Tun Abdul Razak Hussein: Arsitek Malaysia Modern

Bapak Pembangunan, Pemimpin Transformasi Nasional

Pendahuluan: Fondasi Era Baru

Abdul Razak bin Hussein, yang lebih dikenal sebagai Tun Abdul Razak, merupakan salah satu tokoh sentral dalam sejarah modern Malaysia. Meskipun hanya menjabat sebagai Perdana Menteri kedua Malaysia, warisan kebijakannya—khususnya Dasar Ekonomi Baru (DEB)—telah membentuk struktur sosial, ekonomi, dan politik negara tersebut hingga saat ini. Kehadiran Tun Razak di panggung politik bukan sekadar penerus kepemimpinan, melainkan seorang arsitek yang merancang ulang fondasi bangsa pasca-krisis yang mendalam.

Jauh sebelum menjabat sebagai Perdana Menteri, Tun Razak dikenal sebagai birokrat yang sangat kompeten dan efisien. Gaya kepemimpinannya yang tegas, terorganisir, dan berorientasi pada hasil sangat kontras dengan pendahulunya, Tunku Abdul Rahman, yang lebih menekankan pada karisma dan pendekatan santai. Efisiensi ini menjadi kunci saat ia harus memimpin Malaysia melalui periode paling traumatis dan kritis dalam sejarahnya.

Peran Tun Razak sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Pembangunan Luar Bandar, dan pada akhirnya Perdana Menteri, memperlihatkan komitmen totalnya terhadap pemerataan kesejahteraan, khususnya bagi masyarakat Melayu di pedesaan. Program-program besarnya, mulai dari Lembaga Kemajuan Tanah Persekutuan (FELDA) hingga DEB, semuanya berpusat pada upaya untuk menghapus kemiskinan dan merestrukturisasi masyarakat secara radikal. Pemahamannya yang mendalam terhadap isu-isu akar rumput, dikombinasikan dengan kemampuan strategisnya dalam politik tingkat tinggi, menjadikannya figur yang unik dan tak tergantikan dalam narasi pembangunan Malaysia.

Latar Belakang, Disiplin, dan Pendidikan Awal

Lahir di Pekan, Pahang, pada tanggal 11 Maret 1922, Tun Abdul Razak berasal dari kalangan bangsawan Melayu yang memiliki hubungan erat dengan istana. Latar belakang ini memberinya akses ke pendidikan terbaik, tetapi ia dikenal tidak pernah menyalahgunakan privilese tersebut; sebaliknya, ia menerapkan disiplin yang ketat pada dirinya sendiri sejak usia muda. Disiplin ini kelak menjadi ciri khas administrasi pemerintahannya.

Pendidikan awal Tun Razak dilakukan di Sekolah Clifford, Kuala Lipis, sebelum melanjutkan ke Maktab Melayu Kuala Kangsar (MCKK), institusi yang melahirkan banyak elit dan pemimpin Melayu. Di MCKK, ia menunjukkan kecerdasan akademis yang luar biasa. Setelah menyelesaikan pendidikannya di tanah air, ia dianugerahi beasiswa untuk melanjutkan studi ke Singapura di Raffles College (sekarang bagian dari Universitas Nasional Singapura).

Pendidikan Hukum dan Pengaruh London

Periode paling formatif dalam pembentukan karir politik Tun Razak terjadi ketika ia belajar hukum di Lincoln's Inn, London, setelah Perang Dunia Kedua berakhir. Di London, ia tidak hanya menguasai seluk-beluk hukum, tetapi juga terlibat aktif dalam pergerakan mahasiswa Melayu yang bersemangat untuk kemerdekaan. Ia menjadi anggota aktif, bahkan menjadi pemimpin, Asosiasi Serikat Melayu Britania Raya (Kumpulan Melayu Bersatu Great Britain).

Pengalamannya di London mempertemukannya dengan para calon pemimpin Malaysia lainnya, termasuk Tunku Abdul Rahman. Diskusi intensif mengenai masa depan Malaya (sebelum menjadi Malaysia) menanamkan dalam dirinya tekad yang kuat untuk kembali dan berkontribusi pada kemerdekaan dan pembangunan negara. Pada tahun 1950, setelah kembali ke Malaya, ia bergabung dengan Dinas Sipil Malaya (MCS), memulai karir birokratisnya yang cemerlang sebelum sepenuhnya terjun ke politik.

Simbol Pemerintahan dan Birokrasi Representasi Perjalanan dari Birokrasi ke Tata Kelola Negara Disiplin Administrasi dan Fondasi Negara

Gambar: Transisi dari Birokrasi (Segitiga) menuju Pusat Kepemimpinan (Lingkaran Emas).

Peran Kunci dalam Kemerdekaan dan Pembentukan Malaysia

Langkah Tun Razak ke dalam dunia politik formal dimulai pada tahun 1950-an. Ia segera diangkat menjadi anggota Majlis Perundangan Persekutuan (Federal Legislative Council) dan dengan cepat menjadi bintang yang bersinar di Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO). Kedekatannya dengan Tunku Abdul Rahman, pemimpin UMNO dan arsitek kemerdekaan, memposisikannya sebagai tangan kanan yang paling diandalkan.

Wakil Tunku dan Perundingan London

Tun Razak memainkan peran yang sangat penting dalam perundingan kemerdekaan di London pada tahun 1956. Sebagai anggota delegasi utama, ia bertanggung jawab atas banyak detail administratif dan negosiasi yang rumit, memastikan transisi kekuasaan dari Inggris berjalan lancar dan terstruktur. Setelah Malaya meraih kemerdekaan pada tahun 1957, ia diangkat sebagai Menteri Pendidikan.

Sebagai Menteri Pendidikan, ia memperkenalkan Laporan Razak (1956), sebuah kerangka kerja yang fundamental untuk sistem pendidikan nasional. Laporan ini bertujuan untuk menyatukan berbagai aliran pendidikan etnis di bawah satu sistem nasional, menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar utama—sebuah langkah kritis dalam membangun identitas nasional pasca-kemerdekaan dan mengurangi kesenjangan antara komunitas yang berbeda. Upaya ini menunjukkan visi awal Tun Razak untuk integrasi sosial melalui kebijakan publik.

Tak lama kemudian, ia menjabat sebagai Menteri Pembangunan Luar Bandar (Rural Development). Jabatan ini adalah tempat di mana dedikasi Tun Razak pada rakyat jelata bersinar paling terang. Ia menciptakan ‘Bilik Gerakan’ (Operation Room) yang terkenal, sebuah pusat data dan pemantauan yang memungkinkan pemerintah memantau proyek pembangunan pedesaan secara real-time. Ini adalah manifestasi dari pendekatannya yang ilmiah dan terperinci terhadap administrasi, memastikan dana pembangunan benar-benar sampai ke daerah yang membutuhkan dan digunakan secara efisien.

FELDA: Mengubah Peta Pedesaan

Salah satu pencapaian terbesar Tun Razak sebelum menjadi Perdana Menteri adalah pengawasan dan perluasan Lembaga Kemajuan Tanah Persekutuan (FELDA). FELDA didirikan untuk menempatkan kembali keluarga-keluarga miskin, terutama petani Melayu dari desa-desa yang padat, ke lahan-lahan baru yang dikelola sebagai perkebunan komersial (kelapa sawit dan karet). Program ini tidak hanya memberikan lahan, tetapi juga infrastruktur, perumahan, dan pelatihan.

Revolusi agraria yang dibawa oleh FELDA di bawah kepemimpinan Tun Razak berhasil mengangkat ratusan ribu keluarga dari kemiskinan absolut. Ini adalah contoh konkret pertama dari komitmennya untuk mengatasi disparitas ekonomi yang melekat pada struktur kolonial, di mana kemiskinan memiliki korelasi yang kuat dengan lokasi geografis dan etnis.

Krisis 1969 dan Kebangkitan Kepemimpinan

Periode paling menentukan dalam karir politik Tun Razak adalah krisis Mei 1969. Setelah pemilihan umum yang kontroversial, ketegangan antar-etnis memuncak menjadi kerusuhan yang dikenal sebagai Peristiwa 13 Mei. Peristiwa ini mengguncang fondasi negara dan mengungkap keretakan sosial-ekonomi yang mendalam, terutama antara populasi Melayu yang merasa termarjinalkan secara ekonomi dan komunitas Tionghoa yang dominan dalam sektor komersial.

Majlis Gerakan Negara (MAGERAN)

Pasca-kerusuhan, demokrasi parlementer dibekukan, dan kekuasaan dialihkan ke Majlis Gerakan Negara (MAGERAN), yang dipimpin oleh Tun Razak sebagai Direktur Operasi. Meskipun Tunku Abdul Rahman secara formal tetap menjadi Perdana Menteri, MAGERAN, di bawah kepemimpinan pragmatis Tun Razak, mengambil kendali penuh atas administrasi dan keamanan negara. Periode darurat ini memberikan Tun Razak platform untuk menerapkan perubahan fundamental tanpa hambatan politik biasa.

Di bawah MAGERAN, fokusnya adalah memulihkan ketertiban, tetapi yang lebih penting, mengidentifikasi akar penyebab konflik. Analisis ini membawa pada kesimpulan bahwa masalah utamanya bukanlah sekadar perselisihan politik, tetapi kesenjangan ekonomi yang parah dan pengenalan identifikasi pekerjaan berdasarkan etnis yang diwarisi dari masa kolonial. Inilah yang melahirkan inisiatif paling ambisius dan kontroversial dalam sejarah Malaysia: Dasar Ekonomi Baru (DEB).

Pengambilan Alih Kekuasaan

Pada bulan September 1970, Tunku Abdul Rahman mengundurkan diri, dan Tun Abdul Razak Hussein secara resmi dilantik sebagai Perdana Menteri kedua Malaysia. Tugasnya sangat monumental: menyembuhkan luka bangsa, mengembalikan demokrasi, dan melancarkan revolusi sosio-ekonomi untuk memastikan kerusuhan serupa tidak pernah terjadi lagi.

Arsitek Dasar Ekonomi Baru (DEB)

Dasar Ekonomi Baru (DEB) yang diluncurkan pada tahun 1971 adalah jantung dari warisan Tun Razak. Ini adalah cetak biru untuk transformasi nasional yang bertujuan mencapai persatuan nasional melalui redistribusi kekayaan dan pembangunan ekonomi yang adil. DEB memiliki dua sasaran utama yang saling terkait dan harus dicapai dalam rentang waktu dua puluh tahun (1971–1990):

  1. Mengatasi dan Menghapuskan Kemiskinan: Tanpa mengira kaum atau etnis.
  2. Merestrukturisasi Masyarakat: Untuk mengurangi identifikasi pekerjaan berdasarkan etnis. Tujuannya adalah mencapai setidaknya 30% ekuiti dan partisipasi Bumiputera (Melayu dan suku pribumi) dalam sektor komersial dan industri modern.

Mekanisme Implementasi DEB

Untuk mencapai tujuan yang sangat ambisius ini, pemerintahan Tun Razak mendirikan serangkaian agensi pemerintah dan badan usaha milik negara yang agresif:

1. Peran Lembaga Pemerintah dan Korporasi

Agensi-agensi seperti PERNAS (Perbadanan Nasional Berhad) didirikan untuk bertindak sebagai agen komersial, mengakuisisi aset perusahaan asing, dan membentuk usaha patungan untuk kepentingan Bumiputera. Selain itu, **Pendaftar Kontraktor Bumiputera** dan program-program pelatihan di bawah MARA (Majlis Amanah Rakyat) diperluas secara besar-besaran untuk menciptakan kelas pedagang dan profesional Melayu yang kuat.

Tun Razak percaya bahwa intervensi langsung negara sangat diperlukan untuk mengubah struktur ekonomi yang diwariskan dari era kolonial, di mana modal asing dan komunitas non-Melayu menguasai hampir seluruh sektor korporat. DEB adalah upaya sosialis-demokratis untuk menyeimbangkan pasar melalui kebijakan afirmasi yang masif.

2. Pembangunan Pendidikan dan Tenaga Kerja

DEB juga didukung oleh perubahan radikal dalam sistem pendidikan tinggi. Kuota di universitas diperkenalkan untuk meningkatkan jumlah mahasiswa Bumiputera dalam bidang-bidang teknis dan profesional. Visi Tun Razak adalah menciptakan bukan hanya pemodal, tetapi juga tenaga kerja terampil yang mampu bersaing dalam ekonomi modern yang semakin kompleks.

3. Dampak Jangka Panjang dan Kritik

Secara efektif, DEB berhasil mencapai tujuannya dalam mengurangi kemiskinan secara drastis di seluruh etnis dan menciptakan kelas menengah Melayu yang substansial. Namun, implementasinya juga memicu perdebatan sengit. Meskipun Tun Razak telah menetapkan bahwa DEB harus dilaksanakan "tanpa merugikan sesiapa" (tanpa merugikan siapapun) dan hanya melalui pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus, kritik muncul mengenai isu ketergantungan (rent-seeking) dan potensi penyalahgunaan kebijakan afirmasi yang terjadi di masa-masa kepemimpinan penerusnya.

Terlepas dari kritik, DEB tetap menjadi pilar kebijakan pembangunan Malaysia. Keberanian Tun Razak untuk mengambil langkah drastis ini mencerminkan komitmennya yang teguh terhadap stabilitas jangka panjang yang didasarkan pada keadilan sosial. Ia melihat DEB bukan hanya sebagai kebijakan ekonomi, tetapi sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup Malaysia sebagai negara multietnis yang stabil.

Simbol Dasar Ekonomi Baru Representasi Pertumbuhan Ekonomi dan Restrukturisasi Masyarakat 30% Dua Sasaran DEB: Kemiskinan & Restrukturisasi

Gambar: Baris Pertumbuhan Menurunkan Kemiskinan dan Representasi Redistribusi Ekonomi.

Konsolidasi Kekuatan: Lahirnya Barisan Nasional

Setelah menjabat sebagai Perdana Menteri, Tun Razak menyadari bahwa aliansi politik yang ada, yaitu Partai Perikatan (UMNO, MCA, MIC), terlalu rapuh dan tidak mencerminkan keragaman politik yang meningkat di Malaysia. Kerusuhan 1969 menunjukkan bahwa pendekatan lama yang didominasi oleh tiga partai inti tidak lagi efektif dalam mengelola ketegangan etnis dan politik regional.

Dari Perikatan ke Barisan Nasional

Tun Razak merespons tantangan ini dengan membubarkan Perikatan dan membentuk koalisi baru yang jauh lebih luas: **Barisan Nasional (BN)** pada tahun 1973. Strategi ini sangat cerdik. BN tidak hanya memasukkan partai-partai komponen Perikatan, tetapi juga mengajak partai-partai oposisi regional dan etnis, termasuk PAS (Partai Islam Se-Malaysia) untuk bergabung dalam pemerintahan persatuan.

Langkah ini menghasilkan koalisi supermayoritas yang mencakup hampir seluruh spektrum politik Malaysia saat itu. Dengan mengundang oposisi ke dalam tenda besar BN, Tun Razak berhasil:

  1. Mengurangi polarisasi politik yang mematikan.
  2. Memberikan platform yang lebih luas bagi partisipasi politik berbagai kelompok etnis dan regional.
  3. Memastikan stabilitas politik yang mutlak, yang diperlukan untuk implementasi DEB yang radikal dan jangka panjang.

Pembentukan Barisan Nasional adalah bukti dari keterampilan negosiasi dan visi jangka panjang Tun Razak. Ia mengorbankan keuntungan politik jangka pendek demi stabilitas nasional, sebuah tindakan yang memperkuat pondasi kekuasaan UMNO dan aliansinya selama beberapa dekade mendatang.

Inisiatif Pembangunan Regional

Selain fokus pada DEB dan BN, pemerintahan Tun Razak juga mengintensifkan pembangunan regional. Ia menyadari bahwa kesenjangan bukan hanya antara kota dan desa, tetapi juga antara Semenanjung Malaysia dan negara-negara bagian seperti Sabah dan Sarawak. Berbagai badan pembangunan wilayah (Regional Development Authorities - RDAs) didirikan, seperti DARA, KETENGAH, dan KEJORA.

Badan-badan ini bertugas mengubah kawasan hutan yang luas menjadi kawasan pertanian dan industri terpadu, mirip dengan model FELDA namun dalam skala yang lebih besar, menciptakan pusat pertumbuhan baru di luar koridor utama Kuala Lumpur. Inilah mengapa Tun Razak dijuluki "Bapak Pembangunan" (Bapa Pembangunan) – ia adalah pemimpin yang secara sistematis merencanakan pembangunan fisik dan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Pivot Diplomatik: Menghadapi Perubahan Geopolitik

Di bidang luar negeri, Tun Razak juga menunjukkan kepemimpinan yang berani dan visioner, terutama dalam menanggapi dinamika Perang Dingin dan meningkatnya ancaman komunis di Asia Tenggara, khususnya setelah Perang Vietnam.

Normalisasi Hubungan dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT)

Keputusan paling signifikan dalam kebijakan luar negeri Tun Razak adalah inisiatifnya untuk membuka hubungan diplomatik formal dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada tahun 1974. Malaysia adalah negara ASEAN pertama yang menjalin hubungan dengan Beijing. Keputusan ini memerlukan keberanian luar biasa karena pada saat itu, Tiongkok dipandang sebagai pendukung utama Partai Komunis Malaya (CPM) yang melancarkan pemberontakan di dalam negeri.

Kunjungan bersejarah Tun Razak ke Beijing dan pertemuannya dengan Perdana Menteri Zhou Enlai mengirimkan sinyal kuat bahwa Malaysia adalah negara berdaulat yang independen dalam menentukan nasibnya sendiri, tidak terikat pada blok Barat. Langkah ini memiliki dampak ganda:

  1. Mengamankan kepentingan nasional Malaysia dengan menjalin hubungan perdagangan dan politik yang penting.
  2. Secara diplomatik memaksa Tiongkok untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan secara implisit menarik dukungan terhadap gerakan komunis lokal.

Konsep ZOPFAN

Tun Razak juga merupakan pendukung kuat gagasan ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality) di Asia Tenggara. ZOPFAN bertujuan untuk menjaga kawasan bebas dari campur tangan kekuatan besar. Visi ini adalah upaya Malaysia dan ASEAN untuk memproyeksikan otonomi regional di tengah persaingan sengit antara Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Tiongkok.

Melalui inisiatif-inisiatif ini, Tun Razak berhasil memposisikan Malaysia sebagai pemain diplomasi yang matang, bukan lagi sekadar negara klien yang terikat pada kekuatan kolonial atau Barat. Ia berhasil menyeimbangkan hubungan dengan negara-negara adidaya sambil tetap fokus pada pembangunan domestik.

Legasi dan Pengaruh Jangka Panjang

Tun Abdul Razak meninggal dunia saat menjabat pada tanggal 14 Januari 1976, di London, setelah berjuang melawan leukemia. Kematiannya, yang terjadi pada usia relatif muda (53 tahun), mengejutkan bangsa dan mengakhiri era kepemimpinan yang ditandai dengan perubahan radikal dan reformasi struktural.

Integritas dan Efisiensi

Salah satu legasi paling menonjol dari Tun Razak adalah integritas pribadinya dan komitmennya terhadap pemerintahan yang efisien. Ia dikenal sebagai pemimpin yang tidak korup, yang hidup sederhana meskipun memegang kekuasaan yang besar. Standar tinggi yang ia terapkan di ‘Bilik Gerakan’ menjadi tolok ukur bagi birokrasi Malaysia selama beberapa dekade.

Warisan birokratis ini adalah cetak biru untuk sistem perencanaan lima tahun Malaysia, yang memungkinkan pemerintah menjalankan program pembangunan jangka panjang yang terstruktur dan terukur. Metode kepemimpinan yang fokus pada data, perencanaan sentral, dan implementasi yang ketat memastikan bahwa Malaysia dapat mengubah dirinya dari ekonomi berbasis komoditas kolonial menjadi ekonomi industri yang terdiversifikasi.

Penjaga Keamanan dan Stabilitas

Melalui DEB dan Barisan Nasional, Tun Razak berhasil meredakan ketegangan etnis pasca-1969 dan menciptakan periode stabilitas politik yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang pesat selama tahun 1970-an dan 1980-an. Keputusannya untuk mengatasi akar masalah ekonomi secara langsung, alih-alih hanya mengobati gejalanya, adalah kunci keberhasilannya.

DEB, meskipun dirancang untuk dua puluh tahun, terus dimodifikasi dan diperluas oleh penerusnya. Ini menunjukkan betapa mendasarnya kerangka kerja yang ia ciptakan. Ia telah menetapkan arah pembangunan yang tidak dapat diubah, sebuah janji sosial antara negara dan masyarakat Bumiputera yang, bagaimanapun implementasinya berubah, tetap menjadi bagian integral dari kontrak sosial Malaysia.

Tun Abdul Razak adalah sosok transisional yang penting. Ia mengambil alih negara yang rentan dan terpecah, dan menyerahkan kepada penggantinya sebuah negara yang kuat, stabil, dan memiliki rencana yang jelas untuk masa depan. Ia mengubah fokus nasional dari perjuangan kemerdekaan (era Tunku) menjadi perjuangan pembangunan ekonomi dan kesetaraan sosial.

Pengaruh pada Generasi Berikutnya

Tun Razak juga berperan penting dalam mempromosikan generasi pemimpin muda yang kompeten. Kepemimpinannya membuka jalan bagi figur-figur seperti Tun Hussein Onn dan yang paling terkenal, Tun Dr. Mahathir Mohamad, yang diangkat kembali ke dalam arena politik oleh Tun Razak setelah krisis 1969. Penglihatannya terhadap bakat politik memastikan bahwa transisi kepemimpinan setelah kematiannya berlangsung mulus dan stabil.

Simbol Pembangunan Pedesaan dan FELDA Representasi Pembangunan Infrastruktur dan Kesejahteraan Desa Visi Pembangunan Luar Bandar dan FELDA

Gambar: Tanah Subur, Pertanian, dan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan.

Kedalaman Administrasi dan Filsafat Pembangunan

Untuk memahami sepenuhnya dampak Tun Abdul Razak, penting untuk menelaah filsafatnya dalam administrasi. Ia bukan hanya seorang politikus; ia adalah administrator ulung yang percaya bahwa pembangunan harus didorong oleh perencanaan terpusat dan implementasi yang akurat. Pendekatan ini tertuang dalam buku pegangan birokrasi yang disebut “Buku Merah” (The Red Book).

Buku Merah dan Bilik Gerakan

Buku Merah adalah panduan ringkas dan terperinci untuk pelaksanaan proyek pembangunan di tingkat distrik, yang mencakup target, alokasi anggaran, dan jadwal. Ini adalah alat standar untuk memastikan setiap birokrat di seluruh negara bagian memiliki pemahaman yang seragam mengenai tujuan pembangunan nasional.

Bersama dengan ‘Bilik Gerakan’ (Operation Room) yang didirikan di setiap level pemerintahan, sistem ini memungkinkan pemantauan kemajuan mingguan atau bahkan harian. Jika sebuah proyek terlambat atau melampaui anggaran, Tun Razak akan segera mengetahui dan menuntut pertanggungjawaban. Sistem kontrol ketat ini adalah ciri khas administrasi Razak, yang membedakannya dari sistem yang lebih longgar di masa sebelumnya.

Filsafatnya adalah bahwa hanya melalui disiplin birokrasi dan akuntabilitas yang tinggi, program sebesar DEB dan FELDA dapat berhasil. Kegagalan perencanaan, baginya, adalah kegagalan kepemimpinan. Ini menciptakan budaya kerja yang sangat fokus dan berorientasi pada hasil di kalangan pegawai negeri.

Integrasi dan Kesepaduan Nasional

Meskipun DEB sering dilihat sebagai kebijakan pro-Melayu, visi Tun Razak melampaui kepentingan etnis sempit. Tujuannya adalah kesepaduan nasional. Ia berargumen bahwa tidak mungkin mencapai persatuan politik tanpa adanya pemerataan ekonomi yang mendasar. Kerusuhan 1969 membuktikan bahwa jika satu kelompok etnis merasa terabaikan secara ekonomi, seluruh struktur negara akan terancam.

Oleh karena itu, DEB dirancang bukan hanya untuk meningkatkan status ekonomi Bumiputera, tetapi juga untuk menciptakan masyarakat yang lebih merata secara keseluruhan. Program pengentasan kemiskinan dalam DEB ditujukan kepada semua ras, meskipun upaya restrukturisasi ekonomi berfokus pada Bumiputera. Logika ini adalah upaya untuk mengatasi dilema mendasar Malaysia: bagaimana mencapai pembangunan ekonomi sambil menjaga harmoni multietnis.

Melampaui Batas Waktu dan Ruang

Tun Razak memiliki keahlian dalam melihat melampaui masa jabatannya. Sebagian besar program yang ia gagas, mulai dari FELDA yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk matang, hingga DEB yang ditetapkan selama dua dekade, adalah proyek jangka panjang. Ini menunjukkan visinya yang luar biasa dalam investasi masa depan, sebuah investasi yang berani karena ia sadar mungkin tidak akan sempat melihat hasilnya sendiri.

Kontinuitas dan Peran Wakil

Kontribusi Tun Razak juga harus dilihat dalam konteks hubungannya dengan Perdana Menteri pertama, Tunku Abdul Rahman, dan bagaimana ia mempersiapkan penggantinya. Sebagai Wakil Perdana Menteri, Tun Razak adalah pelaksana praktis dari visi idealis Tunku.

Duo Tunku-Razak

Kemitraan antara Tunku dan Tun Razak sering digambarkan sebagai pelengkap: Tunku adalah diplomat, pemersatu bangsa, dan simbol kemerdekaan yang penuh kasih; sementara Tun Razak adalah teknokrat yang tekun, serius, dan fokus pada detail. Tanpa kedisiplinan dan kemampuan eksekusi Tun Razak, banyak inisiatif Tunku mungkin hanya akan tinggal sebagai rencana di atas kertas. Misalnya, negosiasi yang mengarah pada pembentukan Malaysia (termasuk Sabah dan Sarawak) sangat bergantung pada keahlian administratif dan ketepatan Razak dalam menyusun dokumen hukum dan administrasi.

Transisi kekuasaan pada tahun 1970 juga menunjukkan kedewasaan politik yang langka. Meskipun pengambilalihan kekuasaan oleh MAGERAN melibatkan penundaan demokrasi, ini dilakukan dalam kerangka konstitusional yang bertujuan untuk menyelamatkan negara. Ketika Tun Razak mengambil alih secara formal, ia mengembalikan prinsip-prinsip demokrasi, meskipun dalam format koalisi yang baru (Barisan Nasional).

Pewaris Legasi

Setelah kematiannya, Tun Razak digantikan oleh Tun Hussein Onn, yang juga memiliki latar belakang militer dan integritas yang tinggi. Warisan DEB dan Barisan Nasional dipelihara dengan ketat. Bahkan di bawah kepemimpinan Tun Dr. Mahathir Mohamad, yang membawa Malaysia ke puncak industrialisasi, kerangka kerja ekonomi dan politik yang diciptakan oleh Tun Razak tetap menjadi basis operasi, meskipun dengan penekanan yang berbeda (seperti privatisasi dan inisiatif 'Malaysia Incorporated').

Keberhasilan Malaysia menjadi salah satu "Macan Asia" pada tahun 1980-an dan 1990-an secara fundamental berakar pada stabilitas politik yang dijamin oleh Barisan Nasional dan landasan pemerataan yang diletakkan oleh DEB. Tanpa pemecahan masalah kesenjangan etnis-ekonomi yang ia pimpin setelah tahun 1969, fokus pada pertumbuhan industri mungkin tidak akan pernah mungkin terjadi.

Penutup: Bapak Pembangunan dan Transformasi

Tun Abdul Razak Hussein adalah seorang pemimpin yang ditakdirkan untuk menghadapi krisis dan keluar darinya dengan membawa reformasi mendasar. Ia bukanlah pemimpin yang lahir dari karisma populer, tetapi dari kebutuhan mendesak akan kompetensi dan integritas di tengah masa-masa paling gelap bagi Malaysia.

Dari ‘Bilik Gerakan’ yang disiplin, hingga rancangan Dasar Ekonomi Baru yang berani, dan pembentukan Barisan Nasional yang mengkonsolidasikan politik nasional, setiap langkah yang ia ambil bertujuan untuk satu hal: memastikan kelangsungan hidup dan kemakmuran jangka panjang bagi negara multietnis yang rapuh. Ia berjuang keras untuk mengubah struktur masyarakat—bukan hanya mengganti pemimpinnya—sehingga setiap warga negara memiliki saham yang nyata dalam ekonomi bangsa.

Warisan utamanya terletak pada transformasi sosio-ekonomi. Ia berhasil membuktikan bahwa intervensi pemerintah yang terencana dengan baik dapat mengatasi ketidakadilan yang diwariskan oleh sejarah dan mencegah konflik etnis yang dipicu oleh disparitas ekonomi. Meskipun implementasi kebijakan-kebijakannya terus diperdebatkan dan disesuaikan seiring berjalannya waktu, tidak ada yang dapat menyangkal bahwa Tun Abdul Razak Hussein adalah arsitek utama yang merancang Malaysia modern, meletakkan fondasi stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang agresif, dan inklusivitas sosial yang memungkinkan negara tersebut berkembang.

🏠 Homepage