Air Ketuban Kurang di Akhir Kehamilan: Memahami dan Menanganinya
Apa Itu Air Ketuban?
Air ketuban, atau cairan amnion, adalah cairan yang mengelilingi janin di dalam rahim selama kehamilan. Cairan ini memiliki peran krusial dalam perkembangan bayi. Air ketuban berfungsi sebagai bantalan pelindung yang melindungi janin dari benturan dan cedera. Selain itu, ia membantu menjaga suhu rahim agar tetap stabil, memungkinkan janin bergerak bebas untuk menunjang perkembangan otot dan tulangnya, serta mencegah tali pusat tertekan yang dapat mengganggu pasokan oksigen dan nutrisi ke bayi.
Air Ketuban Kurang di Akhir Kehamilan: Definisi dan Frekuensi
Pada akhir kehamilan, normalnya volume air ketuban akan sedikit berkurang. Namun, kondisi di mana volume air ketuban jauh di bawah normal disebut oligohidramnion. Oligohidramnion yang terjadi di trimester ketiga kehamilan, terutama menjelang persalinan, menjadi perhatian serius karena dapat menimbulkan berbagai risiko bagi ibu dan bayi.
Diperkirakan oligohidramnion terjadi pada sekitar 4% kehamilan. Frekuensi ini meningkat pada kehamilan dengan faktor risiko tertentu.
Penyebab Air Ketuban Kurang
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan penurunan volume air ketuban di akhir kehamilan:
Gangguan pada Fungsi Ginjal Janin: Ginjal janin berperan penting dalam memproduksi air ketuban melalui urine. Jika janin memiliki masalah ginjal, produksi urine akan berkurang, sehingga air ketuban pun ikut menipis.
Ketuban Pecah Dini (KPD): Terkadang, selaput ketuban bisa pecah sebelum waktunya (sebelum persalinan dimulai). Jika kebocoran ini signifikan, volume air ketuban bisa berkurang drastis.
Kelainan Plasenta: Plasenta yang tidak berfungsi dengan baik (insufisiensi plasenta) dapat mengurangi suplai darah dan nutrisi ke janin, yang berpotensi memengaruhi produksi air ketuban.
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT): Janin yang pertumbuhannya terhambat seringkali dikaitkan dengan masalah pada plasenta atau nutrisi, yang juga bisa berdampak pada volume air ketuban.
Kehamilan Lewat Waktu (Post-term Pregnancy): Kehamilan yang berlangsung lebih dari 40 minggu terkadang dapat menyebabkan penurunan volume air ketuban.
Kelainan Kromosom atau Genetik pada Janin: Beberapa kelainan genetik dapat memengaruhi perkembangan organ janin, termasuk sistem urinaria, yang berujung pada produksi air ketuban yang kurang.
Infeksi pada Ibu: Beberapa infeksi yang dialami ibu selama kehamilan juga bisa memicu oligohidramnion.
Ibu Mengonsumsi Obat Tertentu: Penggunaan obat-obatan tertentu seperti inhibitor enzim konversi angiotensin (ACE inhibitors) tanpa pengawasan medis dapat memengaruhi ginjal janin dan mengurangi air ketuban.
Dampak Air Ketuban Kurang pada Kehamilan
Kurangnya air ketuban di akhir kehamilan dapat menimbulkan risiko bagi ibu dan janin, antara lain:
Risiko Kompresi Tali Pusat: Volume air ketuban yang sedikit membuat ruang gerak janin terbatas. Hal ini meningkatkan kemungkinan tali pusat tertekan di antara janin dan dinding rahim, yang dapat mengurangi suplai oksigen dan nutrisi ke bayi.
Keterlambatan Persalinan yang Berbahaya: Jika kondisi ini tidak ditangani dengan baik, dokter mungkin akan merekomendasikan induksi persalinan. Namun, persalinan bisa menjadi lebih rumit jika air ketuban sangat sedikit.
Masalah Perkembangan Janin: Dalam kasus yang parah dan terjadi lebih awal, oligohidramnion dapat menyebabkan masalah perkembangan paru-paru janin karena paru-paru membutuhkan cairan ketuban untuk berkembang dengan baik.
Risiko Infeksi: Kantung ketuban yang menipis atau pecah dini dapat meningkatkan risiko infeksi pada rahim.
Peningkatan Risiko Persalinan Caesar: Komplikasi yang timbul akibat air ketuban kurang, seperti gawat janin (baby in distress) atau masalah pada tali pusat, seringkali mengharuskan persalinan dilakukan melalui operasi caesar.
Bagaimana Dokter Mendeteksi dan Menanganinya?
Deteksi air ketuban kurang umumnya dilakukan melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG) secara rutin. Dokter akan mengukur indeks cairan amnion (AFI) untuk menilai jumlah air ketuban. Jika hasil USG menunjukkan volume air ketuban yang rendah, dokter akan melakukan evaluasi lebih lanjut.
Penanganan air ketuban kurang akan sangat bergantung pada usia kehamilan, penyebabnya, dan kondisi janin.
Pemantauan Ketat: Jika kondisi tidak mengancam jiwa, dokter mungkin akan merekomendasikan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu dan janin, termasuk pemeriksaan USG dan pemantauan detak jantung janin secara berkala.
Perubahan Gaya Hidup: Ibu mungkin akan disarankan untuk cukup istirahat dan minum lebih banyak air putih, meskipun efektivitasnya dalam menambah volume air ketuban masih dalam penelitian.
Amnioinfusion: Dalam beberapa kasus, terutama jika ada tanda-tanda kompresi tali pusat selama persalinan, dokter mungkin melakukan prosedur amnioinfusion. Prosedur ini melibatkan penginfusan cairan steril ke dalam rahim melalui kateter untuk menambah volume air ketuban.
Induksi Persalinan: Jika usia kehamilan sudah cukup bulan dan kondisi air ketuban sangat rendah serta berisiko bagi janin, dokter mungkin akan merekomendasikan induksi persalinan.
Persalinan Caesar: Jika kondisi janin memburuk atau persalinan alami dianggap berisiko, persalinan caesar mungkin menjadi pilihan terbaik.
Informasi di atas bersifat edukatif. Selalu konsultasikan kondisi kehamilan Anda dengan dokter kandungan.