Setiap orang mendambakan kedamaian dan kebahagiaan dalam lingkungannya, terutama di tempat yang paling seharusnya menjadi sumber ketenangan, yaitu rumah. Namun, menciptakan atmosfer yang harmonis di rumah seringkali bukanlah tugas yang mudah. Pertengkaran, perselisihan, dan ketidaksepahaman dapat dengan cepat merusak keindahan sebuah keluarga. Di tengah kompleksitas hubungan antar anggota keluarga, ada sebuah hikmat kuno yang menawarkan panduan berharga: Amsal 21:9.
Ayat ini secara gamblang menggambarkan sebuah kontras yang tajam. Di satu sisi, ada gambaran kehidupan yang mungkin terlihat sederhana, bahkan terpinggirkan: tinggal di "sudut sotoh rumah". Ini bisa diartikan sebagai ruang yang sempit, kurang nyaman, atau tidak begitu terhormat jika dibandingkan dengan bagian utama rumah. Namun, kualitas kehidupan di sana adalah kedamaian dan ketenangan yang tak ternilai.
Di sisi lain, ayat ini menyajikan sebuah skenario yang berlawanan: "rumah besar". Ini menyimbolkan kemewahan, kekayaan, status sosial yang tinggi, dan segala bentuk kenyamanan materi. Namun, kemegahan ini dikotori oleh keberadaan "perempuan yang suka bertengkar". Kata "perempuan" di sini tidak serta-merta menyalahkan kaum wanita secara spesifik, melainkan bisa diartikan sebagai salah satu anggota keluarga inti (istri/ibu) yang sifatnya selalu menciptakan konflik, atau bisa juga merujuk pada dinamika pertengkaran yang terjadi di dalam rumah tersebut, yang mungkin dipicu atau didominasi oleh suara-suara yang selalu berselisih.
Amsal 21:9 bukanlah sekadar nasihat tentang tempat tinggal. Ini adalah sebuah prinsip universal tentang apa yang benar-benar menciptakan kebahagiaan dan ketentraman. Ayat ini menegaskan bahwa nilai sebuah tempat tinggal tidak terletak pada ukuran, kemegahan, atau kemewahan eksteriornya, melainkan pada kualitas hubungan dan kedamaian yang tercipta di dalamnya. Kenyamanan materi yang melimpah akan terasa hampa dan bahkan menyiksa jika dibarengi dengan atmosfer yang penuh konflik, kebisingan, dan ketegangan.
Dalam konteks keluarga, rumah seharusnya menjadi pelabuhan. Tempat di mana setiap anggota keluarga merasa aman, dihargai, dan dicintai. Namun, ketika rumah justru menjadi medan pertempuran, di mana pertengkaran menjadi pemandangan sehari-hari, maka kenyamanan fisik yang ditawarkan oleh rumah besar menjadi tidak berarti. Kegaduhan, teriakan, dan luka emosional yang ditimbulkan oleh perselisihan jauh lebih merusak daripada keterbatasan fisik sebuah tempat tinggal.
Menciptakan rumah yang damai bukanlah tanggung jawab satu orang saja. Prinsip Amsal 21:9 mengajarkan kita untuk lebih menghargai kualitas daripada kuantitas, keharmonisan daripada kemegahan semu. Ini mendorong kita untuk:
Kehidupan yang harmonis di rumah tangga adalah sebuah investasi jangka panjang. Mungkin memerlukan pengorbanan, kesabaran, dan usaha ekstra. Namun, imbalannya tak terhingga. Daripada mengejar kemegahan duniawi yang dikotori perselisihan, lebih baik memilih kenyamanan sederhana yang dipenuhi dengan cinta dan kedamaian. Amsal 21:9 mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati seringkali ditemukan dalam kesederhanaan, ketika hati kita dipenuhi oleh ketenangan, bukan oleh hiruk pikuk pertengkaran.
Mari renungkan kembali makna ayat ini dalam kehidupan rumah tangga kita. Apakah kita lebih mementingkan tampilan luar yang megah namun rapuh di dalam, atau kita memilih untuk membangun fondasi kedamaian yang kokoh, sekecil apapun ruangnya? Pilihan ada di tangan kita, dan Amsal 21:9 memberikan peta jalan yang jelas menuju kebahagiaan yang berkelanjutan.