Salah satu prinsip kehidupan yang sering kali diajarkan dalam ajaran moral dan spiritual adalah pentingnya memberi. Memberi bukan hanya sekadar tindakan filantropi, tetapi juga sebuah ekspresi dari hati yang lapang dan kesadaran akan saling ketergantungan antar sesama. Dalam Kitab Amsal, terdapat sebuah ayat yang secara gamblang mengungkapkan janji dan berkat yang menyertai tindakan memberi dengan tulus, yaitu Amsal 3:10.
"Hormatilah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu,"
Ayat ini merupakan bagian dari serangkaian nasihat bijak yang ditujukan untuk menuntun pembaca menuju kehidupan yang diberkati. Nasihat ini menekankan dua hal mendasar: menghormati Tuhan dan menggunakan harta yang dianugerahkan oleh-Nya. Menghormati Tuhan dengan harta berarti mengakui bahwa segala sesuatu yang kita miliki, termasuk kekayaan dan hasil usaha kita, berasal dari Tuhan. Tindakan memberi kepada Tuhan, yang seringkali diinterpretasikan sebagai persembahan atau persepuluhan kepada Bait Suci atau kepada mereka yang melayani-Nya, adalah bentuk pengakuan dan penghargaan atas kedaulatan-Nya dalam kehidupan kita.
Lebih dari sekadar kewajiban ritual, tindakan memberi dalam konteks ini juga mencerminkan sikap hati yang benar. Memberi dengan sukacita, tanpa paksaan, dan dengan kesadaran bahwa kita sedang mengembalikan sebagian dari apa yang telah kita terima, adalah inti dari penghormatan kepada Tuhan. Ini menunjukkan bahwa kita tidak menganggap harta sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai sarana yang dipercayakan Tuhan untuk dikelola dan digunakan demi kemuliaan-Nya serta kebaikan sesama.
Namun, Amsal 3:10 tidak berhenti pada nasihat memberi saja. Ayat selanjutnya, Amsal 3:11, melanjutkan dengan mengungkapkan janji yang menyertainya:
"maka lumbung-lumbungmu akan menjadi penuh berlimpah-limpah dan tangki-tangki perasanmu akan meluap dengan air anggur baru."
Janji ini sangatlah gamblang dan bersifat materialistis dalam arti yang positif. "Lumbung yang penuh berlimpah-limpah" dan "tangki perasan yang meluap" melambangkan kelimpahan materi dan kesuksesan dalam usaha. Ini bukan janji akan kekayaan yang diperoleh secara instan tanpa usaha, melainkan berkat yang menyertai ketulusan hati dan kesetiaan dalam menjalankan perintah Tuhan. Tuhan berjanji untuk membalas kesediaan kita untuk memprioritaskan-Nya dalam pengelolaan harta kita.
Implikasi dari Amsal 3:10 sangatlah luas. Pertama, ayat ini mengajarkan prinsip iman bahwa sumber segala berkat adalah Tuhan. Dengan memberi, kita sedang menabur benih yang akan dipanen dalam bentuk kelimpahan. Kedua, ayat ini mendorong praktik kemurahan hati dan kedermawanan. Ketika kita belajar memberi, kita melatih diri untuk tidak rakus dan serakah, melainkan untuk peduli pada kebutuhan orang lain dan mendukung pekerjaan Tuhan.
Penerapan prinsip Amsal 3:10 di era modern mungkin terlihat berbeda dari gambaran lumbung dan tangki perasan. Bagi banyak orang, "harta" dan "penghasilan" bisa berarti gaji dari pekerjaan, keuntungan bisnis, atau aset investasi. "Memberi" bisa diwujudkan dalam bentuk perpuluhan kepada gereja, sumbangan amal, bantuan kepada keluarga yang membutuhkan, atau investasi dalam pelayanan yang membawa dampak positif. Kunci utamanya tetaplah niat hati yang tulus dan kesadaran bahwa kita adalah pengelola atas segala yang dipercayakan Tuhan.
Pada akhirnya, Amsal 3:10 mengingatkan kita bahwa hubungan kita dengan Tuhan tidak hanya terbatas pada ibadah di hari Minggu atau doa pribadi, tetapi juga terwujud dalam cara kita mengelola sumber daya yang kita miliki. Dengan menghormati Tuhan melalui pemberian yang tulus, kita membuka diri untuk menerima berkat-Nya yang berlimpah, bukan hanya dalam hal materi, tetapi juga dalam kedamaian hati, rasa syukur, dan kehidupan yang dipenuhi tujuan. Ini adalah ajaran abadi tentang kebijaksanaan ilahi yang mendatangkan kesejahteraan sejati.