Amos 6:1-10: Peringatan Terhadap Kesombongan dan Ketidakadilan

Kitab Amos adalah salah satu kitab nabi-nabi dalam Perjanjian Lama, yang membawa pesan teguran dan penghakiman dari Allah terhadap umat-Nya, khususnya Kerajaan Israel Utara pada masanya. Pasal 6 ayat 1 hingga 10 menyajikan gambaran yang kuat tentang keadaan sosial dan spiritual bangsa Israel yang telah tergelincir dari jalan kebenaran Allah. Pesan ini bukan hanya relevan untuk masa lalu, tetapi juga memberikan pelajaran berharga bagi kita di zaman modern tentang bahaya kesombongan, kemewahan yang berlebihan, dan pengabaian terhadap keadilan.

Ayat pertama dari pasal ini langsung menggemakan peringatan keras: "Celakalah mereka yang merasa aman di Sion dan mereka yang merasa tenteram di gunung Samaria, para bangsawan terkemuka dari bangsa pilihan, ke mana orang pergi mencari pertolongan!" (Amos 6:1). Kata "celakalah" menandakan sebuah ancaman serius dan kesedihan yang mendalam. Para pemimpin Israel, yang seharusnya menjadi teladan dalam ketaatan kepada Allah, justru menikmati kenyamanan dan kemewahan, merasa aman di pusat kekuasaan mereka, Sion (merujuk pada Yerusalem, meskipun Amos seringkali berbicara tentang Israel Utara) dan Samaria. Mereka percaya diri, mengabaikan peringatan tentang kehancuran yang akan datang, sama seperti orang yang merasa aman di puncak gunung yang megah.

"Celakalah mereka yang merasa aman di Sion dan mereka yang merasa tenteram di gunung Samaria, para bangsawan terkemuka dari bangsa pilihan, ke mana orang pergi mencari pertolongan!" (Amos 6:1)

Amos melanjutkan dengan menggambarkan gaya hidup mereka yang penuh kenikmatan dan kelalaian. Mereka hidup dalam kemewahan, memuaskan diri dengan makanan dan minuman terbaik, sambil melupakan penderitaan sesama. Ayat 4-6 melukiskan adegan ini dengan detail yang mencolok:

"Ah, mereka yang berbaring di atas ranjang gading, dan bermalas-malasan di atas tikar mereka, yang makan anak domba dari kawanan, dan anak lembu dari tengah kandang; yang bersiul-siul mengikuti irama musik, seperti Daud, yang meminum anggur dalam mangkuk besar, dan mengurapi diri dengan minyak terbaik, tetapi tidak peduli akan kehancuran Yusuf!" (Amos 6:4-6)

Perhatikan kontrasnya: mereka menikmati musik dan anggur terbaik, mengurapi diri dengan minyak termahal, sementara "tidak peduli akan kehancuran Yusuf" (nama lain untuk Israel). Mereka terbuai oleh kesenangan pribadi, terasing dari realitas penderitaan yang dialami oleh banyak orang, terutama dari kaum miskin dan lemah yang diabaikan. Kesenangan mereka bersifat dangkal, karena tidak disertai dengan rasa iba atau kepedulian terhadap sesama. Bahkan, kemewahan mereka seringkali didapat dari hasil eksploitasi terhadap orang lain, sebuah realitas yang seringkali tersembunyi di balik kemegahan.

Bahaya dari gaya hidup yang penuh kesombongan dan ketidakadilan ini bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan oleh Allah. Akibat dari kelalaian dan kesombongan mereka adalah penghakiman yang tak terhindarkan. Allah menegaskan melalui Amos, "Oleh karena itu, sekarang mereka akan menjadi yang pertama dibuang ke pembuangan, dan kerakusan orang-orang yang bermalas-malasan itu akan diakhiri." (Amos 6:7). Kata "dibuang ke pembuangan" adalah sebuah ramalan tentang penaklukan dan pengasingan bangsa Israel. Kemewahan dan rasa aman yang mereka banggakan akan lenyap, digantikan oleh kesengsaraan dan kehancuran.

"Oleh karena itu, sekarang mereka akan menjadi yang pertama dibuang ke pembuangan, dan kerakusan orang-orang yang bermalas-malasan itu akan diakhiri." (Amos 6:7)

Lebih lanjut, ayat 8-10 menjelaskan alasan di balik penghakiman ini. Allah berfirman, "Tuhan ALLAH bersumpah demi diri-Nya sendiri — demikianlah firman TUHAN, Allah semesta alam: 'Aku muak melihat kesombongan Yakub dan aku benci akan istananya; Aku akan menyerahkan kota itu dan segala isinya.'" (Amos 6:8). Kesombongan, keangkuhan, dan penolakan untuk mendengarkan peringatan Allah menjadi akar masalahnya. Mereka telah melupakan bahwa segala berkat yang mereka nikmati berasal dari Allah, dan mereka seharusnya menggunakan berkat itu untuk kemuliaan-Nya dan untuk kebaikan sesama.

Kecaman terhadap mereka tidak berhenti di situ. Amos juga menyoroti dampak buruk dari ketidakadilan dan penindasan. Ayat 9-10 menggambarkan suasana kota yang penuh ketakutan dan kehancuran sebagai akibat dari dosa mereka: "Dan jika sepuluh orang tertinggal di dalam satu rumah, mereka pun akan mati. Saudara akan mengambil kerabatnya untuk mengusungnya, untuk membawa tulang-belulang dari rumah itu, dan ia akan berkata kepada seorang yang berada di dalam rumah itu, 'Apakah masih ada yang lain?' Dan orang itu akan menjawab, 'Tidak ada!'" (Amos 6:10). Gambaran ini sungguh mengerikan, menunjukkan kehancuran total yang menimpa bangsa itu, di mana bahkan sanak saudara pun harus mengurus jenazah dalam keadaan yang begitu sulit, menunjukkan betapa beratnya penghakiman Allah.

"Dan jika sepuluh orang tertinggal di dalam satu rumah, mereka pun akan mati. Saudara akan mengambil kerabatnya untuk mengusungnya, untuk membawa tulang-belulang dari rumah itu, dan ia akan berkata kepada seorang yang berada di dalam rumah itu, 'Apakah masih ada yang lain?' Dan orang itu akan menjawab, 'Tidak ada!'" (Amos 6:10)

Pesan Amos 6:1-10 mengingatkan kita bahwa kemakmuran dan kenyamanan tidak otomatis berarti diridai Allah. Jika kemakmuran itu memicu kesombongan, mengabaikan penderitaan orang lain, dan menjauhkan kita dari keadilan, maka itu akan menjadi sumber malapetaka. Allah memanggil kita untuk hidup dalam kerendahan hati, mengasihi sesama, dan menjunjung tinggi keadilan. Kemewahan yang tidak disertai dengan kepedulian sosial dan ketaatan kepada Allah adalah cerminan dari hati yang jauh dari kebenaran-Nya. Pelajaran dari kitab Amos ini tetap relevan, mengajak kita untuk memeriksa hati dan gaya hidup kita, agar tidak tergelincir ke dalam jurang kesombongan dan ketidakpedulian yang akhirnya akan mendatangkan celaka.

Ikon Peringatan atau Peringatan Allah

Peringatan dari hati ke hati.

🏠 Homepage