuh hati. Orang yang berilmu berkah adalah orang yang paling tawadhu.
Adab adalah bejana. Jika bejana itu kotor (penuh kesombongan, iri, dan ghibah), maka ilmu yang diletakkan di dalamnya akan cepat basi dan hilang manfaatnya.
Ilmu yang berkah harus membawa dampak positif bagi umat (Khairunnas Anfauhum Linnas). Wisudawan dengan ilmu yang berkah tidak akan lari dari masalah sosial, kemiskinan, atau ketidakadilan. Sebaliknya, mereka menggunakan keahlian mereka untuk menjadi agen perubahan yang adil dan berintegritas. Ini adalah inti dari peran khalifah.
Semua pilar di atas berdiri di atas pondasi takwa. Ilmu yang paling berkah adalah ilmu yang meningkatkan ketakutan dan kepatuhan seseorang kepada Allah. Semakin banyak seseorang tahu tentang alam semesta, semakin ia menyadari keagungan Penciptanya. Semakin ia tahu tentang hukum, semakin ia takut melanggarnya.
Meskipun frasa dasarnya sudah indah, terdapat variasi yang dapat ditambahkan untuk memperkaya doa yang disampaikan saat wisuda. Setiap tambahan kata membawa fokus doa yang berbeda, namun tetap berpusat pada keberkahan ilmu.
Ucapan ini adalah yang paling mendasar, menekankan hubungan erat antara pengetahuan dan praktik:
Ilmu yang diperoleh di bangku kuliah harus dipertahankan sepanjang hayat. Doa ini menekankan aspek konsistensi (istiqamah):
Setelah wisuda, tantangan terbesar adalah manajemen waktu antara karir, keluarga, dan ibadah. Doa ini mencakup keberkahan dalam seluruh dimensi kehidupan setelah kelulusan:
Untuk lulusan fakultas agama atau pesantren, keberkahan ilmu memiliki tanggung jawab dakwah yang lebih spesifik:
Salah satu bahaya terbesar ilmu yang tidak berkah adalah fitnah harta, jabatan, dan popularitas yang menyertainya:
Ilmu Menuntut Keadilan dan Keseimbangan
Setelah mengenakan toga dan menerima ijazah, seorang lulusan Muslim tidak lagi bertindak sebagai individu yang terisolasi. Ia adalah agen sosial yang mengemban panji ilmu yang berkah. Peran ini diringkas dalam konsep khalifah (wakil Allah di bumi), yang menuntut tindakan nyata, bukan hanya teori.
Setiap ilmu spesialis yang dipelajari adalah alat untuk memerangi salah satu bentuk kebodohan atau kesulitan di masyarakat. Ilmu kedokteran memerangi kebodohan tentang kesehatan, ilmu ekonomi memerangi kebodohan tentang pengelolaan sumber daya, dan ilmu hukum memerangi kebodohan tentang keadilan.
Ilmu yang berkah adalah ilmu yang digunakan untuk memecahkan masalah lokal, bukan hanya mengutip teori-teori global. Tugas lulusan adalah mengadaptasi pengetahuannya agar relevan dengan kebutuhan umat. Ini berarti meninggalkan zona nyaman birokrasi dan turun langsung ke lapangan pengabdian.
Keberkahan ilmu menuntut integritas yang tinggi. Korupsi tidak hanya tentang uang, tetapi juga tentang korupsi intelektual: menggunakan ilmu untuk membenarkan kebatilan, memutarbalikkan fakta, atau menyalahgunakan keahlian demi kepentingan pribadi yang sempit. Ilmu yang berkah akan menjadi pagar yang melindungi pemiliknya dari praktik-praktik tercela ini.
Ketika seorang lulusan memilih jalur yang benar, meskipun gajinya kecil, keberkahan akan menyertainya. Rezeki yang sedikit namun berkah jauh lebih menenteramkan daripada harta melimpah yang haram atau syubhat.
Dakwah bil Hal (dakwah melalui perbuatan/teladan) adalah metode paling efektif bagi lulusan non-agama. Keahlian, profesionalisme, kejujuran, dan kualitas kerja seorang Muslim adalah dakwah yang paling kuat. Ketika masyarakat melihat seorang Muslim yang sukses dan berintegritas tinggi di bidangnya, mereka akan melihat keindahan Islam itu sendiri.
Tanggung jawab setelah wisuda adalah untuk memastikan bahwa ijazah Anda menjadi bukti komitmen Anda terhadap kualitas (Ihsan). Jika Anda seorang arsitek, bangunan Anda harus kokoh dan etis. Jika Anda seorang bankir, transaksi Anda harus transparan dan sesuai syariah. Jika Anda seorang diplomat, perkataan Anda harus jujur dan penuh hikmah.
Hadis Riwayat Muslim: “Sesungguhnya Allah menyukai jika salah seorang dari kamu mengerjakan sesuatu pekerjaan, agar dia mengerjakannya dengan itqan (profesional).”
Ilmu yang berkah menghasilkan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Seorang lulusan tidak boleh terlalu tenggelam dalam pencarian dunia hingga melupakan shalat dan kewajiban agama, namun ia juga tidak boleh meninggalkan tanggung jawab profesionalnya dengan alasan fokus ibadah (uzlah) jika ilmunya dibutuhkan umat. Keberkahan adalah kunci untuk menyeimbangkan keduanya dengan harmonis.
Keseimbangan ini mencakup:
Keberkahan bukanlah status permanen; ia harus terus diusahakan dan dipelihara. Setelah euforia wisuda mereda, proses pemeliharaan ilmu adalah jihad yang berkelanjutan. Bagaimana memastikan ilmu yang telah diperoleh tetap berkah hingga akhir hayat?
Lulusan yang berkah wajib melakukan muhasabah secara berkala. Bukan hanya muhasabah atas amal ibadah, tetapi juga muhasabah atas ilmu yang dimilikinya:
Muhasabah ini memastikan niat tidak bergeser dan mencegah ilmu berubah menjadi alat kesombongan. Kesombongan adalah penyakit yang paling cepat menghilangkan keberkahan ilmu.
Pepatah Arab mengatakan: "Ikatlah ilmu dengan tulisan." Ilmu yang berkah adalah ilmu yang terdokumentasi dan dapat diwariskan. Setelah wisuda, jadikan kebiasaan untuk mencatat pemikiran, refleksi, dan pengalaman profesional yang dapat menjadi pelajaran. Menulis adalah cara terbaik untuk mengkristalkan pemahaman dan memastikan ilmu tersebut menjadi amal jariyah yang terus mengalir pahalanya.
Bagian penting dari keberkahan ilmu adalah menjaga adab terhadap guru dan dosen yang telah membimbing. Meskipun telah lulus dan mungkin secara profesional lebih sukses daripada guru, seorang Muslim yang berkah tetap menjaga penghormatan yang tinggi.
Menjaga hubungan baik, mendoakan mereka, dan tidak mencela atau meremehkan ajaran mereka adalah kunci yang akan terus membuka pintu keberkahan ilmu. Keberkahan ilmu sering kali terkait erat dengan rida (keridaan) guru.
Ilmu yang sejati harus menghasilkan pembersihan jiwa (Tazkiyatun Nafs). Jika ilmu agama membuat seseorang menjadi lebih keras, mudah menghakimi, dan jauh dari kasih sayang, maka ilmu tersebut belum berkah. Sebaliknya, ilmu yang berkah menjadikan pemiliknya semakin lembut hati, pemaaf, dan penuh kebijaksanaan (hikmah) dalam menyikapi perbedaan.
Perjalanan setelah wisuda penuh dengan ranjau yang dapat merampas keberkahan ilmu. Mengenali ancaman ini adalah langkah awal untuk menjauhi mereka.
Lulusan dengan predikat terbaik seringkali rentan terhadap ujub (kagum terhadap diri sendiri) dan riya (pamer). Menggunakan gelar dan ilmu untuk merendahkan orang lain, atau beribadah karena ingin dilihat, akan menghancurkan pahala dan keberkahan yang telah dibangun bertahun-tahun.
Di dunia profesional, fanatisme bisa berupa penolakan terhadap ide baru atau kebenaran yang datang dari luar lingkup keilmuan sendiri. Di bidang agama, ia berbentuk penolakan terhadap pendapat ulama lain. Ilmu yang berkah adalah ilmu yang terbuka, menerima kebenaran dari mana pun datangnya, dan menghindari klaim kebenaran mutlak atas suatu pendapat yang masih dalam lingkup ijtihad.
Ketika obsesi terhadap karir dan kekayaan mengalahkan kewajiban dasar, keberkahan akan sirna. Ilmu yang seharusnya menjadi alat untuk beribadah, malah menjadi tujuan itu sendiri. Banyak yang merasa bahwa mereka "terlalu sibuk" untuk shalat di awal waktu atau mengurus zakat. Kesibukan seperti itu bukanlah tanda keberkahan, melainkan tanda kegagalan dalam manajemen prioritas spiritual.
Ilmu yang berkah akan selalu mengingatkan: Dunia adalah ladang, Akhirat adalah panen. Jangan sampai ladang yang kau garap begitu subur, namun tak ada benih untuk dipanen di hari perhitungan.
Seorang akuntan yang menggunakan ilmunya untuk menggelapkan pajak, seorang pengacara yang memenangkan perkara dengan memutarbalikkan fakta, atau seorang jurnalis yang menjual berita palsu demi rating — semua ini adalah contoh ilmu yang tidak berkah. Ilmu yang haram penggunaannya akan membawa laknat (jauh dari rahmat Allah), bukan barakah.
Tanda ilmu yang paling sehat adalah peningkatan rasa takut kepada Allah. Jika seseorang belajar tentang neraka, tetapi tetap berani berbuat maksiat; jika seseorang belajar tentang rezeki, tetapi tetap khawatir berlebihan hingga mengambil yang haram; ini menunjukkan bahwa ilmu itu hanya di tenggorokan, tidak turun ke hati. Ilmu yang berkah akan selalu menumbuhkan rasa malu dan takut kepada Sang Pemberi Ilmu.
Ketika kita mengucapkan "Barakallah fii ilmi" kepada seorang wisudawan, kita tidak hanya mengucapkan selamat, tetapi sedang menanamkan harapan besar. Harapan bahwa ilmu yang diperoleh akan menjadi cahaya yang menerangi kegelapan, menjadi obat bagi penyakit masyarakat, dan menjadi bekal bagi perjalanan panjang menuju akhirat.
Keberkahan ilmu adalah mahkota yang jauh lebih berharga dari gelar apapun. Keberkahan adalah jaminan bahwa usaha yang telah dicurahkan selama bertahun-tahun di bangku pendidikan akan menghasilkan buah yang manis, yang kebaikannya tak pernah putus (inqitha’).
Kepada para wisudawan, pintu pengabdian telah terbuka lebar. Bawalah ijazah Anda sebagai tanda kualifikasi, tetapi bawalah adab dan takwa sebagai perhiasan Anda. Gunakanlah ilmu itu untuk kebaikan, dan keberkahan Allah SWT akan selalu menyertai setiap langkah Anda.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan taufik dan hidayah-Nya. Aamiin Ya Rabbal 'Alamin.
Konsep keberkahan dalam ilmu harus dipahami sebagai investasi jangka panjang yang melampaui batas-batas duniawi. Ilmu yang tidak berkah, meskipun menghasilkan kekayaan, akan habis seiring kematian. Ilmu yang berkah, sebaliknya, adalah mata air yang mengalirkan pahala bahkan ketika pemiliknya sudah berada di alam barzah.
Salah satu manifestasi terbesar dari Barakallah fii ilmi adalah ilmu tersebut menjadi amal jariyah. Tiga jenis amal yang pahalanya terus mengalir adalah sedekah jariyah, anak saleh yang mendoakan, dan ilmu yang bermanfaat. Seorang lulusan harus secara sadar menargetkan agar ilmunya masuk dalam kategori ketiga ini.
Bagaimana ilmu spesialis menjadi jariyah? Melalui publikasi yang dapat diakses, penemuan yang digunakan untuk membantu umat, atau metode pengajaran yang diadopsi oleh generasi berikutnya. Setiap kali seseorang menggunakan ilmu yang Anda sebarkan (misalnya, software yang Anda buat, sistem manajemen yang Anda rancang, atau solusi medis yang Anda temukan), pahala akan terus bertambah.
Inilah puncak dari doa Barakallah fii ilmi. Kita memohon agar ilmu tersebut memiliki daya tahan abadi, tidak hanya relevan selama masa kerja, tetapi kekal manfaatnya.
Barakah seringkali berkaitan erat dengan al-qana'ah. Seseorang mungkin memiliki ilmu yang luar biasa dan menghasilkan pendapatan besar, tetapi jika hatinya tidak pernah merasa cukup, maka ilmu itu tidak berkah. Keberkahan mengajarkan kepuasan. Ia mengajarkan bahwa rezeki yang sedikit, jika halal dan memadai untuk kebutuhan, adalah lebih baik daripada rezeki yang berlimpah namun diwarnai kecemasan dan kerakusan.
Seorang lulusan yang berkah akan menggunakan ilmunya untuk memenuhi kebutuhan, bukan untuk memuaskan nafsu keserakahan. Ia tidak akan mengambil jalan pintas yang merusak etika hanya demi mengejar status sosial atau akumulasi harta. Kepuasan batin adalah termometer terbaik untuk mengukur keberkahan ilmu.
Ilmu yang berkah harus tercermin dalam hubungan sosial. Jika ilmu menjadikan seseorang keras kepala, sulit memaafkan, dan sombong dalam berinteraksi, ia kehilangan barakahnya. Ilmu sejati, baik ilmu agama maupun umum, harus menumbuhkan empati, kelembutan, dan rasa tanggung jawab terhadap orang-orang yang kurang beruntung.
Hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang di masyarakat adalah buah dari ilmu yang berkah, karena ilmu tersebut telah berhasil memurnikan hati pemiliknya.
Lulusan masa kini menghadapi tantangan yang berbeda dari generasi sebelumnya, terutama dalam hal kecepatan informasi, krisis kepercayaan, dan godaan materialisme yang ekstrem. Keberkahan ilmu harus menjadi perisai di tengah badai ini.
Di era digital, ilmu yang berkah adalah ilmu yang mampu menyaring kebenaran dari kepalsuan. Lulusan harus menggunakan metodologi ilmiah yang mereka pelajari (analisis kritis, verifikasi sumber) untuk melawan berita palsu (hoax) dan disinformasi.
Tanggung jawab seorang Muslim yang berilmu adalah memastikan bahwa informasi yang ia sebarkan, baik di dunia nyata maupun media sosial, adalah valid dan bermanfaat. Menyebarkan kebodohan atau kebencian, meskipun di balik nama besar akademik, adalah cara tercepat menghilangkan barakah dari ilmu.
Ilmu yang berkah menempatkan lulusan pada posisi kepemimpinan yang adil. Kepemimpinan di sini tidak hanya terbatas pada posisi manajerial tertinggi, tetapi juga kepemimpinan dalam keluarga, komunitas, dan proyek kerja. Seorang pemimpin yang berkah adalah yang mengutamakan moralitas, mendengarkan saran, dan menggunakan kekuasaannya untuk melayani, bukan menguasai.
Kualitas kepemimpinan yang dihasilkan oleh ilmu yang berkah mencakup:
Di tengah globalisasi, ilmu yang berkah adalah yang mampu berinteraksi dengan dunia Barat dan Timur tanpa kehilangan identitas keislaman. Ini berarti menguasai ilmu pengetahuan modern (fisika, teknologi, ekonomi) tetapi tetap berpegang teguh pada tauhid dan etika syariah dalam penerapannya.
Seorang insinyur Muslim yang berkah akan merancang teknologi yang tidak merusak moral. Seorang ekonom Muslim yang berkah akan membangun sistem yang bebas dari riba dan ketidakadilan struktural. Ilmu mereka menjadi cahaya yang menunjukkan bahwa modernitas dan nilai-nilai spiritual dapat berjalan beriringan.
Kita kembali pada inti dari doa wisuda: Barakallah fii ilmi. Doa ini adalah janji untuk terus berjuang. Para ulama terdahulu mengajarkan bahwa jika kita meminta berkah pada ilmu, kita harus bersiap menempuh jalan yang sulit, karena keberkahan hanya didapat melalui kesabaran dan ketaatan yang berkesinambungan.
Rasa syukur adalah magnet keberkahan. Lulusan harus terus bersyukur kepada Allah atas kesempatan belajar, kesehatan, dan fasilitas yang memungkinkan mereka menyelesaikan studi. Syukur atas ilmu diwujudkan dengan menggunakannya sebaik mungkin, tidak menyia-nyiakannya, dan terus menambah bekal pengetahuan.
Ketika ilmu yang dimiliki digunakan untuk mengajarkan kebaikan, ia dapat berfungsi sebagai penebus dosa. Setiap kesulitan yang dialami dalam proses pengamalan ilmu—tekanan kerja, kritikan, atau kegagalan—jika disikapi dengan sabar, dapat mengangkat derajat dan membersihkan dosa.
Semoga Allah menjadikan ilmu yang telah diperoleh ini sebagai mata air yang tak pernah kering, yang mengalirkan kebaikan bagi diri sendiri, keluarga, umat, hingga menjadi saksi yang memberatkan timbangan amal di hari Kiamat.
Doa yang Penting Bagi Pencari Ilmu: "Ya Allah, tambahkanlah kepadaku ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima."
Ini adalah penutup sempurna bagi perjalanan akademik. Bukan sekadar gelar, tetapi ilmu yang diterima, rezeki yang baik yang dihasilkan darinya, dan amal yang diterima sebagai puncak pengabdian. Semoga para wisudawan diberikan keberkahan dalam seluruh aspek ilmu mereka.
Lulusan yang berilmu berkah memahami konsep tawakal dengan benar. Tawakal (berserah diri) bukanlah berarti pasif, melainkan bekerja keras dengan ilmu yang dimiliki, setelah itu hasilnya diserahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Ilmu memberikan kita peta jalan untuk berusaha secara optimal dan profesional, namun keberkahan memberikan keyakinan bahwa hasil terbaik adalah ketetapan-Nya. Tanpa tawakal, ilmu bisa menjadi sumber stres dan kekecewaan.
Setiap disiplin ilmu, dari kosmologi hingga biologi, harusnya berfungsi sebagai alat untuk mengenal Allah (ma’rifatullah). Semakin mendalam seseorang mempelajari kompleksitas suatu bidang, semakin ia takjub pada desain Sang Pencipta. Ilmu yang berkah akan mengubah laboratorium menjadi mihrab (tempat ibadah), dan ruang rapat menjadi majelis zikir (mengingat Allah).
Contohnya, seorang ahli biologi yang mempelajari kerumitan DNA akan bersaksi atas kesempurnaan ciptaan. Seorang fisikawan yang memahami hukum alam akan bersaksi atas kekuasaan yang mutlak. Inilah ilmu yang berkah: yang mendorong pemiliknya dari kesadaran duniawi menuju kesadaran Ilahi.
Ilmu memiliki kehormatan yang harus dijaga. Kehormatan ilmu dijaga dengan tidak merendahkan ilmu itu sendiri, tidak menjualnya untuk harga yang murah, dan tidak menggunakannya untuk menipu atau mengelabui orang lain. Seorang lulusan harus menjaga marwah (wibawa) ilmunya dengan integritas tinggi, meskipun menghadapi tekanan finansial atau politik. Kehormatan ilmu adalah cerminan dari keberkahan yang menyertainya.
Ini mencakup menjauhi:
Dengan memegang teguh prinsip-prinsip ini, doa Barakallah fii ilmi akan menjadi kenyataan, menjadikan setiap wisudawan sebagai pilar umat yang kokoh dan berintegritas tinggi, menyambungkan ilmu di dunia dengan kebahagiaan abadi di Jannah.
Langkah awal setelah wisuda adalah langkah yang paling krusial dalam menentukan arah keberkahan ilmu yang telah diperoleh. Kesalahan dalam melangkah di awal karier atau pengabdian dapat memudarkan cahaya ilmu dengan cepat.
Para ulama selalu menekankan tiga poin utama bagi para penuntut ilmu yang telah menyelesaikan masa studinya:
Ilmu adalah samudera tak bertepi. Rasa puas diri adalah musuh ilmu. Lulusan harus menanamkan dalam dirinya bahwa ia baru saja lulus dari tahap dasar dan kini memasuki tahap praktisi. Lulusan harus memiliki agenda studi mandiri yang jelas, baik itu membaca kitab-kitab klasik, jurnal ilmiah terbaru, atau mengambil kursus lanjutan di bidang spesialisasi.
Islam menganjurkan keunggulan (ihsan) dalam setiap pekerjaan. Ilmu yang berkah menuntut pengamalan yang profesional dan mendalam. Fokuskan energi untuk menjadi yang terbaik dan paling jujur di bidang yang telah dipelajari. Jangan menjadi profesional yang biasa-biasa saja atau medioker, karena itu berarti menyia-nyiakan investasi ilmu yang telah ditanamkan.
Lingkaran ilmu pertama adalah rumah, keluarga, dan masjid di sekitar tempat tinggal. Seringkali, ilmu yang tinggi justru membuat seseorang lupa mengaplikasikan pengetahuan itu untuk memperbaiki dirinya sendiri, keluarganya, atau tetangganya. Ilmu yang paling berkah adalah yang mampu menertibkan urusan pribadi dan domestik sebelum mencoba menertibkan dunia.
Oleh karena itu, ketika Anda menerima ucapan Barakallah fii ilmi, terimalah itu sebagai pengingat abadi bahwa jalan ilmu adalah jalan menuju Allah, dan keberkahan adalah bahan bakar utamanya. Semoga Allah menjadikan seluruh ilmu yang tertuang dalam ijazah Anda sebagai pemberat timbangan kebaikan Anda di akhirat kelak.