Dalam lautan nasihat tentang pengasuhan anak, sering kali kita menemukan berbagai metode dan filosofi yang beragam. Namun, sebuah ayat kuno dari Kitab Amsal, tepatnya Amsal 23:13, menawarkan sebuah prinsip fundamental yang kekal dan mendalam, sebuah kunci yang sering kali terabaikan di tengah kesibukan modern: pentingnya disiplin yang disertai kasih.
Ayat ini mungkin terdengar keras bagi sebagian orang di zaman sekarang. Konsep "rotan" sering kali disalahpahami dan menimbulkan kontroversi. Namun, jika kita melihat lebih dalam makna aslinya dalam konteks hikmat Alkitabiah, ayat ini tidak sekadar berbicara tentang hukuman fisik. Lebih dari itu, ia menekankan urgensi dari sebuah pendekatan yang tegas namun penuh kasih dalam mendisiplinkan anak. Inti dari ayat ini adalah sebuah peringatan agar orang tua tidak mengabaikan tanggung jawab mereka untuk membentuk karakter anak, yang memerlukan bimbingan dan koreksi yang tepat.
Kata "didikan" (atau "ajaran", "disiplin") dalam bahasa Ibrani yang digunakan di sini mencakup berbagai aspek pembentukan karakter, mulai dari pengajaran, koreksi, hingga teguran. Ini adalah proses aktif dalam membimbing anak menuju kedewasaan, moralitas, dan kebijaksanaan. Sementara "rotan" sering kali diartikan sebagai alat fisik, dalam tradisi hikmat, ia melambangkan konsekuensi, batasan, dan koreksi yang perlu diberikan agar anak memahami kesalahan dan belajar dari dampaknya. Penting untuk dicatat bahwa Alkitab juga secara konsisten menekankan pentingnya kasih, kesabaran, dan hikmat dalam mendisiplinkan (Efesus 6:4; Kolose 3:21).
Amsal 23:13 menegaskan bahwa menahan didikan yang benar justru dapat membahayakan anak. Ketika anak tidak dibimbing untuk memahami batasan, konsekuensi dari tindakan mereka, atau nilai-nilai yang benar, mereka berisiko jatuh ke dalam kebiasaan buruk yang dapat membawa kehancuran di masa depan. Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa "ia tidak akan mati" jika diberi pukulan dengan rotan, menyiratkan bahwa didikan yang benar, meskipun terkadang terasa menyakitkan atau sulit, pada akhirnya akan melindungi dan menyelamatkan anak dari bahaya yang lebih besar, baik fisik maupun spiritual.
Prinsip utama yang terkandung dalam Amsal 23:13 bukanlah tentang kekerasan, melainkan tentang urgensi disiplin yang diterapkan dengan motivasi kasih. Orang tua yang mengasihi anaknya tidak akan membiarkan anaknya tumbuh tanpa arahan dan batasan. Kasih sejati terlihat dari kemauan untuk melakukan hal yang sulit demi kebaikan jangka panjang anak. Ini berarti menetapkan aturan, menegakkan batasan, dan memberikan konsekuensi ketika aturan dilanggar. Ini bukan tentang menghukum semata-mata untuk melampiaskan emosi, tetapi untuk mengajar dan membentuk.
Pendekatan ini membutuhkan keseimbangan. Disiplin tanpa kasih bisa menjadi penindasan. Namun, kasih tanpa disiplin bisa menjadi kelalaian. Amsal 23:13 mendorong kita untuk menemukan titik temu yang sehat: disiplin yang teguh yang berakar pada cinta yang mendalam. Ketika orang tua mendisiplinkan anak dengan cara yang penuh perhatian, menjelaskan alasan di balik aturan, dan menunjukkan penerimaan serta dukungan setelah koreksi, anak akan belajar bahwa disiplin itu datang dari keinginan untuk melihat mereka berhasil dan bertumbuh menjadi pribadi yang baik.
Di era modern, kita memiliki pemahaman yang lebih baik tentang psikologi anak dan metode pengasuhan. Penting bagi kita untuk menginterpretasikan prinsip Amsal 23:13 dengan bijak. "Rotan" dalam konteks modern mungkin lebih merujuk pada berbagai bentuk konsekuensi yang membangun, seperti waktu tenang (time-out), pencabutan hak istimewa sementara, atau tugas tambahan yang mendidik. Yang terpenting adalah konsistensi, keadilan, dan komunikasi dalam menerapkan disiplin.
Disiplin yang efektif adalah yang mengajarkan anak untuk mengendalikan diri, memahami akibat dari pilihan mereka, dan mengembangkan rasa tanggung jawab. Ini adalah proses yang berkelanjutan, membutuhkan kesabaran dan ketekunan dari orang tua. Ayat ini mengingatkan kita bahwa sebagai orang tua, kita memiliki peran krusial dalam membimbing generasi mendatang. Mengabaikan tanggung jawab ini dapat memiliki konsekuensi yang jauh lebih menyakitkan daripada teguran singkat yang diberikan dengan kasih.
Jadi, mari kita renungkan Amsal 23:13 bukan sebagai mandat untuk kekerasan, tetapi sebagai seruan untuk kesungguhan dalam mendidik anak dengan pendekatan yang tegas namun selalu dilandasi oleh kasih yang tak bersyarat. Dengan demikian, kita menolong mereka tumbuh menjadi individu yang kuat, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan kehidupan.