Anafilaksis Syok Adalah: Panduan Lengkap Mengenai Reaksi Alergi Paling Berbahaya
Anafilaksis syok adalah kondisi darurat medis yang mengancam jiwa, ditandai dengan reaksi alergi yang parah dan terjadi secara tiba-tiba di seluruh tubuh. Kondisi ini timbul ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap suatu zat yang biasanya tidak berbahaya (alergen), melepaskan bahan kimia yang menyebabkan syok dan mengganggu fungsi vital organ tubuh. Memahami anafilaksis, penyebab, gejala, dan penanganan daruratnya adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa.
Penting: Informasi dalam artikel ini bersifat edukasi dan tidak menggantikan saran atau diagnosis medis profesional. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala anafilaksis, segera cari pertolongan medis darurat. Jangan menunda atau mengabaikan gejala!
INI ADALAH KEADAAN DARURAT MEDIS!
Jika seseorang menunjukkan tanda-tanda anafilaksis, segera hubungi layanan darurat setempat (misalnya 112 atau nomor darurat medis lainnya di wilayah Anda) dan berikan epinefrin (adrenalin) melalui auto-injektor jika tersedia.
Ilustrasi Auto-Injektor Epinefrin (Alat Penyelamat Nyawa dalam Penanganan Anafilaksis)
I. Apa Itu Anafilaksis dan Syok Anafilaktik?
Anafilaksis adalah reaksi alergi sistemik yang parah, cepat, dan berpotensi mengancam jiwa. Ini adalah bentuk reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Ketika seseorang yang rentan terpapar alergen yang memicu responsnya, sistem kekebalan tubuhnya melepaskan bahan kimia kuat seperti histamin dan mediator lainnya ke dalam aliran darah.
A. Definisi yang Lebih Mendalam
Secara medis, anafilaksis didefinisikan sebagai sindrom klinis yang timbul dari pelepasan mediator secara tiba-tiba dari sel mast dan basofil. Mediator ini kemudian bekerja pada berbagai jaringan target, menyebabkan berbagai gejala yang dapat melibatkan banyak sistem organ. Syok anafilaktik adalah tingkat anafilaksis yang paling parah, di mana terjadi penurunan tekanan darah secara drastis (hipotensi) yang dapat menyebabkan pasokan darah tidak memadai ke organ-organ vital, berujung pada kegagalan organ dan kematian jika tidak segera ditangani.
Reaksi ini sangat cepat. Gejala bisa muncul dalam hitungan detik hingga menit setelah paparan alergen, meskipun kadang-kadang bisa tertunda hingga beberapa jam. Kecepatan onset dan keparahan gejala sering kali berkorelasi dengan jumlah alergen yang terpapar dan sensitivitas individu.
B. Perbedaan Anafilaksis dan Reaksi Alergi Lainnya
Penting untuk membedakan anafilaksis dari reaksi alergi yang lebih ringan, seperti gatal-gatal atau pilek musiman. Reaksi alergi ringan umumnya terlokalisasi dan tidak mengancam jiwa. Anafilaksis, di sisi lain, melibatkan setidaknya dua sistem organ yang berbeda (misalnya kulit dan pernapasan, atau pernapasan dan kardiovaskular) atau melibatkan hipotensi, dan memiliki potensi untuk perkembangan yang sangat cepat menjadi syok.
- Reaksi Lokal: Gatal-gatal atau kemerahan di area kontak alergen.
- Reaksi Sistemik Ringan: Mungkin melibatkan gatal-gatal di seluruh tubuh tanpa masalah pernapasan atau tekanan darah.
- Anafilaksis: Gejala muncul di beberapa sistem organ, seperti kulit (ruam, gatal), pernapasan (sesak napas, mengi), kardiovaskular (penurunan tekanan darah, pusing), pencernaan (mual, muntah), atau neurologis (kebingungan).
II. Fisiopatologi Anafilaksis: Bagaimana Reaksi Ini Terjadi?
Untuk memahami anafilaksis, kita perlu menyelami mekanisme di balik reaksi hipersensitivitas ini. Ini adalah contoh klasik dari reaksi hipersensitivitas tipe I, yang dimediasi oleh antibodi Imunoglobulin E (IgE).
A. Peran IgE dan Sel Mast/Basofil
Pada individu yang rentan, paparan pertama kali terhadap alergen (misalnya, serbuk sari) tidak menimbulkan reaksi yang jelas, tetapi memicu produksi antibodi IgE spesifik oleh sel plasma. Antibodi IgE ini kemudian menempel pada reseptor khusus di permukaan sel mast (yang banyak ditemukan di kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan) dan basofil (jenis sel darah putih).
Ketika seseorang terpapar alergen yang sama untuk kedua kalinya (atau selanjutnya), alergen tersebut akan mengikat dan menghubungkan dua atau lebih molekul IgE yang menempel pada permukaan sel mast atau basofil. Proses ini, yang dikenal sebagai "cross-linking," adalah pemicu utama.
B. Degranulasi dan Pelepasan Mediator
Cross-linking IgE-alergen memicu serangkaian peristiwa intraseluler di dalam sel mast dan basofil, yang pada akhirnya menyebabkan proses yang disebut degranulasi. Degranulasi adalah pelepasan cepat isi granul yang tersimpan di dalam sel ke lingkungan ekstraseluler. Granul-granul ini mengandung berbagai mediator kimia yang sangat aktif, termasuk:
- Histamin: Mediator utama anafilaksis. Histamin bertindak pada reseptor H1 dan H2 di seluruh tubuh, menyebabkan:
- Vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah), yang menyebabkan penurunan tekanan darah dan kemerahan kulit.
- Peningkatan permeabilitas vaskular, menyebabkan kebocoran cairan dari pembuluh darah ke jaringan, mengakibatkan pembengkakan (angioedema) dan gatal-gatal (urtikaria).
- Bronkokonstriksi (penyempitan saluran udara), menyebabkan sesak napas dan mengi.
- Peningkatan sekresi lendir di saluran pernapasan.
- Kontraksi otot polos usus, menyebabkan mual, muntah, dan diare.
- Leukotrien: Diproduksi setelah aktivasi sel mast. Leukotrien memiliki efek yang lebih kuat dan lebih lama daripada histamin pada bronkokonstriksi dan peningkatan permeabilitas vaskular, menjadikannya kontributor signifikan terhadap gejala pernapasan dan kardiovaskular.
- Prostaglandin: Juga disintesis setelah aktivasi. Prostaglandin berkontribusi pada vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan bronkokonstriksi.
- Triptase: Sebuah enzim yang dilepaskan dari sel mast. Kadar triptase serum sering digunakan sebagai penanda biokimia untuk mengonfirmasi anafilaksis, terutama jika diukur dalam waktu 1-3 jam setelah onset gejala.
- Platelet-Activating Factor (PAF): Mediator lipid yang sangat kuat, menyebabkan agregasi trombosit, bronkokonstriksi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan vasodilatasi, berkontribusi signifikan terhadap syok dan kegagalan organ.
- Bradikinin: Peptida vasoaktif yang juga berkontribusi pada vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular.
C. Efek Sistemik dari Mediator
Pelepasan mediator ini secara luas ke seluruh tubuh menyebabkan serangkaian efek sistemik yang cepat dan berpotensi mematikan:
- Sistem Kardiovaskular: Vasodilatasi yang luas dan kebocoran plasma dari pembuluh darah menyebabkan penurunan volume darah yang efektif dan penurunan tekanan darah yang cepat (hipotensi). Ini adalah ciri khas syok anafilaktik. Dapat terjadi takikardia (denyut jantung cepat) sebagai kompensasi, atau bradikardia (denyut jantung lambat) pada kasus yang parah. Penurunan aliran darah ke otak dapat menyebabkan pusing, kebingungan, dan hilangnya kesadaran.
- Sistem Pernapasan: Bronkokonstriksi, pembengkakan laring (edema laring), peningkatan produksi lendir, dan edema paru dapat menyebabkan sesak napas yang parah, mengi, stridor (suara napas bernada tinggi karena obstruksi saluran napas atas), dan kegagalan pernapasan.
- Kulit: Urtikaria (gatal-gatal), angioedema (pembengkakan jaringan di bawah kulit), kemerahan (flushing), dan gatal-gatal umum. Gejala kulit adalah yang paling sering muncul tetapi tidak selalu ada.
- Saluran Pencernaan: Mual, muntah, kram perut, dan diare akibat kontraksi otot polos usus.
- Sistem Saraf: Perasaan cemas, pusing, sakit kepala, kebingungan, dan dalam kasus yang parah, kejang.
Mekanisme yang kompleks ini menjelaskan mengapa anafilaksis dapat berkembang dengan sangat cepat dan mempengaruhi begitu banyak bagian tubuh secara bersamaan, menjadikannya kondisi yang sangat serius dan membutuhkan intervensi medis segera.
III. Penyebab Umum Anafilaksis (Etiologi)
Anafilaksis dapat dipicu oleh berbagai macam alergen. Pada beberapa kasus, pemicu tidak dapat diidentifikasi, kondisi ini disebut anafilaksis idiopatik.
A. Makanan
Alergi makanan adalah pemicu anafilaksis yang paling umum pada anak-anak dan merupakan penyebab signifikan pada orang dewasa. Makanan yang paling sering menyebabkan anafilaksis meliputi:
- Kacang Tanah (Peanuts): Salah satu alergen makanan paling berbahaya, sering memicu reaksi parah.
- Kacang Pohon (Tree Nuts): Termasuk almond, kenari, mete, pistachio, dan hazelnut.
- Susu Sapi: Terutama pada bayi dan anak kecil, meskipun banyak yang tumbuh lebih besar dari alergi ini.
- Telur: Sama seperti susu, sering terjadi pada anak-anak.
- Kerang-kerangan (Shellfish): Udang, kepiting, lobster, kerang, sering memicu anafilaksis pada orang dewasa.
- Ikan: Tuna, salmon, cod, dll.
- Gandum (Wheat) dan Kedelai (Soy): Meskipun lebih jarang, dapat menyebabkan anafilaksis.
- Biji-bijian (Seeds): Seperti biji wijen dan biji bunga matahari.
Reaksi dapat dipicu bahkan oleh sejumlah kecil alergen makanan yang tidak disengaja (kontaminasi silang).
B. Obat-obatan
Obat-obatan adalah pemicu umum anafilaksis pada orang dewasa, terutama obat yang diberikan secara parenteral (suntikan).
- Antibiotik: Penisilin dan derivatnya adalah penyebab paling sering. Sefalosporin juga dapat memicu reaksi.
- Obat Antiinflamasi Nonsteroid (OAINS/NSAID): Aspirin, ibuprofen, naproxen dapat memicu anafilaksis pada beberapa individu, terutama yang memiliki riwayat asma atau polip hidung.
- Penyekat Beta (Beta-blockers): Meskipun bukan pemicu langsung, obat ini dapat memperburuk anafilaksis dan membuat penanganannya lebih sulit karena menghambat efek epinefrin.
- Penyekat Angiotensin-Converting Enzyme (ACE Inhibitors): Dapat menyebabkan angioedema, yang mirip dengan anafilaksis tetapi biasanya tidak melibatkan urtikaria atau bronkospasme.
- Kemoterapi dan Agen Biologis: Obat-obatan yang digunakan dalam terapi kanker.
- Anestesi Umum: Agen pelemas otot adalah penyebab umum reaksi alergi di ruang operasi.
- Kontras Radiologi (Pewarna Kontras): Digunakan dalam CT scan atau MRI, meskipun sebagian besar reaksi terhadap pewarna kontras adalah non-IgE mediated, reaksi anafilaktoid, tetapi dapat sangat mirip dengan anafilaksis.
C. Sengatan Serangga
Bisa sangat berbahaya bagi individu yang sensitif.
- Hymenoptera: Termasuk lebah (madu, bumblebee), tawon (yellow jackets, hornets), dan semut api (fire ants). Racun dari sengatan ini dapat memicu reaksi anafilaktik yang parah.
D. Lateks
Karet alami yang ditemukan dalam sarung tangan, balon, dan beberapa peralatan medis. Paparan melalui kontak kulit atau inhalasi partikel lateks dapat memicu anafilaksis, terutama pada pekerja medis atau individu yang sering terpapar.
E. Olahraga
Anafilaksis yang diinduksi olahraga (Exercise-Induced Anaphylaxis/EIA) adalah kondisi langka di mana anafilaksis terjadi hanya setelah aktivitas fisik, seringkali setelah mengonsumsi makanan tertentu sebelum berolahraga. Pemicu makanan yang paling umum adalah gandum dan kerang.
F. Idiopatik
Dalam sekitar 20-30% kasus, pemicu anafilaksis tidak dapat diidentifikasi meskipun telah dilakukan evaluasi menyeluruh. Kondisi ini disebut anafilaksis idiopatik.
G. Faktor Risiko Lainnya
Meskipun bukan pemicu langsung, beberapa kondisi dapat meningkatkan risiko atau keparahan anafilaksis:
- Asma: Individu dengan asma memiliki risiko lebih tinggi mengalami anafilaksis yang lebih parah, terutama gejala pernapasan.
- Penyakit Kardiovaskular: Penyakit jantung dapat memperburuk hipotensi dan membuat pasien lebih rentan terhadap efek syok.
- Mastositosis: Kelainan langka yang ditandai dengan peningkatan jumlah sel mast di jaringan tubuh, dapat membuat individu sangat rentan terhadap anafilaksis.
- Penggunaan Beta-blocker: Seperti yang disebutkan, obat ini dapat mengganggu respons tubuh terhadap epinefrin.
- Usia: Balita dan lansia mungkin memiliki respons yang berbeda terhadap anafilaksis dan penanganannya.
Mengenali pemicu sangat penting untuk pencegahan dan manajemen jangka panjang anafilaksis.
IV. Tanda dan Gejala Anafilaksis: Mengenali Keadaan Darurat
Gejala anafilaksis dapat muncul secara tiba-tiba dan berkembang dengan cepat. Mereka dapat bervariasi dari orang ke orang dan dari satu episode ke episode lainnya, tetapi biasanya melibatkan dua atau lebih sistem organ. Gejala paling serius melibatkan sistem pernapasan dan kardiovaskular.
A. Onset dan Progresi Cepat
Biasanya, gejala muncul dalam hitungan menit setelah paparan alergen (rata-rata 5-30 menit untuk makanan dan sengatan, lebih cepat untuk obat yang disuntikkan). Namun, dalam beberapa kasus, onset bisa tertunda hingga beberapa jam, terutama untuk makanan yang lebih lambat dicerna.
B. Manifestasi Klinis Berdasarkan Sistem Organ
Gejala dapat dibagi berdasarkan sistem organ yang terpengaruh:
1. Kulit (Paling Sering Terjadi, 80-90% Kasus)
- Urtikaria (Gatal-gatal): Ruam merah, bengkak, gatal yang muncul secara tiba-tiba di seluruh tubuh.
- Angioedema: Pembengkakan yang dalam di bawah kulit, seringkali di bibir, mata, wajah, tenggorokan, dan alat kelamin. Ini bisa sangat mengganggu dan berpotensi menghambat jalan napas jika terjadi di tenggorokan atau lidah.
- Kemerahan (Flushing): Kulit terlihat memerah atau memanas.
- Gatal-gatal Umum: Sensasi gatal yang intens di seluruh tubuh, bahkan tanpa ruam yang jelas.
2. Pernapasan (Sering Terjadi, 70% Kasus)
- Sesak Napas (Dyspnea): Kesulitan bernapas.
- Mengi (Wheezing): Suara siulan saat bernapas, mirip asma, akibat penyempitan saluran udara bawah.
- Stridor: Suara napas bernada tinggi yang keras, menunjukkan obstruksi saluran napas atas (misalnya karena pembengkakan laring atau epiglotis). Ini adalah tanda bahaya serius.
- Batuk Persisten: Batuk yang tidak kunjung reda.
- Suara Serak atau Kesulitan Menelan: Akibat pembengkakan di tenggorokan atau laring.
- Perasaan Tersedak di Tenggorokan.
3. Kardiovaskular (Sering Terjadi, 30-35% Kasus)
- Penurunan Tekanan Darah (Hipotensi): Ini adalah ciri khas syok anafilaktik dan bisa sangat berbahaya. Tanda-tanda hipotensi meliputi:
- Pusing atau sakit kepala ringan.
- Pingsan atau kehilangan kesadaran.
- Kulit dingin dan pucat (meskipun awalnya bisa kemerahan).
- Denyut nadi cepat (takikardia) dan lemah, atau kadang bradikardia (denyut nadi lambat) pada syok yang sangat parah.
- Palpitasi: Perasaan jantung berdebar.
4. Gastrointestinal (Pencernaan) (Sering Terjadi, 30-45% Kasus)
- Mual dan Muntah.
- Kram Perut.
- Diare.
5. Neurologis dan Psikis
- Perasaan Cemas atau Ketakutan akan Kematian (Sense of Impending Doom).
- Pusing atau Sakit Kepala.
- Kebingungan.
- Hilangnya Kesadaran (Pingsan).
C. Derajat Keparahan Anafilaksis
Para ahli sering menggolongkan anafilaksis berdasarkan derajat keparahan gejalanya untuk membantu dalam diagnosis dan penanganan:
- Derajat I (Ringan): Gejala hanya pada kulit dan mukosa (urtikaria, gatal, kemerahan, angioedema di bibir/mata) tanpa gejala sistemik yang signifikan.
- Derajat II (Sedang): Gejala melibatkan setidaknya dua sistem organ. Selain gejala kulit/mukosa, ada gejala pernapasan ringan (mengi, sesak ringan), gejala pencernaan (mual, muntah, kram perut), dan/atau gejala kardiovaskular ringan (takikardia, pusing ringan tanpa hipotensi signifikan).
- Derajat III (Parah/Mengancam Jiwa): Melibatkan hipotensi, bronkospasme berat, stridor, kolaps kardiovaskular, aritmia, atau hilangnya kesadaran. Ini adalah syok anafilaktik.
Peringatan: Gejala dapat memburuk dengan sangat cepat. Bahkan gejala awal yang tampak ringan dapat berkembang menjadi anafilaksis berat. Jangan pernah meremehkan reaksi alergi yang melibatkan lebih dari satu sistem organ.
V. Diagnosis Anafilaksis
Diagnosis anafilaksis sebagian besar bersifat klinis, berdasarkan pengamatan cepat terhadap tanda dan gejala. Tidak ada tes laboratorium tunggal yang dapat dengan cepat mengonfirmasi anafilaksis saat reaksi sedang berlangsung dan menentukan penanganan. Namun, beberapa tes dapat membantu konfirmasi setelah episode.
A. Kriteria Diagnosis Klinis
Anafilaksis kemungkinan besar terjadi ketika salah satu dari tiga kriteria berikut terpenuhi:
- Onset Akut (menit hingga beberapa jam) yang melibatkan kulit dan/atau mukosa (misalnya, urtikaria umum, gatal atau kemerahan, bengkak pada bibir/lidah/uvula) DAN setidaknya satu dari berikut ini:
- Gangguan pernapasan (misalnya, sesak napas, mengi, stridor, penurunan PEF, hipoksemia).
- Penurunan tekanan darah atau gejala disfungsi organ target (misalnya, kolaps, sinkop, inkontinensia).
- Onset Akut (menit hingga beberapa jam) dari dua atau lebih gejala berikut setelah paparan alergen yang mungkin terjadi pada individu tersebut:
- Gejala kulit dan/atau mukosa.
- Gangguan pernapasan.
- Penurunan tekanan darah atau gejala terkait.
- Gejala gastrointestinal persisten (misalnya, kram perut, muntah).
- Penurunan tekanan darah secara akut (menit hingga beberapa jam) setelah paparan alergen yang diketahui oleh individu tersebut:
- Bayi dan anak-anak: Tekanan darah sistolik rendah untuk usia (spesifik usia) atau penurunan lebih dari 30% dari tekanan darah sistolik dasar.
- Dewasa: Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan lebih dari 30% dari tekanan darah sistolik dasar individu.
B. Pemeriksaan Laboratorium (Post-Episode)
Meskipun tidak digunakan untuk diagnosis akut, beberapa tes dapat membantu mengonfirmasi bahwa anafilaksis memang terjadi:
- Triptase Serum: Triptase adalah enzim yang dilepaskan bersama histamin dari sel mast saat degranulasi. Tingkat triptase serum meningkat selama anafilaksis dan biasanya mencapai puncaknya 1-3 jam setelah onset gejala, kemudian kembali normal dalam 6-12 jam. Pengukuran triptase dapat membantu mengonfirmasi diagnosis, terutama pada kasus yang tidak jelas atau untuk tujuan medis-legal. Sampel darah harus diambil pada puncak yang diperkirakan dan sampel dasar setelah pemulihan.
- Histamin Plasma/Urin: Histamin memiliki waktu paruh yang sangat pendek dalam darah, sehingga pengukurannya kurang praktis dan kurang spesifik dibandingkan triptase. Metabolit histamin urin dapat diukur.
C. Diagnosis Banding
Penting untuk membedakan anafilaksis dari kondisi lain yang dapat memiliki gejala serupa:
- Serangan Asma Berat: Dapat menyebabkan bronkospasme dan sesak napas, tetapi biasanya tidak disertai dengan urtikaria, angioedema, atau hipotensi kecuali jika anafilaksis adalah pemicunya.
- Sinkop (Pingsan): Hilangnya kesadaran sementara akibat penurunan aliran darah ke otak, tetapi biasanya tidak ada ruam, gatal, atau gangguan pernapasan. Pemulihan biasanya cepat setelah pasien dibaringkan.
- Serangan Panik: Kecemasan parah dengan gejala seperti sesak napas, takikardia, dan pusing, tetapi tidak ada tanda objektif seperti urtikaria, angioedema, atau hipotensi.
- Hipoglikemia: Gula darah rendah dapat menyebabkan pusing, kebingungan, dan palpitasi.
- Reaksi Vaso-vagal: Sering dipicu oleh nyeri atau ketakutan, menyebabkan bradikardia dan hipotensi.
- Angioedema Herediter/Akuisita: Disebabkan oleh defisiensi atau disfungsi C1-esterase inhibitor, menyebabkan pembengkakan berulang tanpa urtikaria atau gatal.
- Syok Lainnya: Syok septik, syok kardiogenik, syok hipovolemik, meskipun memiliki hipotensi, memiliki etiologi dan gejala penyerta yang berbeda.
Meskipun diagnosis banding penting, dalam situasi darurat, jika ada keraguan, selalu anggap sebagai anafilaksis dan berikan epinefrin. Lebih baik mengobati anafilaksis yang tidak ada daripada melewatkan anafilaksis yang sebenarnya.
VI. Penanganan Darurat Anafilaksis: Langkah-Langkah Penyelamat Nyawa
Penanganan anafilaksis adalah keadaan darurat medis yang memerlukan respons cepat dan tepat. Kunci keberhasilan penanganan adalah pemberian epinefrin (adrenalin) sesegera mungkin.
A. Epinefrin (Adrenalin): Obat Pilihan Utama
Epinefrin adalah obat paling penting dan harus diberikan segera setelah anafilaksis dicurigai. Ini bekerja sebagai agonis alfa dan beta adrenergik, menghasilkan beberapa efek vital:
- Vasokonstriksi: Menyempitkan pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah, dan mengurangi kebocoran cairan. Ini adalah kunci untuk mengatasi syok.
- Bronkodilatasi: Melebarkan saluran udara, meredakan sesak napas dan mengi.
- Menurunkan Pelepasan Mediator: Menstabilkan sel mast dan basofil, mengurangi pelepasan histamin dan mediator lainnya.
- Mengurangi Edema: Mengurangi pembengkakan di tenggorokan, bibir, dan wajah.
1. Cara Pemberian Epinefrin
Rute yang disukai adalah intramuskular (IM) ke paha anterolateral. Ini adalah lokasi yang paling cepat dan aman untuk penyerapan.
- Auto-Injektor Epinefrin (EpiPen, Auvi-Q, dll.): Dirancang untuk penggunaan cepat dan mudah oleh pasien atau pengasuh tanpa pelatihan medis formal. Sangat penting bagi individu berisiko untuk selalu membawa ini.
- Dosis Dewasa: 0.3 mg (biasanya auto-injektor kuning).
- Dosis Anak-anak: 0.15 mg (untuk berat badan 15-30 kg, auto-injektor hijau) atau 0.3 mg (untuk berat badan >30 kg, auto-injektor kuning).
- Cara Penggunaan: Suntikkan langsung ke bagian tengah paha luar (melalui pakaian jika perlu) dan tahan selama 3-10 detik (sesuai instruksi produsen). Pijat area suntikan.
- Epinefrin dari Vial dan Jarum Suntik: Jika auto-injektor tidak tersedia atau di lingkungan medis, epinefrin dapat ditarik dari vial dan diberikan secara IM.
- Konsentrasi: 1:1000 (1 mg/mL) adalah konsentrasi yang benar untuk IM. Jangan pernah menggunakan konsentrasi 1:10000 (0.1 mg/mL) untuk IM, karena ini untuk intravena dan dosisnya terlalu rendah.
- Dosis: 0.3-0.5 mg (dewasa), 0.01 mg/kg (anak-anak, maksimal 0.3 mg) IM.
- Pemberian Berulang: Jika gejala tidak membaik atau memburuk setelah 5-15 menit, dosis epinefrin dapat diulang. Sekitar 10-20% pasien memerlukan dosis kedua atau lebih.
2. Epinefrin Intravena (IV)
Epinefrin IV digunakan dalam kasus anafilaksis yang sangat parah atau yang refrakter terhadap epinefrin IM, dan harus diberikan hanya oleh profesional medis berpengalaman dalam pengaturan perawatan intensif atau darurat. Dosis IV sangat berbeda dan memerlukan pemantauan ketat karena risiko efek samping kardiovaskular yang serius.
B. Posisi Pasien
Posisi yang tepat dapat membantu sirkulasi dan pernapasan:
- Hipotensi: Baringkan pasien telentang dengan kaki diangkat (posisi Trendelenburg modifikasi) untuk membantu mengalirkan darah ke otak dan jantung.
- Kesulitan Bernapas: Jika pasien sesak napas tetapi tidak hipotensi, mereka mungkin lebih nyaman dalam posisi duduk tegak atau setengah duduk.
- Hamil: Baringkan di sisi kiri untuk menghindari penekanan vena cava oleh rahim.
- Jangan Pernah: Meminta pasien dengan hipotensi untuk berdiri atau duduk tegak, karena ini dapat memperburuk syok.
C. Panggil Bantuan Medis Darurat
Setelah memberikan epinefrin, segera hubungi layanan darurat setempat. Bahkan jika gejala membaik setelah dosis pertama epinefrin, pasien harus selalu dievaluasi di rumah sakit karena risiko reaksi bifasik (kekambuhan gejala setelah beberapa jam).
D. Terapi Pendukung Lainnya
Setelah epinefrin diberikan, terapi tambahan dapat membantu mengatasi gejala dan mendukung fungsi organ:
1. Oksigen
- Berikan oksigen aliran tinggi (6-10 L/menit melalui masker non-rebreather) untuk membantu mengatasi hipoksemia dan mendukung pernapasan.
2. Cairan Intravena (IV Fluids)
- Infus cairan kristaloid (misalnya salin normal) dengan cepat dapat membantu mengatasi hipotensi dan syok akibat kebocoran cairan dari pembuluh darah. Ini sangat penting untuk memulihkan volume sirkulasi yang efektif.
3. Antihistamin (H1 dan H2 Blocker)
- Meskipun tidak menyelamatkan jiwa dan tidak menggantikan epinefrin, antihistamin dapat membantu mengurangi gejala kulit (gatal, urtikaria) dan mungkin beberapa gejala gastrointestinal.
- H1 Blocker: Diphenhydramine (Benadryl) IM atau IV, atau cetirizine, fexofenadine oral.
- H2 Blocker: Famotidine atau ranitidine (jika tersedia) IV atau oral.
4. Kortikosteroid
- Kortikosteroid (misalnya methylprednisolone atau hidrokortison IV) diberikan untuk mencegah reaksi bifasik dan meredakan peradangan yang berkepanjangan. Namun, efeknya tidak langsung dan tidak berguna dalam fase akut awal.
5. Bronkodilator
- Untuk bronkospasme yang tidak membaik dengan epinefrin, agonis beta-2 inhalasi seperti albuterol (salbutamol) dapat diberikan melalui nebulizer atau MDI.
6. Vasopressor
- Jika hipotensi persisten setelah pemberian epinefrin IM berulang dan infus cairan yang adekuat, vasopressor IV (misalnya norepinefrin, vasopressin) mungkin diperlukan, biasanya di lingkungan perawatan intensif.
E. Pemantauan dan Observasi
Pasien yang mengalami anafilaksis harus dipantau secara ketat di unit gawat darurat atau rumah sakit selama minimal 6-12 jam, atau lebih lama jika reaksi parah, karena risiko reaksi bifasik (kekambuhan gejala tanpa paparan alergen lebih lanjut). Pemantauan meliputi tanda-tanda vital, saturasi oksigen, dan status pernapasan. Reaksi bifasik dapat terjadi pada 1-20% kasus anafilaksis.
VII. Pencegahan Anafilaksis
Mencegah anafilaksis adalah aspek terpenting dalam manajemen jangka panjang bagi individu yang berisiko. Ini melibatkan identifikasi pemicu, penghindaran, dan kesiapan untuk bertindak jika terjadi reaksi.
A. Identifikasi dan Penghindaran Alergen
- Tes Alergi: Berkonsultasi dengan ahli alergi untuk melakukan tes kulit atau tes darah (IgE spesifik) guna mengidentifikasi alergen pemicu.
- Label Makanan: Baca label makanan dengan cermat untuk mengidentifikasi alergen. Sadari risiko kontaminasi silang di restoran atau saat makan di luar.
- Informasi Obat: Informasikan semua penyedia layanan kesehatan (dokter, apoteker, perawat) tentang alergi obat yang diketahui. Pakai gelang atau kalung identifikasi medis.
- Hindari Sengatan Serangga: Jika alergi terhadap sengatan serangga, hindari area di mana serangga banyak ditemukan, kenakan pakaian lengan panjang, dan jangan menggunakan parfum atau kosmetik beraroma yang dapat menarik serangga.
- Lingkungan Kerja: Jika alergi lateks, pastikan lingkungan kerja bebas lateks.
B. Kesiapan dan Pendidikan
- Auto-Injektor Epinefrin: Individu dengan riwayat anafilaksis atau risiko tinggi harus selalu membawa dua dosis auto-injektor epinefrin yang masih berlaku.
- Pelatihan Penggunaan: Pasien dan anggota keluarga, pengasuh, guru, atau rekan kerja harus dilatih cara menggunakan auto-injektor dengan benar. Dokter dapat memberikan demonstrasi atau dummy trainer.
- Periksa Tanggal Kedaluwarsa: Periksa secara rutin tanggal kedaluwarsa auto-injektor dan ganti jika sudah mendekati.
- Rencana Tindakan Alergi (Allergy Action Plan): Bekerja sama dengan dokter untuk membuat rencana tindakan tertulis yang jelas. Rencana ini harus mencakup:
- Daftar alergen yang diketahui.
- Gejala anafilaksis yang harus diwaspadai.
- Langkah-langkah yang harus diambil dalam keadaan darurat (misalnya, kapan harus memberikan epinefrin, kapan harus menelepon layanan darurat).
- Nomor kontak darurat.
Rencana ini harus dibagikan kepada semua orang yang mungkin bertanggung jawab atas pasien (sekolah, tempat kerja, pengasuh).
- Identifikasi Medis: Kenakan gelang atau kalung identifikasi medis yang mencantumkan alergi parah Anda. Ini dapat memberikan informasi vital kepada petugas darurat jika Anda tidak dapat berkomunikasi.
C. Imunoterapi Alergen (Alergi Sengatan Serangga)
Untuk alergi sengatan serangga yang parah, imunoterapi alergen (suntikan alergi) dapat sangat efektif dalam mengurangi risiko reaksi anafilaktik di masa mendatang. Terapi ini melibatkan pemberian dosis alergen yang meningkat secara bertahap untuk membangun toleransi sistem kekebalan tubuh.
VIII. Anafilaksis pada Populasi Khusus
Penanganan anafilaksis mungkin memerlukan pertimbangan khusus pada kelompok pasien tertentu.
A. Anak-Anak dan Bayi
- Dosis Epinefrin: Dosis harus disesuaikan dengan berat badan (0.01 mg/kg IM, maksimal 0.3 mg untuk auto-injektor anak-anak).
- Tanda dan Gejala: Dapat lebih sulit dikenali pada bayi dan anak kecil karena mereka mungkin tidak dapat mengkomunikasikan gejala. Perhatikan perubahan perilaku (misalnya, menjadi lesu atau sangat rewel), batuk, mengi, atau muntah berulang.
- Keterlibatan Orang Tua/Pengasuh: Pendidikan yang cermat bagi orang tua dan pengasuh sangat penting.
B. Wanita Hamil
- Prioritas: Penanganan ibu adalah prioritas utama, karena stabilisasi ibu adalah yang terbaik untuk janin.
- Posisi: Baringkan di sisi kiri untuk menghindari kompresi vena cava.
- Epinefrin: Epinefrin aman dan efektif selama kehamilan, dosis standar harus diberikan.
C. Lansia
- Penyakit Penyerta: Lansia sering memiliki kondisi medis lain (misalnya, penyakit jantung) yang dapat memperburuk anafilaksis atau memengaruhi respons terhadap pengobatan.
- Obat-obatan: Mereka mungkin mengonsumsi obat-obatan (misalnya, beta-blocker) yang dapat memperburuk anafilaksis atau membuat epinefrin kurang efektif.
- Pengenalan Gejala: Gejala mungkin atypical atau tertunda.
D. Pasien dengan Asma
- Risiko Lebih Tinggi: Pasien asma memiliki risiko lebih tinggi mengalami anafilaksis yang parah, terutama gejala pernapasan.
- Penanganan: Selain epinefrin, bronkodilator inhalasi mungkin diperlukan lebih sering.
E. Pasien dengan Mastositosis
- Risiko Sangat Tinggi: Individu dengan mastositosis (kelainan langka yang ditandai dengan peningkatan sel mast) memiliki risiko anafilaksis berulang dan parah yang sangat tinggi.
- Penanganan: Mungkin memerlukan dosis epinefrin yang lebih sering atau lebih tinggi, dan mungkin obat tambahan lainnya.
IX. Mitos dan Fakta Seputar Anafilaksis
Banyak kesalahpahaman tentang anafilaksis yang dapat membahayakan. Penting untuk membedakan mitos dari fakta.
Mitos 1: Anafilaksis selalu melibatkan gatal-gatal dan ruam kulit.
Fakta: Meskipun gejala kulit (urtikaria, angioedema) sangat umum (80-90% kasus), anafilaksis dapat terjadi tanpa melibatkan kulit sama sekali. Dalam beberapa kasus yang parah, hipotensi dan masalah pernapasan dapat menjadi gejala pertama dan satu-satunya. Jangan menunda penanganan hanya karena tidak ada ruam.
Mitos 2: Jika Anda tidak menunjukkan gejala segera, Anda aman.
Fakta: Gejala anafilaksis biasanya muncul dalam hitungan menit, tetapi bisa tertunda hingga beberapa jam, terutama untuk alergen makanan. Selain itu, ada risiko reaksi bifasik, di mana gejala membaik setelah penanganan awal, lalu kambuh beberapa jam kemudian tanpa paparan alergen tambahan. Oleh karena itu, observasi medis setelah episode anafilaksis sangat penting.
Mitos 3: Antihistamin adalah pengobatan utama untuk anafilaksis.
Fakta: Ini adalah mitos yang berbahaya. Epinefrin adalah satu-satunya obat yang dapat menghentikan perkembangan anafilaksis dan menyelamatkan nyawa. Antihistamin (seperti diphenhydramine atau cetirizine) hanya membantu meredakan gejala kulit yang ringan seperti gatal-gatal, tetapi tidak mengatasi masalah pernapasan atau tekanan darah yang mengancam jiwa. Menunda epinefrin untuk memberikan antihistamin dapat berakibat fatal.
Mitos 4: EpiPen (auto-injektor epinefrin) hanya untuk kasus darurat ekstrem.
Fakta: EpiPen adalah pengobatan lini pertama untuk anafilaksis. Jika ada kecurigaan anafilaksis, EpiPen harus diberikan segera. Lebih baik memberikan EpiPen ketika tidak diperlukan daripada menunda dan berisiko kematian. Efek samping dari satu dosis epinefrin pada orang yang tidak anafilaktik umumnya ringan (misalnya, jantung berdebar, gelisah) dan jauh lebih kecil risikonya dibandingkan risiko dari anafilaksis yang tidak diobati.
Mitos 5: Jika saya alergi makanan, saya bisa menoleransi "sedikit saja".
Fakta: Untuk individu yang sangat alergi, bahkan sejumlah kecil (jejak) alergen dapat memicu anafilaksis yang parah. Risiko kontaminasi silang sangat nyata, dan tidak ada "dosis aman" untuk alergen pada individu yang sensitif.
Mitos 6: Orang dewasa tidak lagi alergi makanan masa kecil mereka.
Fakta: Meskipun banyak anak yang tumbuh dari alergi susu dan telur, alergi kacang tanah, kacang pohon, dan kerang-kerangan sering kali bertahan seumur hidup. Orang dewasa juga dapat mengembangkan alergi baru.
Mitos 7: Reaksi alergi saya sebelumnya ringan, jadi reaksi berikutnya juga akan ringan.
Fakta: Keparahan reaksi alergi tidak dapat diprediksi. Reaksi berikutnya terhadap alergen yang sama bisa jauh lebih parah daripada yang sebelumnya, bahkan fatal. Setiap paparan harus dianggap berpotensi mematikan.
X. Hidup dengan Risiko Anafilaksis: Manajemen Jangka Panjang
Bagi individu yang telah didiagnosis memiliki risiko anafilaksis, manajemen jangka panjang sangat penting untuk menjaga kualitas hidup dan mengurangi risiko episode di masa depan.
A. Edukasi Berkelanjutan
- Pahami Alergen Anda: Kenali dengan pasti apa saja pemicu alergi Anda. Ini mencakup belajar membaca label makanan secara cermat, memahami potensi kontaminasi silang, dan mengetahui bahan-bahan dalam obat-obatan.
- Gejala Anafilaksis: Hafalkan tanda dan gejala anafilaksis, dan pastikan orang-orang terdekat Anda juga mengetahuinya.
- Penggunaan Auto-Injektor: Latih penggunaan auto-injektor epinefrin secara berkala. Pastikan Anda dan orang yang Anda cintai nyaman menggunakannya.
B. Pengelolaan di Lingkungan Sehari-hari
- Di Rumah: Pastikan rumah Anda aman dari alergen. Ini mungkin berarti tidak membawa makanan pemicu ke dalam rumah atau memiliki area memasak yang terpisah.
- Di Sekolah/Tempat Kerja: Bekerja sama dengan pihak sekolah atau tempat kerja untuk mengembangkan rencana tindakan darurat alergi. Pastikan staf yang relevan dilatih dan mengetahui di mana auto-injektor disimpan.
- Bepergian: Selalu bawa auto-injektor epinefrin Anda dalam jangkauan saat bepergian. Bawa juga surat dokter yang menjelaskan kebutuhan medis Anda, terutama saat bepergian dengan pesawat. Pelajari frasa kunci dalam bahasa lokal jika bepergian ke luar negeri untuk menjelaskan alergi Anda.
- Makan di Luar: Selalu informasikan staf restoran tentang alergi Anda. Tanyakan tentang bahan-bahan dan metode persiapan makanan. Jika ragu, lebih baik hindari.
C. Dukungan Psikososial
Hidup dengan ancaman anafilaksis dapat menimbulkan kecemasan, stres, dan bahkan fobia. Sangat penting untuk mengatasi aspek psikologis ini:
- Konseling: Terapi atau konseling dapat membantu individu dan keluarga mengatasi kecemasan terkait alergi yang mengancam jiwa.
- Kelompok Dukungan: Bergabung dengan kelompok dukungan alergi dapat memberikan rasa kebersamaan dan strategi penanganan dari orang lain yang menghadapi tantangan serupa.
- Kesehatan Mental: Jangan ragu mencari bantuan profesional jika Anda merasa stres atau cemas mengganggu kualitas hidup Anda.
D. Pemantauan dan Kunjungan Rutin ke Dokter Spesialis Alergi
- Evaluasi Rutin: Kunjungi dokter spesialis alergi secara teratur untuk evaluasi, peninjauan rencana tindakan alergi, dan diskusi tentang perkembangan baru dalam manajemen alergi.
- Penelitian Terbaru: Tetap terinformasi tentang penelitian terbaru dalam bidang alergi dan anafilaksis.
XI. Kesimpulan
Anafilaksis syok adalah reaksi alergi yang parah dan mengancam jiwa yang membutuhkan perhatian medis segera. Dengan pemahaman yang mendalam tentang kondisi ini—mulai dari fisiopatologi yang kompleks hingga pemicu umum, tanda dan gejala yang bervariasi, serta langkah-langkah penanganan darurat yang krusial—kita dapat meningkatkan kesadaran dan menyelamatkan nyawa.
Epinefrin (adrenalin) adalah satu-satunya pengobatan lini pertama yang efektif dan harus diberikan tanpa penundaan. Pendidikan tentang penggunaan auto-injektor epinefrin dan memiliki rencana tindakan alergi yang jelas adalah fondasi pencegahan dan manajemen anafilaksis. Hidup dengan risiko anafilaksis memang menantang, tetapi dengan pengetahuan yang tepat, kesiapan, dan dukungan, individu dapat menjalani hidup yang aktif dan memuaskan.
Ingatlah, setiap detik berarti dalam kasus anafilaksis. Jangan pernah ragu untuk mencari bantuan medis darurat jika Anda mencurigai adanya reaksi ini.