Ilustrasi kebijaksanaan dalam membangun.
Dalam lautan kebijaksanaan yang terkandung dalam Kitab Amsal, seringkali kita menemukan prinsip-prinsip yang relevan untuk setiap aspek kehidupan. Salah satu ayat yang memancarkan kekuatan dan pentingnya perencanaan adalah Amsal 24 ayat 3. Ayat ini berbunyi:
Ayat ini, meskipun singkat, sarat makna mendalam tentang bagaimana sebuah "rumah tangga" – yang dapat diartikan secara harfiah sebagai keluarga, atau secara lebih luas sebagai komunitas, organisasi, bahkan kehidupan pribadi seseorang – dibangun dan dipertahankan kekuatannya. Kata "hikmat" (bahasa Ibrani: chokhmah) merujuk pada kecerdasan praktis, pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang mendalam. Sementara itu, "pengertian" (bahasa Ibrani: binah) menyiratkan kemampuan untuk membedakan, menganalisis, dan membuat keputusan yang tepat berdasarkan pengetahuan tersebut.
Ayat ini menegaskan bahwa hikmat adalah dasar dari pembangunan. Tanpa hikmat, upaya membangun akan rapuh, rentan terhadap keruntuhan. Hikmat bukan sekadar kumpulan pengetahuan teoritis, melainkan kemampuan untuk menerapkannya dalam situasi nyata. Dalam konteks rumah tangga, ini berarti memahami kebutuhan anggota keluarga, mengelola sumber daya secara bijak, menetapkan prioritas yang benar, dan memiliki visi yang jelas untuk masa depan.
Bayangkan membangun sebuah rumah fisik. Sang arsitek membutuhkan hikmat untuk merancang struktur yang kokoh, menggunakan bahan yang tepat, dan memperhitungkan segala kemungkinan. Demikian pula, membangun kehidupan atau rumah tangga memerlukan perencanaan yang matang. Keputusan-keputusan harian, mulai dari pengelolaan keuangan, pendidikan anak, hingga hubungan antar anggota keluarga, semuanya membutuhkan sentuhan hikmat.
Kehidupan yang dibangun tanpa hikmat seringkali dipenuhi dengan keputusan impulsif, konflik yang tidak perlu, dan kegagalan yang berulang. Seseorang yang tidak memiliki hikmat cenderung bertindak berdasarkan emosi sesaat atau tekanan eksternal tanpa mempertimbangkan konsekuensinya dalam jangka panjang. Ini seperti membangun rumah di atas pasir; ia mungkin terlihat indah di permukaan, tetapi pondasinya tidak akan mampu menahan badai kehidupan.
Jika hikmat adalah pondasi, maka pengertian adalah kekuatan yang meneguhkannya. Pengertian memungkinkan kita untuk melihat lebih jauh, memahami dampak dari setiap tindakan, dan menyesuaikan diri ketika situasi berubah. Ini adalah kemampuan untuk menganalisis situasi, melihat pola, dan membuat keputusan yang bijaksana secara konsisten.
Dalam keluarga, pengertian berarti mampu membaca situasi dan merespons dengan tepat. Misalnya, seorang orang tua yang memiliki pengertian akan tahu kapan harus tegas, kapan harus lembut, kapan harus mendengarkan, dan kapan harus memberikan nasihat. Ini juga mencakup kemampuan untuk memahami perspektif orang lain, membangun empati, dan menjaga harmoni.
Di dunia yang terus berubah, pengertian menjadi semakin krusial. Kemampuan untuk beradaptasi, belajar dari kesalahan, dan membuat penyesuaian yang diperlukan adalah tanda dari kehidupan yang diteguhkan. Tanpa pengertian, hikmat yang dimiliki bisa saja menjadi kaku dan tidak relevan. Pengertianlah yang membuat hikmat menjadi dinamis dan mampu bertahan dalam berbagai tantangan.
Prinsip Amsal 24 ayat 3 tetap relevan di era modern. Di tengah kesibukan dan tekanan hidup, membangun kehidupan yang stabil dan memuaskan memerlukan lebih dari sekadar kerja keras. Ia membutuhkan pendekatan yang cerdas dan strategis.
Dalam karir, hikmat dan pengertian membantu kita membuat pilihan jalur karir yang tepat, mengelola proyek dengan efisien, dan membangun hubungan profesional yang solid. Dalam keuangan, keduanya menjadi kunci untuk merencanakan masa depan, berinvestasi dengan bijak, dan menghindari jerat utang.
Bahkan dalam hubungan interpersonal, baik itu dengan pasangan, anak, teman, atau kolega, hikmat dan pengertian adalah perekat yang menjaga ikatan tetap kuat. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan efektif, menyelesaikan konflik secara konstruktif, dan menunjukkan penghargaan adalah manifestasi dari hikmat dan pengertian.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana kita bisa menumbuhkan hikmat dan pengertian dalam diri kita? Amsal sendiri memberikan banyak petunjuk. Ia mengajarkan bahwa takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan (Amsal 1:7). Ini berarti memelihara rasa hormat terhadap prinsip-prinsip moral dan spiritual yang mendasari kehidupan.
Selain itu, belajar dari pengalaman, mendengarkan nasihat orang yang bijak, dan merenungkan firman Tuhan juga merupakan cara-cara efektif untuk mengasah hikmat dan pengertian. Keterbukaan untuk belajar dan mau mengakui ketika kita salah adalah langkah awal yang penting.