Bakmi Siantar Abi bukan sekadar hidangan mie; ini adalah warisan kuliner yang melintasi batas geografis dan budaya. Rasanya yang khas, kaya akan minyak babi yang harum, potongan daging chasiu yang manis gurih, dan mie kenyal yang otentik, menjadikannya ikon kuliner yang tak lekang oleh waktu, terutama di kawasan Sumatera Utara.
Bakmi Siantar, seperti banyak kuliner Tionghoa-Indonesia lainnya, adalah hasil dari akulturasi yang indah. Ia lahir dari perpaduan tradisi memasak leluhur suku Hakka atau Khek di Tiongkok Selatan, yang kemudian diadaptasi menggunakan bahan lokal Indonesia, khususnya di kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.
Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, gelombang migrasi besar dari Tiongkok Selatan membawa serta keterampilan dan resep. Pematangsiantar, sebagai kota yang strategis di jalur perdagangan perkebunan, menjadi rumah bagi komunitas Tionghoa yang kuat. Mereka membawa resep mie, namun bahan-bahan lokal memaksa adanya penyesuaian. Di sinilah identitas Bakmi Siantar terbentuk—lebih kaya rempah dan lebih fokus pada minyak bumbu (lard oil/minyak babi) dibandingkan mie di wilayah lain di Jawa.
Nama 'Abi' yang melekat pada bakmi ini seringkali merujuk pada generasi penerus atau panggilan kehormatan dalam bahasa Hokkien atau Hakka yang menyiratkan keahlian dan warisan. Bakmi Siantar Abi mewakili puncak dari keahlian ini, di mana resep dipertahankan secara ketat dan proses memasak dilakukan dengan dedikasi tinggi.
Filosofi utama Bakmi Siantar terletak pada "Hao Wei Dao", rasa yang benar-benar baik, yang dicapai melalui keseimbangan tekstur (kekenyalan mie), aroma (minyak bumbu yang wangi), dan rasa (manis, asin, umami). Bakmi ini tidak mengandalkan kuah sebagai penentu rasa utama, melainkan pada mie yang sudah terlumuri bumbu secara sempurna sebelum disajikan.
Untuk memahami mengapa Bakmi Siantar Abi begitu istimewa, kita harus membedahnya menjadi empat komponen kunci. Setiap komponen membutuhkan proses yang rumit dan presisi yang konsisten. Kunci 5000 kata terletak pada detail di setiap pilar ini.
Mie yang digunakan dalam Bakmi Siantar otentik bukanlah mie instan atau mie basah biasa. Ini adalah mie telur alkali yang dibuat dengan perbandingan tepung terigu protein tinggi dan telur yang sangat spesifik, sering kali ditambahkan air abu (larutan kalium karbonat dan natrium karbonat) untuk menciptakan kekenyalan yang unik—dikenal sebagai tekstur "Q" atau "QQ". Kekenyalan ini memastikan mie tidak mudah lembek saat dicampur dengan minyak panas.
Proses pembuatannya dimulai dari pemilihan tepung terigu dengan kadar protein minimal 12-14%. Protein tinggi diperlukan untuk membentuk jaringan gluten yang kuat. Penambahan air abu memainkan peran vital. Air abu meningkatkan pH adonan (menjadi basa), yang pada gilirannya:
Setelah adonan diuleni (proses yang harus intensif, seringkali menggunakan mesin penggiling ganda untuk menciptakan lapisan adonan yang padat), mie dipotong tipis dan segera dibalur dengan sedikit tepung jagung atau tapioka agar tidak lengket. Kualitas mie ini adalah penentu 40% dari keseluruhan pengalaman. Jika mie terlalu lembut, ia akan menyerap bumbu terlalu cepat dan menjadi benyek. Jika terlalu keras, ia tidak akan menyerap rasa sama sekali.
Merebus mie ini memerlukan perhatian khusus. Air harus mendidih secara menggelora. Mie dimasukkan, dan karena mie ini padat, waktu perebusan harus singkat, biasanya antara 60 hingga 90 detik. Tujuannya adalah mencapai al dente atau tingkat kematangan yang sedikit mentah di tengah (yang akan matang sepenuhnya oleh panas residual). Setelah direbus, mie segera diangkat dan disiram air dingin untuk menghentikan proses memasak, menjaga kekenyalan, lalu segera dimasukkan ke dalam bumbu dasar.
Inilah roh dari Bakmi Siantar Abi. Perbedaan utama Bakmi Siantar dibandingkan Bakmi Jakarta atau Bandung adalah penggunaan minyak babi (lard oil) yang sangat superior, yang berfungsi tidak hanya sebagai pelumas tetapi juga sebagai pembawa rasa (flavor carrier) yang intens.
Minyak babi tidak bisa sekadar dipanaskan. Harus melalui proses rendering yang lambat dan hati-hati. Lemak babi (biasanya dari bagian perut atau punggung yang tebal) dipotong dadu kecil dan dipanaskan dengan api sangat kecil. Proses ini memakan waktu berjam-jam. Pemanasan lambat memastikan semua kelembaban menguap, meninggalkan minyak murni yang jernih dengan titik asap tinggi dan aroma yang kaya.
Produk sampingan dari proses ini adalah "cui gao" atau kulit babi kriuk (pork lard cracklings), yang harus dimasak hingga berwarna cokelat keemasan gelap, memberikan tekstur renyah dan rasa umami panggang yang mendalam. Minyak yang dihasilkan harus dicampur segera dengan bawang putih yang dicincang halus dan digoreng perlahan (garlic oil infusion).
Kombinasi ini, yang disebut Minyak Bumbu Dasar, harus dibuat setiap hari. Minyak ini mengandung lapisan rasa:
Di dasar mangkuk, sebelum mie dimasukkan, terdapat campuran cairan bumbu yang kompleks. Campuran ini terdiri dari:
Topping adalah identitas visual dan tekstural Bakmi Siantar. Biasanya terdiri dari dua jenis daging babi utama: Chasiu (daging panggang merah) dan daging babi cincang manis gurih. Keseimbangan antara keduanya adalah wajib.
Chasiu (atau Char Siu) adalah daging babi panggang yang dimarinasi. Di Siantar, chasiu cenderung memiliki lapisan rasa yang lebih kompleks dan tekstur yang lebih juicy dibandingkan chasiu pada umumnya.
Marinasi Chasiu memerlukan waktu minimal 24 jam dan menggunakan perpaduan:
Komponen kedua adalah daging babi cincang yang dimasak dengan saus kental kecokelatan. Proses pembuatannya menyerupai bumbu zha jiang (bumbu mie Tiongkok Utara), tetapi dimodifikasi dengan kecap manis khas Indonesia dan bawang merah yang lebih dominan. Daging cincang ini harus dimasak hingga hampir kering dan berminyak, sehingga saat diletakkan di atas mie, ia memberikan lapisan rasa umami-manis yang kaya. Kontras antara tekstur chasiu yang kenyal-lembut dengan daging cincang yang lembut adalah kunci kepuasan.
Untuk varian non-halal, daging ayam (biasanya paha) diolah dengan teknik yang serupa, tetapi seringkali dicampur dengan jahe dan bawang bombay untuk menggantikan kedalaman rasa lemak babi.
Walaupun Bakmi Siantar Abi adalah mie kering (tanpa kuah utama), kuah kaldu pendamping adalah penyeimbang dan pembersih lidah yang esensial. Kuah ini tidak boleh terlalu kuat, karena tugasnya adalah mendampingi, bukan mendominasi.
Kuah yang otentik dibuat dari tulang babi (atau tulang ayam kampung) yang direbus minimal 8 hingga 12 jam. Tulang harus dicuci bersih dan direbus sebentar (blanching) untuk menghilangkan kotoran. Kemudian, tulang direbus kembali dengan api sangat kecil (simmering), bersama dengan:
Kuah ini disajikan terpisah, seringkali dengan taburan daun bawang dan sawi. Setelah menyantap beberapa suap mie yang kaya bumbu, menyeruput kuah bening berfungsi sebagai jeda rasa (palate cleanser), mempersiapkan lidah untuk menikmati suapan mie berikutnya dengan intensitas yang sama. Ini adalah interaksi yang sangat disengaja dalam pengalaman menikmati Bakmi Siantar Abi.
Kecepatan dan presisi adalah kunci. Seorang peracik Bakmi Siantar Abi harus mampu mengatur suhu, waktu, dan urutan pencampuran bahan dalam hitungan detik. Proses ini bukan hanya memasak, tetapi sebuah ritual yang diwariskan.
Mangkok kosong adalah kanvasnya. Di dasar mangkok, juru masak menuangkan bumbu dasar, yang harus dipersiapkan dalam takaran yang telah diukur sebelumnya:
Peracik akan menggunakan sumpit untuk mengaduk bumbu di dasar mangkuk seolah-olah menciptakan emulsi rasa, sebelum mie masuk. Langkah ini sangat penting; bumbu harus berinteraksi secara homogen.
Sawi hijau (caisim) yang digunakan harus renyah, tidak lembek. Sawi direbus bersamaan dengan mie atau segera setelahnya, namun waktunya harus lebih singkat, hanya sekitar 20-30 detik. Sawi segera didinginkan untuk mempertahankan warna hijau cerah dan tekstur kriuknya.
Terkadang, Bakmi Siantar juga menambahkan tauge. Tauge, dengan kandungan air yang tinggi, hanya perlu disiram air panas mendidih. Perebusan tauge yang berlebihan akan merusak tekstur renyah dan malah melepaskan terlalu banyak air, yang dapat mencairkan bumbu mie di mangkok.
Setelah mie diletakkan di atas bumbu dan diaduk cepat menggunakan sumpit panjang (proses pengadukan di mangkok harus cepat dan merata, ini disebut tossing), topping diletakkan secara artistik:
Meskipun resep inti Bakmi Siantar Abi dijaga dengan ketat, ada beberapa variasi dalam cara penyajian dan pelengkap yang esensial untuk pengalaman bersantap yang lengkap.
Varian Bakmi Siantar Abi yang paling populer adalah mie kering (dicampur bumbu di mangkok). Namun, bagi sebagian penikmat, varian mie kuah juga ditawarkan. Dalam mie kuah, mie disajikan bersama kuah kaldu bening dalam satu mangkuk besar. Namun, penekanan rasa harus tetap berasal dari minyak bumbu yang mengendap di dasar, bukan semata-mata dari kaldu.
Mie Kering: Filosofinya adalah konsentrasi. Setiap untaian mie harus dilapisi minyak bumbu secara menyeluruh. Ini menghasilkan rasa yang sangat kuat, pedas (jika ditambah sambal), dan sangat gurih.
Mie Kuah: Filosofinya adalah kehangatan dan kelembutan. Kaldu yang melimpah melarutkan sebagian minyak bumbu, membuat rasa lebih merata dan ringan. Ini cocok untuk pagi hari atau bagi mereka yang menghindari intensitas rasa yang terlalu pekat.
Tidak ada Bakmi Siantar yang lengkap tanpa pelengkap, yang disajikan di meja untuk disesuaikan selera pelanggan. Tiga pelengkap ini wajib ada:
Penggunaan pelengkap ini harus dilakukan secara strategis. Sambal dan acar tidak boleh ditambahkan terlalu awal, karena dapat membasahi mie dan merusak tekstur. Penambahan dilakukan bertahap setelah mencicipi rasa dasar. Ini adalah interaksi pribadi antara penikmat dan hidangan.
Untuk benar-benar menghargai kedalaman Bakmi Siantar Abi, kita perlu menyelami lebih dalam aspek teknis dan mikrobiologi yang terjadi dalam setiap langkah proses masak. Keahlian ini adalah yang membedakan penjual mie biasa dengan legenda kuliner.
Mari kita kembali ke minyak bumbu, elemen yang paling sulit ditiru. Kualitas minyak babi yang dirender sangat bergantung pada suhu. Suhu ideal untuk rendering adalah sekitar 180°C hingga 190°C. Jika terlalu tinggi, lemak akan terbakar (rasa gosong). Jika terlalu rendah, prosesnya akan sangat lambat dan minyak yang dihasilkan akan mudah tengik. Abi, atau juru masak yang memegang resep ini, memiliki intuisi yang diasah selama puluhan tahun untuk mengetahui kapan titik leleh lemak babi telah mencapai kesempurnaan.
Beberapa resep rahasia Bakmi Siantar menambahkan sedikit daun salam atau daun jeruk saat proses rendering. Tujuannya adalah melepaskan senyawa antioksidan alami yang membantu menjaga kestabilan minyak lebih lama, mencegah oksidasi, dan menambah sedikit aroma herba yang samar-samar, memperkaya profil rasa keseluruhan.
Daging cincang (biasanya daging babi giling atau campuran babi dan ayam) dimasak dalam saus yang kental. Saus ini harus memiliki konsistensi yang tepat: cukup kental untuk menempel pada mie tetapi tidak terlalu kering. Kunci kentalnya adalah pati tapioka atau maizena yang dilarutkan dalam kaldu dingin dan dituang perlahan pada tahap akhir pemasakan.
Bumbu utama saus ini, selain kecap manis dan bawang, seringkali melibatkan fermentasi kedelai seperti tauco. Penggunaan tauco memberikan rasa umami fermentasi yang asam-manis-asin yang sangat kompleks, jauh lebih mendalam daripada hanya menggunakan kecap asin biasa.
Proses ini dapat dipecah menjadi tahapan:
Pengalaman Bakmi Siantar Abi adalah studi tentang kontras tekstur, sebuah prinsip dasar masakan Tionghoa.
Bakmi Siantar Abi tidak hanya eksis dalam ruang kuliner, tetapi juga sebagai bagian penting dari ekonomi lokal dan identitas budaya. Warung bakmi seperti ini sering menjadi pusat komunal, tempat pertemuan, dan penanda stabilitas tradisi.
Resep Bakmi Siantar seringkali merupakan rahasia keluarga yang dijaga ketat, diturunkan dari generasi ke generasi. Transmisi ini jarang tertulis; ia adalah pengetahuan yang ditanamkan melalui praktik berulang, mengandalkan indra:
Usaha Bakmi Siantar sering kali merupakan bisnis kecil hingga menengah yang independen. Mereka mengandalkan rantai pasok lokal: petani sawi, pemasok daging, dan pabrik mie rumahan. Keberadaan Bakmi Siantar Abi membantu menopang ekonomi mikro di sekitarnya, memastikan kualitas bahan baku tetap tinggi karena permintaan akan keaslian rasa.
Fenomena antrean panjang di Bakmi Siantar Abi yang terkenal menunjukkan bahwa konsumen bersedia membayar lebih untuk kualitas dan otentisitas, mendorong para pelaku usaha untuk terus berpegangan pada tradisi, meskipun bahan baku berkualitas tinggi memerlukan biaya yang lebih besar.
Dalam lanskap kuliner Indonesia yang terus berubah, Bakmi Siantar Abi menghadapi tantangan modernitas. Bagaimana ia mempertahankan relevansinya tanpa mengorbankan akar tradisionalnya?
Meskipun resep inti dijaga, beberapa adaptasi dilakukan, terutama dalam hal kesehatan dan pilihan menu. Misalnya, menawarkan opsi mie gandum utuh atau mie sayuran untuk memenuhi permintaan konsumen yang lebih sadar kesehatan. Namun, adaptasi ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menghilangkan esensi rasa Bakmi Siantar. Inovasi biasanya terbatas pada penambahan topping, seperti irisan bebek panggang atau telur rebus yang direndam dalam kecap (telur ‘pindang’ Tiongkok), bukan mengubah komposisi dasar bumbu.
Perbedaan mendasar antara Bakmi Siantar Abi dan varian regional lainnya sangat jelas dan kembali pada filosofi minyak bumbu:
Bakmi Jakarta (atau Bakmi Bangka) cenderung lebih polos, sering menggunakan ayam rebus atau ayam kecap cincang sebagai topping, dan mengandalkan kuah ayam yang lebih kuat. Minyaknya biasanya adalah minyak ayam, yang aromanya lebih ringan dibandingkan minyak babi Siantar. Bakmi Jakarta juga sering menggunakan sawi dan jamur lebih banyak.
Cwie Mie Malang fokus pada mie yang sangat tipis dan topping ayam suwir kering dengan taburan pangsit goreng yang masif. Cwie Mie seringkali lebih ‘ringan’ dan ‘kering’ di mulut, sedangkan Bakmi Siantar Abi lebih ‘berat’ dan ‘kaya’ karena intensitas minyak bumbu basahnya.
Bakmi Goreng adalah hidangan tumisan di wajan besar. Bakmi Siantar, bahkan dalam varian keringnya, sama sekali tidak melibatkan proses penggorengan akhir. Bumbu dicampur oleh panas mie rebus dan minyak panas, bukan oleh panas api wajan.
Perbedaan ini menegaskan bahwa Bakmi Siantar Abi memiliki kategori rasa tersendiri—sebuah kategori yang menuntut penggunaan minyak hewani berkualitas tinggi dan pengolahan topping yang intensif untuk mencapai kedalaman rasa yang tiada duanya.
Fenomena rasa gurih yang mendalam pada Bakmi Siantar Abi dapat dijelaskan secara ilmiah melalui interaksi senyawa umami (glutamat) yang terkandung dalam bahan-bahannya.
Rasa umami yang intens pada bakmi ini tidak hanya berasal dari penyedap buatan (jika digunakan), tetapi dari sumber alami:
Keseimbangan rasa adalah tantangan terbesar. Kecap asin memberikan rasa asin dan umami. Madu/maltose pada chasiu dan kecap manis pada daging cincang memberikan rasa manis. Jika perbandingan ini sedikit saja meleset, hidangan bisa terasa terlalu dominan manis atau terlalu asin.
Pada Bakmi Siantar Abi yang sempurna, rasa manis hanya berfungsi sebagai latar belakang yang memperkuat gurihnya umami, sementara rasa asin berfungsi sebagai penetralisir minyak, menghasilkan rasa akhir yang bulat dan seimbang.
Menyantap hidangan ini adalah sebuah pengalaman yang melibatkan semua indra, dan ada ritual tak tertulis yang diikuti oleh para penikmat sejati.
Dalam budaya Tionghoa, menyeruput mie dengan suara adalah tanda kenikmatan. Di warung Bakmi Siantar Abi, suara seruputan mie adalah musik. Ini menunjukkan bahwa mie memiliki suhu dan kekenyalan yang pas, serta bumbu yang menyatu dengan sempurna.
Bakmi Siantar Abi adalah representasi sempurna dari dedikasi terhadap tradisi kuliner. Ia bukan sekadar makanan cepat saji, melainkan sebuah mahakarya rasa yang membutuhkan jam kerja, pemahaman mendalam tentang bahan, dan keahlian turun-temurun. Dari kekenyalan mie yang sempurna (Q), kehangatan dan keharuman minyak babi yang dirender perlahan, hingga kompleksitas rasa chasiu yang manis dan gurih, setiap komponen bersekutu untuk menciptakan pengalaman yang tak terlupakan.
Warisan Abi terletak pada komitmennya untuk tidak berkompromi terhadap kualitas, menjadikannya standar emas bagi semua hidangan mie di Sumatera Utara. Selama esensi dari empat pilarnya—mie Q, minyak bumbu superior, topping kompleks, dan kuah kaldu jernih—terus dijaga, Bakmi Siantar Abi akan terus menjadi kebanggaan kuliner yang abadi.
Menyantap Bakmi Siantar Abi adalah melakukan perjalanan kembali ke masa lalu, menghormati sejarah migrasi, dan merayakan keragaman rasa yang kaya di Indonesia. Ini adalah hidangan yang menceritakan sebuah kisah, satu suapan penuh rasa, tekstur, dan nostalgia. Ini adalah Bakmi Siantar yang sesungguhnya.
Dalam setiap gigitan Bakmi Siantar Abi, terdapat filosofi kuliner yang mendalam, berakar pada konsep Tionghoa tentang Yin dan Yang, diterapkan pada rasa dan tekstur. Keseimbangan ini adalah rahasia mengapa hidangan ini tidak pernah terasa ‘berat’ meskipun menggunakan lemak babi yang intens.
Dalam konteks bakmi, keseimbangan dicapai melalui:
Kecap asin yang digunakan oleh Bakmi Siantar Abi otentik seringkali adalah hasil fermentasi alami selama berbulan-bulan, terkadang bertahun-tahun. Proses fermentasi yang lama ini, yang melibatkan jamur Aspergillus oryzae, memecah protein kedelai menjadi asam amino bebas (glutamat), gula, dan alkohol dalam jumlah kecil.
Kecap asin tradisional ini memiliki kedalaman rasa umami yang jauh lebih kompleks dan beraroma kayu-kayuan yang tidak ditemukan pada kecap asin yang dibuat melalui hidrolisis kimia cepat. Penggunaan kecap premium ini adalah investasi rasa, menjamin bahwa bahkan elemen yang tampak sederhana—seperti asin—memiliki lapisan-lapisan rasa tersendiri.
Kualitas Bakmi Siantar Abi dijamin oleh penguasaan suhu dan waktu yang ketat. Koki yang ahli dapat memasak empat hingga enam porsi mie sekaligus tanpa kehilangan kualitas sedikit pun.
Minyak bumbu dasar harus dijaga tetap hangat, tetapi tidak mendidih, di samping stasiun kerja. Jika minyak terlalu dingin, ia akan membeku cepat saat dicampur dengan mie, membuat rasa menjadi ‘lumpuh’ dan lengket. Jika terlalu panas, ia akan membakar bumbu dasar di mangkok. Suhu idealnya adalah sekitar 60-70°C, cukup untuk melelehkan lemak, melepaskan aroma, dan melapisi mie.
Setelah mie diangkat dari air mendidih, mie harus berada di dalam mangkok dan diaduk dengan bumbu kurang dari 15 detik. Keterlambatan akan menyebabkan dua masalah:
Peracik Bakmi Siantar Abi yang ahli menggunakan gerakan sumpit yang ritmis dan kuat, memastikan bumbu di dasar mangkuk terangkat ke atas dan merata sempurna. Ini adalah tarian singkat yang menentukan kesuksesan hidangan.
Di luar bumbu dasar, terdapat rempah-rempah yang digunakan dalam jumlah sangat kecil, namun memiliki dampak besar pada aroma dan rasa keseluruhan Bakmi Siantar Abi.
Dalam beberapa resep Tionghoa Hakka otentik, sedikit serpihan kulit jeruk kering (Chenpi) ditambahkan ke dalam bumbu daging cincang. Chenpi memberikan aroma citrus yang pahit dan sedikit pedas, yang membantu memotong rasa lemak yang terlalu berlebihan. Penggunaannya harus sangat sedikit, hanya sebatas aroma samar, bukan rasa dominan.
Meskipun Bakmi Siantar tidak sekuat kari, beberapa juru masak menambahkan sedikit bubuk ketumbar dan jintan yang disangrai ke dalam marinasi chasiu atau bumbu daging cincang. Rempah-rempah ini memberikan dimensi hangat dan sedikit aroma rempah Indonesia yang membedakannya dari mie Tionghoa murni.
Rempah-rempah ini adalah bukti dari akulturasi. Ketika resep Tiongkok tiba di Sumatera Utara, mereka bertemu dengan gudang rempah lokal, dan terjadi pernikahan rasa yang disengaja, menciptakan profil rasa yang unik bagi Bakmi Siantar.
Meskipun Bakmi Siantar Abi dikenal karena kekayaan lemaknya, penikmat sejati memahami bagaimana menyeimbangkan santapan ini.
Lemak adalah sumber energi utama dan pembawa rasa yang vital, namun konsumen modern sering mencari opsi yang lebih ringan. Beberapa konsumen meminta porsi minyak bumbu yang dikurangi, atau meminta penambahan kuah yang lebih banyak untuk melarutkan sebagian lemak. Namun, juru masak Bakmi Siantar Abi sering berargumen bahwa pengurangan lemak yang signifikan akan merusak keaslian dan intensitas rasa yang menjadi ciri khasnya.
Kehadiran sawi hijau dan tauge bukan hanya untuk tekstur. Mereka menyediakan serat dan nutrisi mikro yang menyeimbangkan karbohidrat padat dari mie dan protein/lemak dari topping. Toge, khususnya, kaya akan vitamin C dan antioksidan, yang menambah dimensi kesehatan pada hidangan yang kaya ini.
Kesempurnaan nutrisi dalam Bakmi Siantar Abi, secara tradisional, terletak pada pemenuhan energi maksimal. Makanan ini dirancang untuk memberikan tenaga yang cukup bagi pekerja perkebunan dan pedagang, menjadikannya hidangan yang padat kalori namun seimbang secara makronutrien (karbohidrat, protein, lemak).
Bahkan iklim Sumatera Utara yang panas dan lembab mempengaruhi kualitas Bakmi Siantar Abi.
Karena kelembaban tinggi, adonan mie harus diolah dengan kandungan air yang lebih sedikit dibandingkan di daerah beriklim kering. Jika adonan terlalu lembab, mie akan cepat basi dan lengket. Juru masak harus menyesuaikan rasio tepung dan air setiap hari, tergantung pada kondisi atmosfer. Kontrol mikro terhadap kekerasan adonan ini adalah kunci untuk mencapai tekstur 'Q' yang konsisten.
Minyak bumbu dan cui gao sangat rentan terhadap oksidasi dalam iklim tropis. Oleh karena itu, penting bahwa Bakmi Siantar Abi otentik selalu memproduksi minyak dan topping setiap hari dalam jumlah kecil. Penyimpanan yang tepat, jauh dari cahaya matahari dan panas, adalah ritual harian yang memastikan aroma tetap segar dan tidak berbau tengik.
Kepatuhan terhadap detail-detail operasional inilah yang mengangkat Bakmi Siantar Abi dari sekadar warung mie menjadi sebuah institusi kuliner.