Kitab Amsal dalam Alkitab merupakan sumber kebijaksanaan yang kaya, menawarkan panduan praktis untuk menjalani kehidupan yang baik dan berkenan kepada Tuhan. Salah satu ayat yang seringkali menjadi titik renungan adalah Amsal 1 ayat 11. Ayat ini, meskipun singkat, memuat pesan yang sangat mendalam dan relevan bagi setiap individu yang mencari arah dan makna dalam hidup mereka.
Ayat tersebut berbunyi, "Marilah, anakku, ikutlah Aku, Aku akan mengajar engkau takut akan TUHAN." (Amsal 1:11). Mari kita telaah lebih dalam makna tersirat di balik ajakan yang penuh kasih ini.
Kata "Marilah, anakku" menunjukkan sebuah panggilan yang bersifat personal dan penuh kehangatan. Ini bukan perintah yang keras, melainkan undangan dari seorang yang peduli, yang ingin membimbing dan melindungi. Dalam konteks kitab Amsal, seringkali suara ini diidentikkan dengan kebijaksanaan itu sendiri atau bahkan Allah yang memanggil manusia untuk belajar dari-Nya. Panggilan ini menekankan pentingnya hubungan personal dalam proses belajar dan pertumbuhan rohani. Anakku juga mengimplikasikan bahwa proses ini adalah sebuah perjalanan yang membutuhkan bimbingan dan waktu, seperti halnya seorang anak belajar dari orang tuanya.
Ajakan untuk "ikutlah Aku" berarti sebuah komitmen untuk mengikuti arahan, teladan, dan ajaran yang diberikan. Ini menyiratkan bahwa belajar takut akan Tuhan bukanlah sekadar pemahaman intelektual, tetapi sebuah praktik hidup yang aktif. Mengikuti berarti berjalan di jalan yang telah ditunjukkan, meneladani langkah-langkah sang pemberi ajaran. Dalam kehidupan sehari-hari, ini berarti kita perlu secara sadar memilih untuk mendengarkan dan menerapkan prinsip-prinsip ilahi dalam setiap aspek kehidupan kita, mulai dari pekerjaan, hubungan sosial, hingga keputusan pribadi.
Inti dari ajakan ini terletak pada tujuan mulia: mengajarkan "takut akan TUHAN." Apa sebenarnya yang dimaksud dengan takut akan Tuhan? Ini bukanlah ketakutan yang melumpuhkan seperti rasa takut akan predator atau bahaya fisik. Sebaliknya, takut akan Tuhan adalah rasa hormat yang mendalam, kekaguman yang tulus, dan kesadaran akan kebesaran serta kekudusan-Nya. Ini adalah pengakuan akan kedaulatan-Nya, keadilan-Nya, dan kasih-Nya yang tak terbatas. Takut akan Tuhan juga berarti menyadari bahwa tindakan kita selalu disaksikan oleh-Nya, dan ada konsekuensi dari setiap pilihan yang kita buat.
Lebih dari sekadar emosi, takut akan Tuhan adalah prinsip dasar dari semua kebijaksanaan. Ketika seseorang benar-benar takut akan Tuhan, ia akan cenderung menghindari kejahatan, menjauhi dosa, dan berusaha untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Ini adalah fondasi yang kokoh untuk membangun karakter yang kuat, mengambil keputusan yang bijak, dan menjalani hidup yang bermakna.
Mengapa penting untuk belajar takut akan Tuhan? Kitab Amsal secara konsisten mengajarkan bahwa takut akan Tuhan adalah awal dari pengetahuan (Amsal 1:7), memberikan hikmat, pengertian, dan disiplin (Amsal 1:2-3). Orang yang takut akan Tuhan akan diberkati dengan kehidupan yang panjang, damai sejahtera, dan kepuasan. Mereka akan terhindar dari banyak kesulitan dan kesengsaraan yang datang dari hidup tanpa kendali ilahi.
Dalam dunia yang seringkali penuh dengan ketidakpastian dan godaan, ajakan dari Amsal 1:11 menjadi jangkar yang stabil. Ia mengingatkan kita bahwa kebijaksanaan sejati dan keamanan abadi tidak ditemukan dalam harta benda duniawi, kekuasaan, atau popularitas, melainkan dalam hubungan yang benar dengan Sang Pencipta. Dengan mengikuti ajaran-Nya, kita diarahkan pada jalan kehidupan yang penuh berkat, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang-orang di sekitar kita.
Setiap orang pada suatu titik dalam hidupnya akan menghadapi pilihan. Apakah kita akan mengikuti jalan kita sendiri yang mungkin dipenuhi kesombongan dan ketidaktahuan, ataukah kita akan menanggapi ajakan penuh kasih ini? "Marilah, anakku, ikutlah Aku." Undangan ini terbuka bagi siapapun yang mau mendengarkan. Memilih untuk mengikuti berarti membuka diri terhadap tuntunan ilahi, belajar untuk menghormati, mengasihi, dan tunduk kepada Tuhan. Hasilnya adalah kehidupan yang tidak hanya lebih bijaksana, tetapi juga lebih damai dan penuh makna.
Amsal 1 ayat 11 adalah pengingat bahwa kebijaksanaan sejati bukanlah sesuatu yang bisa diciptakan sendiri, melainkan harus diterima dari sumber yang Mahatahu. Dengan hati yang terbuka dan kemauan untuk belajar, kita dapat menemukan jalan terang yang ditawarkan, yang berpuncak pada hubungan yang mendalam dengan Tuhan dan kehidupan yang benar-benar memuaskan.