Menjelajahi peran strategis, struktur organisasi, dan kontribusi vital Bappenas dalam merancang masa depan bangsa yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, yang lebih dikenal sebagai Bappenas, bukanlah sekadar sebuah lembaga teknis pemerintahan. Ia adalah pusat pemikiran strategis, arsitek utama yang merangkai visi jangka panjang bangsa, serta simpul koordinasi yang memastikan semua upaya pembangunan di Indonesia bergerak secara sinergis, terukur, dan terarah. Eksistensi Bappenas mencerminkan keyakinan fundamental bahwa kemajuan suatu negara tidak dapat dicapai tanpa perencanaan yang matang, berbasis data, dan partisipatif.
Perencanaan pembangunan yang dilakukan oleh Bappenas bersifat komprehensif, mencakup dimensi ekonomi, sosial, lingkungan, dan tata kelola pemerintahan. Lembaga ini bertugas menjembatani ambisi politik jangka pendek dengan kebutuhan struktural jangka panjang, memastikan bahwa setiap proyek dan kebijakan yang dijalankan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) serta pemerintah daerah selaras dengan tujuan nasional yang telah ditetapkan dalam dokumen utama, seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Tugas inti Bappenas meliputi penyusunan rencana, pengendalian pelaksanaan, serta evaluasi hasil pembangunan. Dalam konteks ini, Bappenas memainkan peran ganda: sebagai think tank yang menghasilkan ide-ide inovatif dan sebagai regulator yang menjaga disiplin fiskal dan programatik antar sektor. Tanpa peran sentral Bappenas, pembangunan nasional berisiko terfragmentasi, tidak efisien, dan gagal mencapai dampak transformasional yang diharapkan masyarakat.
Sejarah perencanaan pembangunan di Indonesia telah melalui transformasi signifikan, menyesuaikan diri dengan dinamika politik, ekonomi global, dan tantangan domestik. Bappenas mewarisi tradisi perencanaan yang kuat, yang terus diperkuat melalui kerangka hukum modern. Landasan utama kerja Bappenas saat ini diatur oleh Undang-Undang tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). SPPN menekankan empat pendekatan utama dalam perencanaan: politik, teknokratik, partisipatif, dan top-down & bottom-up.
Pendekatan teknokratik adalah wilayah vital Bappenas, di mana perencanaan didasarkan pada kajian ilmiah, analisis data, dan proyeksi yang kredibel. Ini memastikan bahwa rencana yang dihasilkan realistis dan dapat dipertanggungjawabkan secara metodologis. Sementara itu, pendekatan partisipatif menuntut Bappenas untuk melibatkan seluruh pemangku kepentingan—masyarakat sipil, sektor swasta, akademisi, dan pemerintah daerah—melalui mekanisme seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), sebuah proses tahunan yang menjadi tulang punggung legitimasi rencana pembangunan.
SPPN membentuk hierarki dokumen perencanaan yang saling terkait dan mengikat seluruh tingkatan pemerintahan. Hierarki ini menciptakan konsistensi dari visi tertinggi hingga program kerja tahunan di tingkat operasional. Dokumen-dokumen utama tersebut adalah:
Keterikatan antara perencanaan dan penganggaran (PP) adalah salah satu prinsip utama yang dijaga ketat oleh Bappenas. Hal ini memastikan bahwa rencana yang ambisius didukung oleh alokasi sumber daya finansial yang memadai dan tepat sasaran. Bappenas berkolaborasi erat dengan Kementerian Keuangan untuk memastikan perencanaan tidak hanya sekadar daftar keinginan, tetapi peta jalan yang didanai secara realistis.
Gambar: Hierarki dan Keterkaitan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional.
Untuk melaksanakan mandat yang kompleks, Bappenas diorganisasi menjadi berbagai unit kerja fungsional yang dikenal sebagai Kedeputian (Deputi Bidang). Setiap Kedeputian memiliki fokus tematik spesifik, mencerminkan dimensi multidimensi pembangunan. Struktur ini memastikan bahwa perencanaan dilakukan secara holistik—tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada pemerataan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan penguatan kelembagaan.
Setiap Deputi dipimpin oleh seorang pejabat eselon I yang bertanggung jawab atas koordinasi perencanaan di sektornya masing-masing. Pembagian tugas ini adalah mekanisme utama Bappenas untuk mengintegrasikan isu-isu lintas sektor yang seringkali tumpang tindih. Berikut adalah beberapa bidang strategis yang ditangani:
Fokus utama adalah pada kebijakan makroekonomi, pertumbuhan sektoral (pertanian, industri, perdagangan), investasi, dan iklim usaha. Deputi ini merancang strategi untuk meningkatkan daya saing bangsa di pasar global, memastikan stabilitas moneter dan fiskal, serta mendorong hilirisasi sumber daya alam. Perencanaan di bidang ekonomi harus selalu adaptif terhadap perubahan global, termasuk dinamika rantai pasok dan digitalisasi industri.
Tugas spesifik mencakup proyeksi pertumbuhan PDB, analisis inflasi, penyusunan peta jalan investasi asing dan domestik, serta pengembangan kerangka kerja untuk reformasi regulasi yang mendukung kemudahan berusaha. Deputi ini adalah garda terdepan dalam merumuskan target-target ekonomi ambisius yang menjadi tulang punggung RPJMN.
Bidang ini menangani aspek sosial pembangunan, termasuk pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, perlindungan sosial, dan pemberdayaan masyarakat. Perencanaan di bidang ini sangat penting karena kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah penentu daya saing jangka panjang Indonesia. Fokusnya bukan hanya pada akses, tetapi juga kualitas layanan publik.
Program-program strategis yang dikoordinasikan meliputi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), penurunan angka stunting, peningkatan kualitas pendidikan vokasi, serta penguatan sistem jaminan sosial nasional. Deputi ini berperan besar dalam mendorong pembangunan yang inklusif dan mengurangi ketimpangan antar wilayah.
Bertanggung jawab atas perencanaan infrastruktur nasional, mulai dari transportasi (darat, laut, udara), energi, telekomunikasi, hingga sumber daya air dan permukiman. Peran Deputi ini sangat krusial dalam mendukung konektivitas ekonomi dan pemerataan pembangunan di seluruh kepulauan Indonesia.
Pekerjaannya melibatkan pemetaan kebutuhan infrastruktur mendesak, sinkronisasi perencanaan tata ruang, serta pemanfaatan skema pembiayaan non-APBN, seperti Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Deputi Sarana dan Prasarana harus memastikan bahwa proyek infrastruktur besar didasarkan pada studi kelayakan yang kuat dan memberikan dampak ekonomi regional yang maksimal.
Ini adalah fungsi yang menghubungkan perencanaan (planning) dengan penganggaran (budgeting) dan pembiayaan (financing). Deputi ini bertugas mencari dan merancang skema pembiayaan inovatif untuk mendanai program-program prioritas nasional yang tidak sepenuhnya dapat ditanggung oleh APBN, termasuk pinjaman luar negeri, obligasi hijau, dan pembiayaan campuran (blended finance).
Koordinasi dengan donor internasional, lembaga multilateral (seperti Bank Dunia dan ADB), serta sektor swasta menjadi bagian integral dari tugasnya. Peran ini memastikan bahwa kendala fiskal tidak menjadi penghalang tercapainya target pembangunan, terutama dalam proyek-proyek padat modal dan berjangka panjang.
Sangat vital bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, Deputi ini merencanakan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya kelautan, kehutanan, pertambangan, dan energi terbarukan. Fokusnya adalah menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan konservasi lingkungan dan mitigasi dampak perubahan iklim.
Peran utamanya adalah merumuskan kebijakan ekonomi biru, memastikan pengelolaan hutan dan lahan gambut yang berkelanjutan, serta memfasilitasi transisi energi dari fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT). Deputi ini juga mengawal implementasi agenda Pembangunan Rendah Karbon (PRK) sebagai bagian dari komitmen internasional Indonesia.
Deputi ini fokus pada perencanaan spasial dan kewilayahan, memastikan bahwa rencana nasional terintegrasi dengan kebutuhan spesifik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ini melibatkan sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah dengan perencanaan tata ruang wilayah (RTRW).
Salah satu tugas terpentingnya adalah mengurangi ketimpangan antarwilayah, khususnya antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), melalui pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri Strategis. Koordinasi Deputi ini adalah kunci keberhasilan pendekatan bottom-up dalam SPPN.
Penyusunan dokumen perencanaan di Bappenas melalui siklus yang ketat dan berulang, dirancang untuk menghasilkan rencana yang solid, legitimate, dan akuntabel. Proses ini dikenal sebagai siklus Musrenbang yang didukung oleh analisis teknokratik mendalam.
Tahap awal melibatkan analisis mendalam terhadap capaian pembangunan sebelumnya, identifikasi masalah struktural, dan proyeksi tren global dan domestik. Bappenas menggunakan model ekonometri, big data, dan kajian sektoral untuk membangun skenario masa depan. Ini adalah tahap di mana tujuan jangka panjang, seperti Visi Indonesia Emas, mulai diterjemahkan menjadi sasaran kuantitatif yang terukur.
Berdasarkan hasil analisis, Bappenas menyusun rancangan awal RPJMN atau RKP. Rancangan ini berisikan kerangka sasaran makro, prioritas pembangunan nasional, dan program-program strategis lintas sektor. Dokumen ini menjadi dasar diskusi internal dan lintas Kementerian/Lembaga.
Musrenbang adalah mekanisme partisipatif yang unik di Indonesia. Proses ini dimulai dari tingkat desa/kelurahan, berlanjut ke kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan puncaknya adalah Musrenbang Nasional yang diselenggarakan oleh Bappenas. Tujuan Musrenbang adalah:
Integrasi usulan Musrenbang ke dalam dokumen perencanaan Bappenas memerlukan proses filterisasi yang ketat, memastikan bahwa usulan yang diakomodasi memiliki dampak strategis dan selaras dengan kerangka pendanaan nasional.
Tahap paling menantang dalam proses Bappenas adalah sinkronisasi. Karena setiap K/L cenderung memiliki prioritas sektornya sendiri, Bappenas berfungsi sebagai arbiter dan integrator. Bappenas memastikan tidak ada tumpang tindih program dan bahwa semua kegiatan K/L berkontribusi pada satu sasaran nasional yang sama. Ini dilakukan melalui rapat koordinasi tingkat tinggi dan desk sinkronisasi teknis.
Setelah melalui proses politis dan teknokratis, dokumen perencanaan (RPJMN atau RKP) ditetapkan melalui Peraturan Presiden. Setelah ditetapkan, dokumen ini bersifat mengikat, menjadi pedoman resmi bagi seluruh instansi pemerintah dalam menyusun anggarannya.
Dalam perkembangannya, Bappenas terus menyesuaikan fokus kerjanya untuk menjawab tantangan global dan domestik yang semakin kompleks, mulai dari perubahan iklim hingga revolusi digital. Beberapa agenda strategis menjadi prioritas utama yang harus diintegrasikan dalam setiap dokumen perencanaan.
Indonesia memiliki komitmen ambisius dalam Perjanjian Paris. Bappenas telah memelopori integrasi Pembangunan Rendah Karbon (PRK) ke dalam RPJMN, memastikan bahwa upaya mencapai target pembangunan diiringi oleh penurunan emisi gas rumah kaca. PRK menjadi pendekatan baru di mana pembangunan ekonomi dan upaya mitigasi iklim berjalan beriringan.
Ekonomi hijau dalam konteks perencanaan Bappenas tidak hanya berarti mengurangi polusi, tetapi juga menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru berbasis energi terbarukan, efisiensi sumber daya, dan pengembangan bioekonomi. Hal ini menuntut pergeseran paradigma investasi dari yang ekstraktif menjadi restoratif dan sirkular.
Bappenas adalah koordinator nasional implementasi 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Peran Bappenas adalah memetakan dan menyinkronkan target-target SDGs dengan program prioritas nasional, memastikan bahwa pembangunan di Indonesia tidak meninggalkan siapapun (no one left behind). Ini mencakup isu kesetaraan gender, air bersih dan sanitasi, serta kemitraan global.
Laporan berkala tentang capaian SDGs menjadi tanggung jawab Bappenas, yang memerlukan kerja sama data yang erat dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan kementerian teknis lainnya. Integrasi SDGs ini memastikan pembangunan Indonesia memiliki relevansi dan akuntabilitas global.
Proyek pemindahan ibu kota ke Nusantara (IKN) merupakan salah satu proyek perencanaan terbesar dalam sejarah modern Indonesia. Bappenas berperan sentral dalam penyusunan Rencana Induk IKN, yang mencakup aspek tata ruang, pembangunan infrastruktur, ekonomi, dan tata kelola pemerintahan. IKN dirancang sebagai kota berkelanjutan, cerdas, dan inklusif, menjadi percontohan bagi perencanaan pembangunan wilayah di masa depan.
Peran Bappenas di sini adalah memastikan pembiayaan IKN tidak mengganggu pembiayaan program prioritas nasional lainnya, serta mengawal pembangunan IKN sesuai konsep Forest City dan Smart City yang telah ditetapkan.
Kualitas pelaksanaan rencana sangat bergantung pada kualitas birokrasi. Bappenas turut merencanakan reformasi tata kelola pemerintahan, termasuk digitalisasi layanan publik, penyederhanaan regulasi (de-regulasi), dan peningkatan efisiensi belanja publik. Perencanaan ini berorientasi pada hasil (result-oriented budgeting), menggeser fokus dari input kegiatan menjadi output dan outcome yang terukur.
Mencapai target pembangunan nasional yang holistik memerlukan lebih dari sekadar alokasi anggaran; ia membutuhkan sinergi antar-sektor yang kompleks. Bappenas bertindak sebagai orkestrator yang memastikan berbagai kementerian, yang seringkali memiliki fokus sektoral yang sempit, bekerja menuju sasaran makro yang sama. Sinergi ini diwujudkan melalui mekanisme teknis yang sangat rinci.
Salah satu tantangan terbesar pembangunan di Indonesia adalah disparitas antarwilayah. Rencana sektoral (misalnya, pembangunan jalan tol oleh PUPR atau pengembangan sekolah oleh Kemendikbud) harus terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang disusun oleh Deputi Bidang Regional dan Sektor. Bappenas memastikan bahwa investasi besar dilakukan di lokasi yang memiliki potensi pertumbuhan optimal dan sesuai dengan peruntukan ruang, sehingga mencegah pemborosan dan konflik pemanfaatan lahan.
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota juga harus melalui proses validasi kesesuaian dengan RPJMN. Mekanisme ini memastikan bahwa dana transfer daerah (DTK) dari pusat digunakan untuk mendukung program prioritas nasional, seperti pengentasan kemiskinan ekstrem atau peningkatan konektivitas logistik. Jika perencanaan daerah tidak sinkron dengan pusat, Bappenas berhak memberikan rekomendasi penyesuaian.
Perencanaan yang baik harus diimbangi dengan pelaksanaan yang terkontrol dan dievaluasi secara objektif. Bappenas memiliki fungsi Pengendalian dan Evaluasi (Dalwas) yang sangat vital. Fungsi ini tidak hanya menilai penyerapan anggaran, tetapi yang lebih penting, menilai pencapaian outcome dan impact dari program-program pembangunan.
Bappenas mengembangkan Sistem Pemantauan dan Pelaporan (SPPR) yang wajib diisi oleh seluruh K/L. Data dari SPPR ini kemudian diolah untuk menghasilkan Laporan Kinerja Pembangunan Nasional berkala. Evaluasi ini bersifat kritis; jika suatu program menunjukkan hasil yang tidak efektif, Bappenas dapat merekomendasikan realokasi anggaran atau perubahan strategi di tahun berikutnya. Ini adalah jantung dari perencanaan berbasis bukti (evidence-based planning).
Selain evaluasi tahunan, Bappenas juga melakukan evaluasi paruh waktu terhadap RPJMN untuk mengidentifikasi keberhasilan dan kegagalan yang mungkin memerlukan penyesuaian strategis di sisa periode lima tahun. Proses ini adalah cerminan dari prinsip perencanaan yang adaptif dan responsif terhadap perubahan kondisi di lapangan.
Dengan keterbatasan kapasitas APBN, Bappenas semakin giat merancang strategi pembiayaan inovatif, yang dikoordinasikan oleh Deputi Pendanaan Pembangunan. Strategi ini meliputi:
Pendekatan ini menunjukkan bahwa Bappenas tidak hanya fokus pada belanja, tetapi juga pada bagaimana menarik sumber daya eksternal untuk mempercepat pembangunan, sambil tetap menjaga risiko fiskal berada pada tingkat yang aman.
Visi jangka panjang Indonesia Emas bertumpu pada keberhasilan memanfaatkan bonus demografi. Perencanaan di Bappenas pada sektor Sumber Daya Manusia (SDM) memiliki kedalaman yang ekstrem, tidak hanya sekadar membangun sekolah, tetapi merancang ekosistem SDM yang kompetitif, adaptif, dan berdaya saing global.
Bappenas mendorong perubahan kurikulum agar selaras dengan kebutuhan industri 4.0 dan Society 5.0. Ini termasuk perencanaan revitalisasi pendidikan vokasi, menjamin adanya keterkaitan dan kesepadanan (link and match) antara lulusan lembaga pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja. Perencanaan ini melibatkan proyeksi kebutuhan tenaga kerja di sektor-sektor kunci seperti digital, energi terbarukan, dan manufaktur berteknologi tinggi.
Selain itu, perencanaan SDM juga mencakup peningkatan kapasitas riset dan inovasi. Bappenas merumuskan kebijakan insentif untuk mendorong kolaborasi antara lembaga penelitian, universitas, dan sektor swasta, memastikan hasil riset dapat dikomersialkan dan berkontribusi langsung pada peningkatan daya saing bangsa.
Perencanaan kesehatan Bappenas tidak hanya bersifat kuratif (pengobatan) tetapi sangat fokus pada upaya promotif dan preventif. Prioritas diberikan pada penanganan penyakit menular dan tidak menular yang memiliki beban ekonomi tinggi, serta investasi pada kesehatan ibu dan anak, termasuk program percepatan penurunan stunting. Stunting, sebagai indikator kegagalan pembangunan manusia, menjadi salah satu target utama yang diintegrasikan dalam berbagai program lintas K/L (kesehatan, sanitasi, ketahanan pangan).
Peran Bappenas juga krusial dalam merencanakan keberlanjutan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), memastikan cakupan universal dan kualitas layanan yang adil di seluruh wilayah, termasuk di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Dalam perencanaan pengentasan kemiskinan, Bappenas menerapkan pendekatan multidimensi. Program tidak hanya berupa bantuan tunai, tetapi juga intervensi berbasis aset, peningkatan akses ke modal usaha mikro, dan pelatihan keterampilan. Bappenas memimpin koordinasi untuk menargetkan kemiskinan ekstrem melalui penajaman basis data terpadu (BDT) dan sinkronisasi program di tingkat pusat dan daerah. Pendekatan ini menuntut K/L bekerja secara terpadu, dari sektor perumahan, pangan, hingga pendidikan.
Sebagai arsitek pembangunan, Bappenas menghadapi tantangan internal dan eksternal yang terus berkembang. Tantangan terbesar adalah bagaimana mempertahankan relevansi perencanaan di tengah tekanan politik jangka pendek dan disrupsi teknologi yang cepat.
Meskipun memiliki rencana yang sangat baik, tantangan nyata sering muncul dalam fase implementasi. Fenomena 'siloisasi' di K/L, di mana setiap kementerian cenderung fokus hanya pada sektornya sendiri, dapat menghambat sinergi. Bappenas terus memperkuat mekanisme koordinasi dan pengendalian untuk membongkar silo ini, mendorong pendekatan tematik, holistik, integratif, dan spasial (THIS) dalam semua program pembangunan.
Bappenas berada di garis depan reformasi digital melalui pengembangan Sistem Informasi Pembangunan Nasional (SIPPN). Tujuannya adalah menciptakan satu sumber data tunggal (single source of truth) untuk perencanaan dan penganggaran, sehingga menghilangkan duplikasi data dan mempercepat proses pengambilan keputusan. Digitalisasi juga diharapkan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pemantauan pelaksanaan program.
Mengingat Indonesia adalah negara yang rentan terhadap bencana alam dan krisis global (pandemi, geopolitik), Bappenas harus mengintegrasikan manajemen risiko dan resiliensi ke dalam perencanaan pembangunan. Ini berarti setiap proyek infrastruktur harus mempertimbangkan aspek ketahanan bencana, dan kebijakan ekonomi harus memiliki bantalan untuk menghadapi guncangan eksternal. Konsep ‘Membangun Kembali dengan Lebih Baik’ (Build Back Better) setelah bencana menjadi standar perencanaan yang diterapkan.
Menuju masa depan, Bappenas bertransformasi menjadi lembaga yang lebih proaktif, prediktif, dan adaptif—sering disebut sebagai Bappenas 4.0. Transformasi ini meliputi:
Peran Badan Perencanaan Pembangunan Nasional jauh melampaui tugas administratif belaka. Bappenas adalah lokomotif intelektual dan koordinator strategis yang menentukan ke mana arah pembangunan bangsa bergerak. Melalui kerangka RPJPN, RPJMN, dan RKP, Bappenas memastikan bahwa setiap langkah yang diambil oleh pemerintah, baik di pusat maupun daerah, adalah bagian dari strategi besar untuk mencapai cita-cita kemakmuran dan keadilan sosial.
Di bawah kompleksitas tugas yang meliputi integrasi isu ekonomi, sosial, lingkungan, dan tata kelola, Bappenas terus berupaya menjadi lembaga yang responsif, inovatif, dan berintegritas. Keberhasilan mewujudkan Visi Indonesia Emas, yang bercita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara maju dan berpendapatan tinggi, sangat bergantung pada kualitas perencanaan yang dihasilkan oleh Bappenas dan kedisiplinan kolektif seluruh pemangku kepentingan dalam mengimplementasikannya. Kehadiran Bappenas menjamin bahwa pembangunan nasional adalah proses yang berkelanjutan, terencana, dan didukung oleh landasan ilmiah yang kuat.
Dalam konteks penguatan kapasitas kelembagaan, Bappenas juga memegang peran dalam transfer pengetahuan dan peningkatan kompetensi perencana di daerah. Melalui pelatihan dan asistensi teknis, Bappenas memastikan bahwa metodologi perencanaan yang canggih di tingkat pusat dapat diadopsi dan diterapkan secara efektif di tingkat regional. Ini adalah bagian dari upaya desentralisasi perencanaan, di mana daerah didorong untuk menjadi agen pembangunan yang mandiri namun tetap selaras dengan tujuan nasional.
Konsolidasi program penanggulangan kemiskinan menjadi contoh konkret dari kompleksitas kerja Bappenas. Untuk mencapai target nol persen kemiskinan ekstrem, Bappenas tidak hanya merencanakan anggaran untuk bantuan sosial, tetapi juga merancang integrasi program ketersediaan pangan, infrastruktur dasar (seperti akses air bersih dan sanitasi), serta pelatihan kewirausahaan. Hal ini memerlukan koordinasi intensif dengan setidaknya sepuluh kementerian/lembaga berbeda, memastikan bahwa intervensi yang diberikan kepada rumah tangga miskin bersifat komplementer dan tidak tumpang tindih.
Lebih lanjut, dalam merespons isu perubahan iklim yang semakin mendesak, Bappenas telah merumuskan kebijakan yang menekankan pada investasi di sektor-sektor yang memiliki potensi emisi rendah. Misalnya, perencanaan pengembangan transportasi publik massal di perkotaan besar, investasi pada teknologi penangkapan karbon, dan insentif fiskal untuk industri hijau. Rencana aksi ini diwujudkan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang memuat indikator kinerja yang spesifik terkait penurunan intensitas karbon, yang harus dicapai oleh setiap K/L terkait.
Kesimpulannya, Bappenas adalah mata rantai krusial yang menghubungkan cita-cita luhur bangsa dengan tindakan nyata di lapangan. Ia adalah penjaga konsistensi, penyaring program, dan pemandu arah pembangunan. Kualitas masa depan Indonesia adalah cerminan langsung dari kualitas perencanaan yang saat ini dirumuskan di bawah payung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.