Setiap orang pasti mendambakan kehidupan yang baik, penuh makna, dan terhindar dari berbagai kesulitan. Di tengah hiruk pikuk dunia modern yang penuh tantangan, seringkali kita mencari jawaban atau panduan yang dapat menuntun langkah kita. Salah satu sumber kearifan tertua yang masih relevan hingga kini adalah kitab Amsal dalam Alkitab. Di dalamnya, terdapat banyak sekali nasihat praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Khususnya, pada Amsal 10:3, kita menemukan sebuah prinsip fundamental yang sangat kuat dampaknya: "TUHAN tidak membiarkan orang benar kelaparan, tetapi menolak keinginan orang fasik." Ayat ini, meskipun singkat, menyimpan makna mendalam mengenai keadilan ilahi dan konsekuensi dari cara hidup kita.
Ayat ini membandingkan dua jenis orang: orang benar dan orang fasik. Mari kita bedah makna di balik perbandingan ini.
Frasa "TUHAN tidak membiarkan orang benar kelaparan" menunjukkan sebuah janji pemeliharaan. Ini bukan berarti bahwa orang benar tidak akan pernah menghadapi kesulitan materi atau kekurangan. Namun, ini mengindikasikan bahwa Tuhan memiliki cara untuk memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi. Kebenaran di sini merujuk pada mereka yang hidup sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan spiritual yang ditetapkan Tuhan, yang memiliki integritas, kejujuran, dan melakukan keadilan.
Pemeliharaan ini bisa datang dalam berbagai bentuk: melalui pekerjaan yang diberkati, bantuan dari sesama, atau bahkan melalui cara-cara yang tidak terduga. Intinya adalah, Tuhan melihat hati dan usaha orang yang hidup benar, dan Dia berkomitmen untuk tidak meninggalkan mereka dalam keadaan kekurangan yang parah. Ini adalah buah dari hubungan yang baik dengan Sang Pencipta, di mana ketaatan dan kepercayaan menghasilkan keamanan dan kepuasan.
Sebaliknya, ayat ini menyatakan bahwa Tuhan "menolak keinginan orang fasik." Orang fasik adalah mereka yang hidup dalam kebejatan moral, melakukan ketidakadilan, kebohongan, dan tidak peduli pada nilai-nilai kebaikan. Keinginan mereka seringkali egois, serakah, dan merugikan orang lain. Ayat ini menegaskan bahwa Tuhan tidak akan memenuhi atau mendukung keinginan yang jahat.
Penolakan ini dapat berarti bahwa rencana jahat mereka akan gagal, harta benda yang mereka peroleh dengan cara tidak benar akan hilang, atau keinginan mereka untuk berkuasa dan menindas akan bertepuk sebelah tangan. Tidak seperti orang benar yang dijanjikan pemenuhan kebutuhan, orang fasik akan menemukan bahwa ambisi dan keinginannya tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. Malah, seringkali mereka akan menghadapi konsekuensi negatif dari perbuatan mereka sendiri.
Prinsip dalam Amsal 10:3 memiliki relevansi yang kuat di era sekarang. Dalam dunia yang seringkali terasa tidak adil, di mana orang yang berbuat curang kadang tampak lebih sukses, ayat ini mengingatkan kita untuk tidak berkecil hati.
"Keadilan bukanlah tentang siapa yang menang, tetapi tentang siapa yang benar. Dan Tuhan selalu memihak pada kebenaran."
Amsal 10:3 berfungsi sebagai kompas moral yang membimbing kita dalam mengambil keputusan. Ia mengajarkan bahwa pilihan hidup kita memiliki konsekuensi, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Tuhan. Kehidupan yang dibangun di atas fondasi kebenaran dan kejujuran akan mendapatkan dukungan dan pemeliharaan ilahi, yang memberikan kedamaian dan kepuasan sejati.
Sementara itu, kehidupan yang didorong oleh keinginan jahat dan ketidakbenaran akan menemui jalan buntu dan penolakan. Ini bukanlah ancaman kosong, melainkan sebuah peringatan yang didasarkan pada pemahaman mendalam tentang sifat manusia dan keadilan alam semesta.
"TUHAN tidak membiarkan orang benar kelaparan, tetapi menolak keinginan orang fasik." (Amsal 10:3)