Fig. 1: Skema fungsional ABI PRISM 310, menyoroti interaksi antara elektroforesis kapiler, laser, dan detektor.
ABI PRISM 310 Genetic Analyzer adalah tonggak bersejarah dalam evolusi teknologi biologi molekuler. Sebagai salah satu penganalisis genetik pertama yang menggunakan teknologi elektroforesis kapiler (CE) secara komersial dan sukses, instrumen ini mengubah cara para peneliti dan laboratorium diagnostik melakukan sekuensing DNA dan analisis fragmen. Meskipun unit-unit yang lebih modern dengan throughput tinggi telah tersedia, pemahaman mendalam tentang arsitektur dan prinsip kerja ABI 310 sangat penting karena ia menetapkan standar presisi, sensitivitas, dan resolusi yang kemudian menjadi dasar bagi semua instrumen CE generasi berikutnya.
Instrumen ABI 310 dirancang sebagai sistem tunggal-kapiler yang otomatis, menawarkan keunggulan signifikan dibandingkan elektroforesis gel tradisional yang memakan waktu dan rentan terhadap kesalahan manual. Kemampuan instrumentasi ini untuk memisahkan molekul DNA berdasarkan ukuran dengan resolusi satu pasang basa (base pair) menjadikannya alat yang tak ternilai dalam berbagai aplikasi, mulai dari identifikasi mutasi genetik hingga forensik dan studi keanekaragaman hayati. Sistem ini beroperasi dengan mengintegrasikan empat teknologi inti: elektroforesis kapiler, deteksi fluoresensi multiwarna, pelabelan kimia menggunakan dye terminator atau primer berlabel, dan perangkat lunak analisis data yang canggih.
Inti dari fungsionalitas ABI 310 adalah penggunaan elektroforesis kapiler. Berbeda dengan elektroforesis gel yang menggunakan matriks poliakrilamida yang dicor secara manual di antara dua lempeng kaca, ABI 310 menggunakan tabung kapiler kuarsa yang sangat tipis, biasanya berdiameter internal antara 50 hingga 100 mikrometer. Kapiler ini diisi dengan matriks polimer linear yang berfungsi sebagai media pemisah. Matriks ini, sering disebut sebagai "running buffer" atau "separation matrix," adalah kunci untuk mencapai resolusi yang tinggi.
Polimer yang digunakan dalam kapiler bukanlah gel yang kaku, melainkan larutan polimer yang viskositasnya terkontrol. Polimer-polimer ini menciptakan jaringan mikroskopis yang memungkinkan pemisahan DNA berdasarkan ukuran (panjang fragmen) melalui mekanisme saringan molekuler. Fragmen DNA yang lebih kecil akan bergerak lebih cepat melewati jaringan polimer, sementara fragmen yang lebih besar akan tertahan dan bergerak lebih lambat. Keuntungan utama dari polimer ini adalah sifatnya yang dinamis; ia dapat diganti secara otomatis oleh instrumen, menghilangkan kebutuhan untuk mencor gel baru untuk setiap kali proses berjalan, yang merupakan kemajuan besar dalam otomatisasi.
Proses pemisahan dimulai ketika sampel DNA yang mengandung fragmen berlabel fluoresen dimasukkan (diinjeksikan) ke ujung kapiler. Injeksi dilakukan secara elektrokinetik, yang berarti tegangan tinggi diterapkan untuk menarik DNA bermuatan negatif ke dalam kapiler. Setelah injeksi, tegangan tinggi (hingga 15 kV) terus diterapkan sepanjang kapiler. DNA, yang bermuatan negatif, akan bermigrasi menuju anoda (elektroda positif). Kecepatan migrasi fragmen DNA ditentukan oleh tiga faktor utama:
Resolusi yang dicapai oleh ABI 310 pada dasarnya bergantung pada panjang kapiler efektif dan konsentrasi serta jenis polimer. Kapiler yang lebih panjang memberikan waktu pemisahan yang lebih lama dan resolusi yang lebih baik, tetapi mengorbankan waktu total proses. Pengaturan yang optimal selalu menjadi keseimbangan antara resolusi yang dibutuhkan dan waktu pemrosesan yang diinginkan. Dalam konteks sekuensing DNA, resolusi per pasang basa adalah vital untuk memastikan pembacaan urutan nukleotida yang akurat dan panjang, seringkali mencapai 600 hingga 1000 basa dalam sekali lari.
Meskipun merupakan sistem satu kapiler, ABI 310 adalah sistem terintegrasi yang kompleks. Operasi yang mulus memerlukan koordinasi sempurna antara lima subsistem utama.
Unit ini menampung pelat sampel (biasanya pelat 96-sumur) dan memastikan sampel diposisikan dengan benar untuk injeksi. Injeksi pada ABI 310 adalah elektrokinetik, menggunakan tegangan tinggi untuk mendorong molekul DNA ke dalam kapiler. Parameter injeksi (tegangan dan durasi) sangat penting karena menentukan jumlah sampel yang masuk ke kapiler. Jika terlalu banyak, resolusi akan menurun (overloading); jika terlalu sedikit, sinyal fluoresen yang dideteksi mungkin terlalu lemah.
Injeksi dimulai ketika ujung anoda kapiler (ujung yang akan menerima sampel) direndam ke dalam sumur sampel. Katoda dan anoda kemudian dihubungkan ke sumber tegangan tinggi. Karena DNA bermuatan negatif, ia tertarik ke anoda. Proses ini sangat efisien namun memiliki bias migrasi: fragmen yang lebih kecil cenderung diinjeksikan lebih efisien daripada fragmen yang lebih besar. Ini adalah pertimbangan penting saat menafsirkan data analisis fragmen.
Kapiler, yang berisi polimer pemisah, disimpan di dalam oven yang dikendalikan secara termal. Pengendalian suhu (biasanya antara 50°C hingga 60°C) sangat penting. Suhu tinggi memastikan bahwa untai DNA tetap terdenaturasi (tunggal) selama pemisahan, yang merupakan syarat mutlak untuk pemisahan berbasis ukuran yang akurat. Jika DNA tidak terdenaturasi sempurna, struktur sekunder dapat terbentuk, mengubah mobilitas dan menyebabkan pembacaan ganda atau "kompresi" puncak pada elektroferogram.
Ketika fragmen DNA berlabel fluoresen keluar dari ujung kapiler (dekat anoda), mereka melewati jendela deteksi yang sangat kecil. Di sinilah interaksi kritis antara laser, sampel, dan detektor terjadi.
ABI 310 biasanya menggunakan laser Argon Ion solid-state atau dioda yang disuntik, yang menghasilkan panjang gelombang yang diperlukan untuk mengeksitasi pewarna fluoresen yang digunakan. Laser diarahkan secara presisi ke jendela deteksi. Kekuatan dan stabilitas laser adalah penentu utama sensitivitas instrumen.
Cahaya fluoresen yang dipancarkan oleh pewarna ketika dieksitasi oleh laser ditangkap oleh sistem optik (lensa dan filter). ABI 310 menggunakan detektor array bermuatan (CCD) yang mampu mengukur emisi pada berbagai panjang gelombang secara simultan. Ini memungkinkan deteksi empat atau lima warna fluoresen yang berbeda dalam satu kapiler.
Karena spektrum emisi pewarna yang berbeda (misalnya FAM, HEX, TET, ROX) tumpang tindih, instrumen harus melakukan kalibrasi spektral. Matriks kalibrasi ini memungkinkan perangkat lunak untuk "memisahkan" sinyal tumpang tindih tersebut menjadi sinyal murni untuk setiap pewarna. Proses ini, yang dikenal sebagai de-konvolusi atau matriks, sangat penting untuk analisis data multiwarna yang akurat, seperti yang digunakan dalam sekuensing Sanger (di mana setiap basa A, T, C, G dilabeli dengan warna yang berbeda).
Sistem ini mengelola buffer, air pembilas, dan matriks polimer. Salah satu keunggulan terbesar 310 adalah kemampuannya untuk secara otomatis mengisi ulang polimer di antara setiap lari. Setelah lari selesai, polimer lama dikeluarkan, kapiler dibilas, dan polimer segar dimasukkan. Hal ini memastikan konsistensi pemisahan dari satu sampel ke sampel berikutnya dan mengurangi waktu tunggu.
Meskipun hanya memiliki satu kapiler, ABI 310 sangat serbaguna dan dapat digunakan untuk berbagai tugas penting dalam biologi molekuler.
Ini adalah aplikasi historis utama ABI 310. Metode Sanger, yang dimodifikasi dengan pewarna fluoresen (dye terminator sequencing), memungkinkan penentuan urutan nukleotida. Hasilnya adalah elektroferogram, grafik yang menunjukkan serangkaian puncak, di mana setiap puncak mewakili basa (A, T, C, G) yang berbeda, yang dibaca oleh perangkat lunak untuk menghasilkan urutan DNA.
Sekuensing memerlukan reaksi terminasi rantai di mana dideoksinukleotida trifosfat (ddNTPs) yang berlabel fluoresen dimasukkan ke dalam rantai DNA yang sedang diperpanjang. Reaksi ini menghasilkan fragmen DNA dengan panjang yang bervariasi, masing-masing berakhir dengan ddNTP berlabel warna tertentu.
Kualitas data sekuensing sangat bergantung pada homogenitas polimer dan kalibrasi suhu yang tepat. Pembacaan yang baik, seringkali mencapai faktor kualitas (QV) tinggi hingga lebih dari 800 basa, adalah bukti stabilitas sistem elektroforesis kapiler yang ditawarkan oleh ABI 310.
Aplikasi ini digunakan untuk mengukur panjang fragmen DNA secara akurat, seringkali untuk studi polimorfisme panjang fragmen restriksi (RFLP), analisis mikrosatelit (STR), atau analisis AFLP. Dalam kasus STR, lokasi lokus genetik dianalisis untuk forensik, tes paternitas, atau identifikasi individu.
Untuk mencapai pengukuran ukuran yang sangat presisi, setiap sampel yang dianalisis pada ABI 310 dicampur dengan penanda internal (size standard) yang juga berlabel fluoresen (biasanya dengan warna ROX atau LIZ). Penanda ini adalah fragmen DNA dengan panjang yang diketahui dan digunakan sebagai kalibrasi internal. Dengan adanya penanda ini, perangkat lunak dapat mengoreksi variasi kecil dalam kecepatan migrasi dari satu kapiler ke kapiler berikutnya atau dari satu lari ke lari berikutnya, memastikan akurasi pengukuran panjang fragmen hingga kurang dari satu pasang basa.
Kecepatan dan resolusi yang dibutuhkan untuk analisis fragmen berbeda dari sekuensing. Analisis fragmen umumnya memerlukan pemisahan fragmen yang lebih besar (hingga 500-600 bp) dan resolusi yang sangat tinggi untuk membedakan alel yang berbeda panjangnya hanya 1 atau 2 pasang basa. Polimer yang disesuaikan dan parameter suhu yang diatur secara spesifik memungkinkan instrumen ini melakukan tugas ini dengan efisiensi tinggi, menjadikannya pilihan utama dalam penelitian populasi dan aplikasi forensik.
Mengoperasikan ABI 310 memerlukan pemahaman yang baik tentang perangkat keras dan perangkat lunak Data Collection (DC). Meskipun prosesnya semi-otomatis, operator harus melakukan persiapan sistem yang teliti.
Langkah ini fundamental untuk deteksi multiwarna. Pewarna yang berbeda harus dipisahkan secara matematis. Kalibrasi spektral melibatkan menjalankan sampel yang dilabeli dengan setiap pewarna secara terpisah. Data ini digunakan perangkat lunak untuk menghitung "Matriks," sebuah tabel yang digunakan untuk mengeliminasi tumpang tindih spektral pada sampel multiwarna sesungguhnya. Matriks ini harus diperiksa ulang secara berkala atau setiap kali terjadi perubahan pewarna atau filter optik.
Kapiler tunggal harus dipasang dengan hati-hati. Setelah dipasang, kapiler perlu "dipriming" dengan larutan polimer baru untuk memastikan matriks pemisah telah terisi penuh tanpa adanya gelembung udara. Gelembung udara adalah musuh utama elektroforesis kapiler karena menyebabkan diskontinuitas dalam medan listrik, yang menghasilkan puncak yang buruk atau tidak ada sinyal sama sekali.
Operator memilih 'Run Module' yang sesuai melalui perangkat lunak. Modul ini mendefinisikan semua parameter kritis: tegangan injeksi, durasi injeksi, suhu oven, tegangan pemisahan, dan waktu lari. Pilihan modul sangat bergantung pada aplikasi:
Setelah sampel dimuat di atas pelat, perangkat lunak Data Collection memulai proses otomatis: injeksi sampel, migrasi, dan akuisisi data oleh detektor. Selama lari, perangkat lunak memantau status medan listrik dan suhu. Data mentah (elektroferogram) disimpan dalam format file `.fsa` atau `.abi` dan siap untuk analisis lebih lanjut.
Mengingat sensitivitasnya, ABI 310 memerlukan jadwal pemeliharaan yang ketat untuk memastikan kinerja yang optimal dan masa pakai yang panjang. Kinerja instrumen secara langsung berkorelasi dengan kebersihan dan kualitas bahan habis pakai.
Aspek penting dari pemeliharaan adalah menjaga kebersihan reservoir buffer dan elektroda. Akumulasi garam atau kristalisasi di ujung elektroda dapat mengganggu medan listrik dan menyebabkan mobilitas yang tidak menentu.
Ini adalah masalah umum yang menunjukkan kurangnya efisiensi pemisahan. Penyebabnya seringkali adalah polimer yang terdegradasi, suhu oven yang tidak stabil, atau injeksi sampel yang terlalu banyak (overloading).
Solusi: Ganti botol polimer, pastikan suhu oven mencapai titik setel sebelum injeksi dimulai, dan kurangi durasi atau tegangan injeksi sampel.
Sinyal yang lemah dapat disebabkan oleh kegagalan dalam proses pelabelan fluoresen, masalah laser, atau masalah optik.
Analisis Laser/Optik: Jika sinyal lemah pada semua pewarna dan semua sampel, masalahnya mungkin pada laser atau detektor. Pemeriksaan output laser harus dilakukan. Jika hanya satu warna yang lemah, ini bisa jadi masalah pada matriks spektral atau degradasi pewarna spesifik tersebut.
Ini terjadi terutama dalam sekuensing. Puncak besar dan tidak beraturan di awal elektroferogram biasanya adalah dye terminator yang tidak bereaksi dan tidak dibersihkan dengan baik dari sampel. Karena dye terminator bergerak sangat cepat, mereka menghasilkan "blob" yang mengganggu pembacaan awal.
Solusi: Meningkatkan efisiensi tahap pembersihan pasca-sekuensing, seperti menggunakan protokol pengendapan etanol yang lebih ketat atau pemurnian berbasis gel filtrasi yang lebih baik.
ABI 310 berpasangan dengan perangkat lunak Data Collection (DC) yang mengontrol semua aspek operasi, dari kalibrasi hingga akuisisi data. Data yang dihasilkan kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak seperti Sequencing Analysis atau GeneMapper (untuk analisis fragmen).
Perangkat lunak DC adalah antarmuka yang memungkinkan operator menentukan urutan sampel, menetapkan ‘Run Modules’ spesifik untuk setiap sumur, dan memantau pemisahan secara real-time. Fungsi kritisnya meliputi:
Hasil akhir dari ABI 310 adalah elektroferogram. Dalam sekuensing, setiap puncak harus bersih, terpisah dengan baik, dan memiliki ketinggian yang relatif seragam (imbalans puncak yang signifikan dapat mengindikasikan masalah stoikiometri dalam reaksi sekuensing).
Penggunaan polimer matriks yang tepat adalah variabel yang paling diabaikan namun paling penting dalam optimalisasi kinerja ABI 310. Applied Biosystems menyediakan serangkaian polimer yang berbeda, masing-masing disetel untuk aplikasi spesifik. Pemilihan polimer menentukan viskositas media pemisah, yang secara langsung memengaruhi mobilitas dan, karenanya, resolusi dan panjang pembacaan.
POP-4 (Performance Optimized Polymer 4): Polimer dengan viskositas yang relatif rendah. Umumnya digunakan untuk analisis fragmen yang memerlukan waktu lari yang lebih singkat dan resolusi baik untuk fragmen hingga 500 bp. Karena viskositasnya lebih rendah, fragmen bergerak lebih cepat, namun resolusi untuk pembacaan sekuensing yang sangat panjang mungkin sedikit berkurang.
POP-6 (Performance Optimized Polymer 6): Viskositas menengah. Menawarkan keseimbangan antara kecepatan dan resolusi. Sering digunakan untuk tugas sekuensing rutin di mana panjang pembacaan 600–800 bp dianggap memadai. POP-6 adalah pilihan serbaguna untuk banyak laboratorium dengan kebutuhan analisis ganda.
POP-7 (Performance Optimized Polymer 7): Polimer yang dirancang untuk viskositas tinggi dan resolusi maksimal, khususnya untuk sekuensing DNA yang memerlukan pembacaan berkualitas tinggi hingga 1000 bp. Viskositas yang lebih tinggi berarti DNA bergerak lebih lambat, yang meningkatkan waktu pemisahan dan memungkinkan resolusi satu pasang basa yang lebih baik pada fragmen yang lebih panjang. Namun, penggunaan POP-7 meningkatkan waktu total lari instrumen secara signifikan.
Pemahaman ini krusial. Jika operator menggunakan POP-4 untuk upaya sekuensing DNA yang panjang, hasilnya akan menjadi pembacaan yang pendek dan kualitas yang menurun pada ujung 3'. Sebaliknya, menggunakan POP-7 untuk analisis fragmen sederhana akan membuang waktu lari yang berharga tanpa memberikan manfaat resolusi tambahan yang signifikan dibandingkan POP-4.
ABI 310, meskipun merupakan sistem kapiler tunggal, memainkan peran penting dalam transisi dari teknologi gel slab manual ke otomatisasi. Sebelum 310, sekuensing dan genotyping skala kecil adalah proses yang sangat intensif tenaga kerja dan rentan terhadap variasi antar operator. Kemunculan 310 memvalidasi kelayakan elektroforesis kapiler sebagai platform yang unggul, membuka jalan bagi mesin-mesin yang lebih besar, seperti 3100, 3730, dan 3500, yang memiliki banyak kapiler.
Instrumen ini memungkinkan laboratorium skala kecil untuk mengotomatisasi sekuensing dan analisis fragmen untuk pertama-kira. Penggantian polimer otomatis, penanganan sampel berbasis pelat, dan deteksi fluoresen terkomputerisasi mengubah laboratorium riset. Hal ini juga meningkatkan konsistensi data secara drastis, sebuah faktor penting untuk publikasi ilmiah dan validasi forensik.
Pengaruh ABI 310 tidak terbatas pada laboratorium penelitian akademik. Di bidang diagnostik klinis, ia digunakan untuk skrining mutasi gen tunggal. Dalam forensik, meskipun throughputnya terbatas, presisinya dalam analisis STR menjadikannya alat yang sangat andal untuk mengidentifikasi profil DNA tunggal. Kemampuan ini, untuk menyediakan data genetik yang bersih dan tervalidasi, mengukuhkan perannya sebagai alat dasar yang meletakkan fondasi bagi era genomik yang berkembang pesat. Bahkan saat ini, banyak laboratorium pelatihan dan beberapa fasilitas riset masih menggunakan unit ABI 310 karena kekokohan, kesederhanaan operasional (dibandingkan sistem multi-kapiler yang lebih kompleks), dan biaya perawatan yang relatif terjangkau.
Kesimpulannya, ABI PRISM 310 adalah contoh bagaimana inovasi dalam rekayasa (penggabungan elektroforesis kapiler, laser, dan optik canggih) dapat secara fundamental merevolusi disiplin ilmu. Ia adalah jembatan teknologi yang menghubungkan masa lalu, di mana analisis DNA adalah proses manual yang lambat, dengan masa depan otomatisasi genomik throughput tinggi.
Untuk benar-benar memahami keandalan ABI 310, perlu dieksplorasi secara detail fisika yang mengatur pergerakan DNA di bawah pengaruh medan listrik, khususnya fenomena elektroosmosis, dan bagaimana instrumen ini mengelola variabel-variabel tersebut.
Pada awalnya, elektroforesis kapiler menghadapi tantangan signifikan dari elektroosmosis. Dinding bagian dalam kapiler kuarsa memiliki gugus silanol (SiOH) yang terionisasi pada pH netral, menghasilkan muatan negatif. Kation dari buffer menumpuk di dekat dinding, membentuk lapisan ganda listrik. Ketika tegangan diterapkan, kation ini bergerak menuju katoda, menyeret seluruh massa cairan di dalam kapiler bersamanya. Inilah yang disebut aliran elektroosmotik (EOF).
Jika tidak dikendalikan, EOF dapat menghambat pemisahan DNA karena ia mungkin menarik DNA (yang bermigrasi elektroforetik menuju anoda) kembali menuju katoda, atau bahkan menyebabkan fragmen bermigrasi terlalu cepat. Desainer ABI 310 mengatasi masalah ini dengan dua cara utama:
Buffer yang digunakan dalam ABI 310 (misalnya Tris-Borat-EDTA atau TBE) tidak hanya berfungsi sebagai konduktor listrik, tetapi juga menjaga pH yang stabil. pH yang stabil sangat penting karena ia menentukan status ionisasi DNA dan gugus terminal ddNTP, yang pada gilirannya memengaruhi mobilitas. Kegagalan mempertahankan pH dapat menyebabkan puncak DNA "tersandung" atau terpecah, merusak kualitas pembacaan.
Dalam sekuensing, buffer juga mengandung agen denaturasi seperti urea (hingga 7M) atau formamida. Urea bekerja dengan memutus ikatan hidrogen dalam DNA, memastikan untai ganda tidak terbentuk. Kebutuhan untuk mempertahankan kondisi denaturasi yang sempurna adalah alasan mengapa kontrol suhu oven yang presisi (T > 50°C) menjadi non-negosiabel untuk kinerja sistem yang akurat, terutama ketika berhadapan dengan sekuen DNA yang memiliki kandungan G-C yang tinggi.
Sistem optik pada ABI 310 menggunakan filter optik interkalasi untuk memisahkan cahaya fluoresen berdasarkan panjang gelombang spesifik. Setiap filter dirancang untuk mentransmisikan cahaya emisi dari satu pewarna label (misalnya, FAM untuk A, JOE/HEX untuk G, TAMRA/TET untuk C, dan ROX untuk T/size standard) ke detektor.
Parameter operasional ABI 310 harus dioptimalkan secara cermat untuk setiap aplikasi. Sedikit perubahan pada tegangan atau durasi dapat memiliki dampak besar pada hasil.
Tegangan injeksi elektrokinetik (EKI) umumnya berkisar antara 1 kV hingga 3 kV dengan durasi antara 5 hingga 30 detik. Pemilihan parameter ini adalah kompromi langsung antara sensitivitas (kuantitas DNA yang diinjeksikan) dan resolusi.
Tegangan lari (separating voltage) menentukan kecepatan migrasi. Tegangan yang lebih tinggi mempercepat proses lari tetapi juga meningkatkan panas Joule, yang dapat menyebabkan degradasi polimer dan memburuknya kualitas pembacaan pada akhir lari.
Dalam analisis STR (misalnya, di forensik), kemampuan ABI 310 untuk membedakan alel yang berbeda hanya 1 bp sangat dihargai. Keberhasilan ini tergantung pada tiga hal:
Resolusi yang dicapai oleh ABI 310 dalam analisis STR memungkinkan penentuan alel secara diskrit dan non-ambigu, yang merupakan syarat fundamental dalam lingkungan forensik yang sangat diatur.
ABI PRISM 310 adalah sistem yang mendefinisikan era. Meskipun teknologi telah bergerak ke sistem multi-kapiler yang masif, prinsip-prinsip dasar yang dibangun dalam arsitektur 310—pengendalian suhu yang ketat, aplikasi tegangan tinggi yang stabil, de-konvolusi spektral yang cerdas, dan penggantian polimer otomatis—tetap menjadi landasan bagi semua penganalisis genetik elektroforesis kapiler. Ia mewakili keseimbangan yang harmonis antara kompleksitas teknis dan keandalan operasional, menjadikannya warisan yang tak terhapuskan dalam bioteknologi modern. Pemahaman yang komprehensif tentang cara kerja internalnya adalah kunci bagi setiap profesional yang bekerja dalam bidang genomik dan analisis fragmen beresolusi tinggi.