Dalam kitab Amsal, banyak hikmat berharga yang ditawarkan untuk menuntun kehidupan kita. Salah satu ayat yang sering kali menginspirasi dan memberikan pemahaman mendalam tentang hubungan manusia adalah Amsal 17:17. Ayat ini berbicara tentang esensi persahabatan yang sejati, sebuah fondasi yang krusial dalam menghadapi berbagai pasang surut kehidupan.
A friend loves at all times, and a brother is born for adversity.
(English Standard Version)
Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, ayat ini sering kali berbunyi, "Seorang sahabat selalu mengasihi, dan menjadi saudara dalam kesukaran." Frasa "selalu mengasihi" (loves at all times) menekankan sifat konsistensi dan kesetiaan yang melekat pada seorang sahabat sejati. Kasih ini tidak bersyarat, tidak tergantung pada keadaan baik atau buruk. Ia hadir bukan hanya saat kita sedang berjaya, saat segala sesuatu berjalan lancar, tetapi justru yang paling menonjol adalah kehadirannya di saat-saat tergelap.
Konsep "selalu mengasihi" dalam konteks persahabatan berarti hadirnya dukungan emosional yang tak tergoyahkan. Ini melibatkan pendengaran yang aktif, empati yang tulus, dan kesediaan untuk berbagi beban. Seorang sahabat sejati tidak akan menjauh ketika masalah datang. Sebaliknya, ia akan semakin mendekat, menawarkan pundak untuk bersandar, telinga untuk mendengar keluh kesah, dan hati yang siap memberikan dorongan semangat. Kasih ini bukan sekadar perasaan sesaat, melainkan sebuah komitmen untuk tetap ada, meskipun badai kehidupan menerpa.
Bagian kedua dari ayat ini, "dan menjadi saudara dalam kesukaran" (a brother is born for adversity), semakin memperkuat gagasan tentang kedalaman persahabatan. Persaudaraan sering kali diidentikkan dengan ikatan darah yang kuat dan tak terpisahkan. Dengan membandingkan sahabat dengan saudara dalam momen kesukaran, Salomo ingin menekankan bahwa ikatan persahabatan bisa sama kuat, bahkan terkadang lebih kuat dari ikatan saudara biologis, terutama ketika menghadapi kesulitan. Seorang sahabat yang seperti saudara akan rela berkorban, berdiri teguh di samping kita, dan membantu kita melewati masa-masa sulit tersebut. Ia akan melihat kesulitan kita sebagai kesulitannya sendiri, dan bersama-sama mencari jalan keluar.
Di era modern yang serba cepat dan terkadang terasa individualistis, memiliki sahabat sejati yang digambarkan dalam Amsal 17:17 menjadi semakin berharga. Hubungan yang dangkal mungkin hanya hadir saat dibutuhkan hiburan atau kesenangan, namun persahabatan sejati teruji dalam kesulitan. Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak hanya mencari teman yang bisa bersenang-senang bersama, tetapi juga untuk menjadi sahabat yang demikian bagi orang lain. Ini adalah panggilan untuk membangun hubungan yang didasarkan pada kepercayaan, kejujuran, dan komitmen yang mendalam.
Menemukan orang yang bisa menjadi "saudara dalam kesukaran" memang tidak selalu mudah. Namun, ayat ini juga memberikan perspektif bahwa persahabatan yang sejati adalah anugerah yang patut disyukuri dan dijaga. Ini juga menjadi pengingat bagi kita untuk merawat hubungan yang sudah kita miliki, untuk selalu hadir dan memberikan dukungan, bukan hanya saat semuanya baik, tetapi terutama ketika keadaan sulit. Dengan demikian, kita tidak hanya mendapatkan kenyamanan dari persahabatan, tetapi juga menjadi sumber kekuatan bagi orang lain, mencerminkan kebenaran ajaran Amsal yang kekal.
Amsal 17:17 menawarkan sebuah standar emas untuk persahabatan: cinta yang konsisten dan dukungan yang tak tergoyahkan di saat-saat terberat. Menginternalisasi prinsip ini dapat mengubah cara kita memandang dan mempraktikkan persahabatan, membawa kita pada hubungan yang lebih dalam, bermakna, dan kokoh.