Dalam lautan kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian, setiap individu mendambakan arah yang jelas, kedamaian hati, dan kesuksesan yang sejati. Kitab Amsal, sebuah permata hikmat dalam Alkitab, menawarkan panduan yang tak ternilai untuk menavigasi kompleksitas eksistensi manusia. Salah satu bagian paling fundamental yang dapat memberikan jangkar bagi kehidupan kita terdapat dalam Amsal 3:1-5.
Ayat-ayat ini bukan sekadar kumpulan nasihat kuno, melainkan prinsip-prinsip abadi yang relevan di setiap era dan budaya. Mari kita selami makna mendalam dari Amsal 3:1-5:
1 Hai anakku, janganlah engkau melupakan ajaranku, tetapi peganglah selalu peringatan-peringatanku!
2 Sebabnya semuanya itu akan memperpanjang umurmu dan akan menambah tahun-tahun serta kesejahteraan dalam hidupmu.
3 Janganlah kiranya kasih dan kesetiaan meninggalkan engkau, ikatlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu,
4 maka engkau akan beroleh kasih dan hikmat di hadapan Allah dan manusia.
5 Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.
Bagian awal dari nas ini, "Hai anakku, janganlah engkau melupakan ajaranku, tetapi peganglah selalu peringatan-peringatanku!", adalah sebuah seruan untuk mendengarkan dan menginternalisasi. Ajaran dan peringatan yang dimaksud di sini merujuk pada hikmat ilahi, prinsip-prinsip moral, dan kebenaran yang berasal dari Tuhan. Sikap "melupakan" menggambarkan kecenderungan alami manusia untuk mengabaikan hal-hal yang penting demi kesenangan sesaat atau jalan pintas. Sebaliknya, "memegang teguh" menyiratkan komitmen aktif, tindakan nyata untuk menjadikan hikmat tersebut sebagai bagian integral dari kehidupan sehari-hari.
Pernyataannya pada ayat 2, "Sebabnya semuanya itu akan memperpanjang umurmu dan akan menambah tahun-tahun serta kesejahteraan dalam hidupmu," seringkali disalahartikan sebagai janji kekayaan materi atau kehidupan fisik yang bebas dari kesulitan. Namun, makna yang lebih dalam menyentuh kualitas hidup, bukan semata-mata kuantitasnya. Hikmat ilahi mengarahkan kita pada keputusan-keputusan yang bijaksana, menjaga kesehatan, membangun hubungan yang sehat, dan menghindari bahaya yang tidak perlu. Kesejahteraan (shalom dalam bahasa Ibrani) mencakup kedamaian batin, ketenangan jiwa, dan harmoni dalam segala aspek kehidupan. Ini adalah berkat spiritual dan emosional yang jauh melampaui kekayaan duniawi.
Ayat 3 menyajikan gambaran yang kuat: "Janganlah kiranya kasih dan kesetiaan meninggalkan engkau, ikatlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu." Kasih (chesed) dan kesetiaan (emet) adalah dua pilar utama karakter Tuhan dan juga kualitas yang harus diupayakan oleh setiap orang yang berjalan dalam hikmat-Nya. Mengikatkan pada leher dan menuliskan pada loh hati menunjukkan pentingnya menjadikan prinsip-prinsip ini sebagai identitas diri, sesuatu yang selalu dekat dan terukir dalam sanubari terdalam. Ini bukan hanya tentang melakukan hal yang benar, tetapi menjadi pribadi yang benar. Kasih dan kesetiaan ini membentuk dasar bagi hubungan yang tulus, baik dengan Tuhan maupun sesama.
Konsekuensi dari memegang teguh kasih dan kesetiaan diuraikan dalam ayat 4: "maka engkau akan beroleh kasih dan hikmat di hadapan Allah dan manusia." Ketika kita hidup sesuai dengan prinsip-prinsip ilahi, kita mendapatkan perkenanan. Tuhan melihat dan menghargai hati yang taat, yang mengutamakan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Demikian pula, manusia akan mengakui kebijaksanaan dan integritas kita. Ini menciptakan reputasi yang baik, kepercayaan, dan rasa hormat, yang semuanya merupakan elemen penting dalam menjalani kehidupan yang memuaskan.
Puncak dari nasihat ini adalah pada ayat 5: "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri." Ini adalah inti dari setiap ajaran hikmat. Kepercayaan (bitachon) yang dimaksud adalah penyerahan total, keyakinan yang teguh pada kebaikan, kekuatan, dan rencana Tuhan. Keinginan untuk bersandar pada pengertian sendiri adalah akar dari banyak kesalahan dan kesesatan. Pemahaman manusia terbatas, dipengaruhi oleh pengalaman, emosi, dan prasangka. Ketika kita belajar untuk melepaskan klaim atas semua pengetahuan dan menyerahkan kendali kepada Sang Pencipta, kita membuka diri pada perspektif yang lebih luas dan rencana yang lebih besar.
Amsal 3:1-5 bukan hanya sekadar kata-kata, melainkan undangan untuk mengarahkan hidup kita pada fondasi yang kokoh. Dengan memelihara ajaran Tuhan, mengutamakan kasih dan kesetiaan, serta mempercayai-Nya sepenuhnya, kita menempatkan diri pada jalan yang menuju pada umur panjang yang berkualitas, kesejahteraan sejati, dan hikmat yang berharga di mata Tuhan dan sesama.