Kitab Amsal, sebuah kumpulan hikmat yang berharga, membuka pintunya dengan pengenalan yang tegas mengenai pentingnya kebijaksanaan. Di dalam ayat-ayat pembukanya, tersirat sebuah pesan fundamental tentang bagaimana kebijaksanaan itu diperoleh dan dipelihara. Amsal 1 ayat 8 dan 9, secara khusus, memberikan sorotan pada peran krusial orang tua dalam menanamkan prinsip-prinsip kebenaran kepada anak-anak mereka. Ayat-ayat ini bukan sekadar nasihat kuno, melainkan fondasi abadi bagi pembentukan karakter dan kehidupan yang bermakna.
Mari kita cermati bunyi ayat-ayat tersebut:
"Dengarkanlah, hai anakku, didikan (ajaran) bapamu, dan janganlah mengabaikan tuntunan (pelajaran) ibumu."
"Sebab keduanya itu (didikan bapa dan tuntunan ibu) akan menjadi *hiasan kepermaian* bagi kepalamu dan kalung bagi lehermu."
Frasa "Dengarkanlah, hai anakku" menunjukkan sebuah perintah yang bersifat mendesak dan penuh kasih. Ini bukan sekadar saran ringan, melainkan sebuah seruan untuk memberikan perhatian penuh. Anak-anak didorong untuk tidak hanya mendengar, tetapi juga memproses dan menerima apa yang diajarkan oleh ayah dan ibu mereka. Kata "didikan" (atau "ajaran" dalam beberapa terjemahan) dan "tuntunan" (atau "pelajaran") merujuk pada instruksi, pengajaran moral, nilai-nilai, dan petunjuk hidup yang diberikan orang tua.
Penekanan pada "janganlah mengabaikan" menggarisbawahi potensi bahaya dari menolak atau mengabaikan ajaran ini. Mengabaikan nasihat orang tua dapat berarti menutup diri dari sumber kebijaksanaan yang telah teruji oleh pengalaman dan kasih. Dalam konteks yang lebih luas, Amsal mengajarkan bahwa kebijaksanaan itu diperoleh melalui proses belajar, bimbingan, dan disiplin. Ajaran orang tua adalah salah satu saluran utama di mana kebijaksanaan ini ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Ayat ini secara eksplisit menyebutkan peran kedua orang tua: bapa dan ibu. Ini menandakan bahwa keduanya memiliki kontribusi unik dan saling melengkapi dalam mendidik seorang anak. Ayah mungkin memberikan arahan yang lebih tegas, sementara ibu mungkin menawarkan bimbingan yang lebih lembut dan intuitif. Namun, tujuan keduanya sama: membekali anak dengan pemahaman tentang yang benar dan yang salah, cara menjalani hidup yang terhormat, dan bagaimana membangun hubungan yang sehat.
Kombinasi ajaran dari kedua orang tua menciptakan sebuah fondasi yang kokoh. Ketika anak mendengarkan dan menghargai keduanya, mereka tidak hanya belajar prinsip-prinsip moral, tetapi juga mengembangkan rasa hormat terhadap otoritas yang sah dan pemahaman tentang pentingnya keluarga.
Janji yang mengikuti nasihat ini sangat menarik. Ajaran orang tua yang diterima dan dipraktikkan oleh anak tidak dianggap sebagai beban, melainkan sebagai sesuatu yang indah dan berharga. Ungkapan "hiasan kepermaian bagi kepalamu" dan "kalung bagi lehermu" adalah metafora yang kuat.
Sebuah hiasan di kepala menyimbolkan kehormatan, otoritas, dan pengakuan. Ini menunjukkan bahwa hidup sesuai dengan ajaran orang tua akan membawa reputasi yang baik dan keunggulan di mata orang lain. Sebaliknya, mengabaikan ajaran dapat membawa aib atau kehinaan. Sebuah kalung di leher melambangkan keindahan, martabat, dan identitas. Itu adalah sesuatu yang dikenakan dengan bangga dan menambah nilai pada penampilan seseorang. Dalam hal ini, kebijaksanaan yang diperoleh dari ajaran orang tua akan memperindah karakter seseorang dan menjadikannya pribadi yang berharga.
Lebih dari sekadar penampilan luar, metafora ini juga berbicara tentang identitas batin dan karakter. Kebijaksanaan yang tertanam dalam diri seseorang akan menjadi sumber keindahan yang abadi, memancar dari dalam. Itu akan membimbing setiap keputusan, setiap perkataan, dan setiap tindakan, membentuk pribadi yang disegani dan dikasihi.
Amsal 1 ayat 8-9 mengingatkan kita bahwa hubungan orang tua-anak adalah salah satu arena utama di mana nilai-nilai kehidupan ditransmisikan. Di tengah kompleksitas dunia modern, di mana informasi datang dari berbagai sumber yang seringkali bertentangan, peran bimbingan orang tua menjadi semakin vital. Ajaran yang didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang kuat dan etika yang sehat akan menjadi jangkar bagi anak-anak, membantu mereka menavigasi tantangan hidup dengan bijak dan integritas.
Oleh karena itu, ayat-ayat ini tidak hanya merupakan instruksi bagi anak untuk mendengarkan, tetapi juga pengingat bagi orang tua untuk memberikan ajaran yang bijak dan penuh kasih. Ketika ajaran orang tua diterima dengan hati yang terbuka, ia akan menjadi sumber kebijaksanaan yang tak ternilai, memperindah kehidupan anak dan menuntun mereka menuju masa depan yang penuh makna dan kehormatan.